"Aku berharap itu adalah candaan, tapi sepertinya kau serius mengatakannya."
"Emely."
"Apa?"
"Kau benar-benar memiliki keberanian memanggilku seperti itu."
"Tidak mau?"
"Bukan, bukan seperti itu. Aku hanya kagum dengan kemampuanmu untuk beradaptasi, dan melakukan keinginanku dengan mudah. Aku benar-benar menyukainya."
Dia tertawa kecil, dan aku hanya tersenyum simpul mendengar pujiannya.
Kami duduk dan bersandar pada pagar pembatas dan dia terlihat sedang menikmati angin sepoi-sepoi yang melewatinya. Aku duduk menjauhinya dan melakukan hal yang sama, sensasi ketenangan di tempat ini benar-benar menyenangkan dan aku sangat menyukainya.
Aku harap aku bisa selalu mengunjungi tempat ini, di saat aku merasa suntuk karena sekolah yang membosankan. Aku merasa itu akan sangat luar biasa.
Kemudian, Richard merogoh kantong celananya dan mengeluarkan satu kotak rokok. Lalu dia melihatku dan berkata,
"Apa kau keberatan?"
"Tidak."
Dia kemudian meraih pemantik api dan membakar ujung rokok itu, melepaskan asap yang mengandung ribuan zat berbahaya ke arahku dan meracuni paru-paruku dengan Nikotinnya.
Jika dia bertanya lagi, apa aku keberatan atau tidak. Maka aku akan menjawab iya, tapi sepertinya itu sudah terlambat.
Untuk itu, aku akan mengatakan ini.
"Bukankah guru olahraga selalu mementingkan kesehatannya? Kau selalu mengatakan jika merokok adalah hal terburuk yang seharusnya tidak dilakukan. Apakah itu hanya semacam kebohongan agar orang-orang menghormatimu?"
Aku menepis asap rokok itu dengan tanganku dan melihatnya dengan ekspresi menyudutkan.
Dia menghembuskan asap rokok dari mulutnya, kemudian melemparkan rokok itu ke lantai dan menginjaknya dengan kuat. Kemudian, berbalik menatapku.
Guru ini tergelak mendengar pernyataanku yang terlihat jelas sedang mengejeknya.
"Astaga kau lucu sekali."
"Terimakasih."
Aku tidak menerima pujian konyolnya.
"Kau benar-benar berbeda dari semua wanita yang kutemui. Kau memiliki rasa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, wanita yang unik dan berani."
"Tolong jangan memberikan pernyataan yang akan membuatku salah paham."
Ini sudah menjadi karakterku sejak kecil. Anak yang berani mengatakan apa yang dia ingin katakan, ibuku selalu mengajarkanku untuk berani mengatakan segala hal yang menggangu pikiranku dan bersikap berani pada siapapun.
Aku mengaguminya sebagai ibu dan guruku. Dia adalah wanita terhebat yang telah melahirkanku, dan aku bersyukur karenanya.
Tapi sekarang-
Tidak. Ini bukan saatnya untuk mengingat kejadian itu.
Aku memiliki urusan lain yang harus kuselesaikan sekarang.
"Daripada itu. Apakah kau memiliki masalah dengan orang ini? Aku yakin kebencianmu benar-benar dalam hingga kau terlihat ingin ... membunuhnya."
"Kau benar. Untuk itu ...."
"Untuk itu?"
Dia bergerak ke arahku, dan duduk tepat di sampingku. Tak memberikan jarak sama sekali, tubuh kami saling bersentuhan dan membuatku bisa mencium aroma rokok yang menyengat dari seluruh tubuhnya.
Aku tidak mengerti, kenapa dia bisa terlihat begitu mudah untuk melakukan hal seperti ini. Aku sama sekali tidak memahami orang yang bernama Richard Gere ini.
"Aku memerlukanmu untuk mengenyahkannya."
"Apa ini semacam pertemuan penjahat dalam novel? Karena aku merasa kau akan menarikku ke suatu tindakan kriminal yang akan membuatku dipenjara."
Dia tertawa keras mendengar jawabanku yang mungkin terdengar seperti candaan untuknya. Walau sebenarnya dia tahu jika aku serius saat mengatakannya.
"Hahahaha! Kau ini benar-benar."
Dia tertawa cukup keras hingga terkadang tubuhnya menabrakku, dan membuatku hampir terjatuh ke samping. Aku seharusnya marah, namun aku mencoba menahannya sebisa mungkin, mengingat siapa orang ini sebenarnya.
Dan kemudian, Richard melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan pada muridnya sendiri.
Lengan kirinya meraih bahu kiriku dan menarikku lebih dekat ke arahnya. Aku bisa merasakan napasnya di kupingku dan membuatku hampir tak bisa berkata apa-apa. Aroma parfumnya yang bercampur dengan asap rokok tak membuatnya menjadi kacau, dan aku seharusnya terganggu karenanya.
"Apa yang bapak lakukan!"
Bukannya melepaskanku, dia justru memelukku semakin erat. Menarikku ke arahnya dengan mudah, aku berada tepat di dadanya yang memberikan gambaran jelas betapa kuatnya dia dengan otot dada itu.
"Astaga, apa yang kau lakukan?! Tolong jangan memberikan pemikiran jika kau tertarik denganku!"
"Aku memang menyukaimu."
"EH?"