Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

UNTUK MENDAPATMU

Mas_Hudi_6902
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.1k
Views
Synopsis
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai pergi dari hidupmu setelah menerima lamaranmu? Hancur pasti! Seperti inilah perasaan Gibran, pemuda kaya raya yang rela menjadi bodyguard untuk mengungkap asalan dari sang kekasih yang tega meninggalkannya tanpa kabar. Gibran berupaya sangat keras untuk mendapatkan Fahra kembali.
VIEW MORE

Chapter 1 - MENYELAMATKAN

Lampu hias berwarna-warni menggantung di langit-langit. Di sana terlihat gadis yang bernama

Fakhra Afshin Zarina sedang menikmati kebersamaan dengan teman-temannya. 

"Fakhra mau ikut aku?" tanya pemuda yang hendak meraih tangan Fakhra. Fakhra segera menyingkirkan tangannya. Pemuda itu merasa malu. 

"Ke mana Han? Aku jam 9 harus pulang," jawab Fakhra sedikit malas. 

"Sekali-kali lah ikut. Pulang larut malam dikit nggak papa lah," ujar pemuda itu sambil menggerakkan kedua jaringan, menyuruh teman-temannya pergi. 

"Aku ke toilet dulu," pamit seorang gadis.

"Aku ikut," ujar salah satunya. Mereka semua beranjak meninggalkan Fakhra dan pemuda itu bersama.

"Aku tahu itu semua modus 'kan?" Fakhra yang tidak suka segera berdiri. Laki-laki itu meraih tangan Fakhra.

"Sudah sejak lama aku mencintaimu. Kita pacaran yuk."

"Jangan percaya sama si kucing garong," sahut pemuda yang duduk di belakang Fahra. Fahra menoleh, mengamati pemuda yang seakan tidak asing bagi Fahra.

"Siapa kamu?!" Pemuda yang baru saja menyatakan perasaannya kepada Fahra kesal. 

"Aku Gibran. Gibran. Kurang jelas, Gibran." Pemuda bernama Gibran itu memancing emosi.

"Rehan. Jangan dihiraukan orang seperti dia." Fahra, menahan dada Rehan. Rehan menatap Fahra. 

"Kita pergi dari sini." Fahra menarik tangan Rehan. "Dasar rempong," kata itu keluar dari mulut Fahra untuk Gibran. Gibran tersenyum dan minum.

Rehan sangat senang ketika Fahra menggandeng tangannya. Menatap Fahra dari belakang dan penuh makna. Dia melangkah dan berjalan di samping Fahra, kemudian merangkul bahu Fahra. Fahra terkejut, langkahnya melambat dan matanya memandang Rehan.

"Jangan seperti ini aku tidak suka."

"Kamu itu apa-apa tidak suka ya?!" Rehan berkata dengan suara meninggi. 

'Aku dalam bahaya,' batin Fahra yang kemudian menginjak kaki Rehan dengan sekuat tenaga. 

Melihat pemuda naik ke motor yang lalu memakai helm, Fahra naik di boncengannya.

"Ayo cepat cepat cepat!" Fahra menepuk bahu pemuda itu.

"Aku bukan ojek." Ternyata dia Gibran.

"Please kali ini bantu aku." Fahra memohon. Gibran tidak mengatakan apapun dan segera melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. 

"Woiii!" Fahra yang merasa jantungnya akan copot. Terpaksa memeluk Gibran.

Ngikkk!

Gibran menghentikan motornya di atas jembatan.

"Kamu ini wanita murahan atau apa?" tanya Gibran membuat Fahra sangat sedih. 

"Tidak usah berkata seperti itu jika tidak ingin menolongku!" Fahra turun dari motor itu, dengan menahan tangis dia berjalan cepat. 

Ngeng! 

Gibran melajukan motornya tanpa memperdulikan nya. 

"Teganya ... ditinggal sendiri. Tidak punya hati. Padahal aku percaya dia adalah orang yang baik. Mana juga ini orangnya Mas Fatih. Heh ... jadi ingin nangis kan! Malah bicara sendiri pula," gumam Fahra. 

Fahra memutuskan untuk menikmati pemandangan sejenak di jembatan itu. Dia menghubungi Fariha saudara kembarnya. Namun panggilannya tidak terjawab. 

"Kamu tidak bisa lari dariku Fahra?! Sudah sejak lama aku menginginkan kamu." Tiba-tiba Rehan hadir, dia datang bersama empat orang. Fahra terkepung. 

'Ya Allah tidak menduga. Kenapa di saat aku terkena masalahku sendiri aku tidak dapat petunjuk. Tapi kalau orang terdekat pasti sudah ada isyarat buruk yang muncul dibenakku. Bagaimana cara mengecoh mereka. Orangnya Mas Fatih itu juga mana sih?!'

"Sini Fahra. Kamu sudah tersudut, jadi ... kamu tidak bisa lari dari kami," ujar Rehan yang mendekat dan yang lain tertawa.

"Pokok gantian ya Bos, ini nanti!" seru salah satunya dengan wajah mesumnya.

Dengan cepat Fahra menghentakkan dengkulnya ke barang kepunyaan Rehan. 

"Aaa!!!" Rehan sangat kesakitan. Kedua pemuda menolong Rehan.

"Tolong ...." teriak Fahra untuk pengendara lain. Salah satunya segera menutup mulut Fahra. 

Jek!

Fahra menginjak kaki laki-laki yang menutup mulutnya.

"Ohhh!"

Fahra segera berlari, kedua laki-laki sedang mengejarnya.

Ngikkk! 

Brokkk!

Gibran datang melempar helm ke salah satu pemuda yang mengejar Fahra. Gibran turun dari motor gedenya, tersenyum kepada Fahra menunjukkan ketampanannya.

"Hi ... sok cool." Fahra melihat mobil berhenti. "Kemana saja sekalian?! Aku laporin nanti."

"Salah siapa! Nomer neng ganti nggak bilang. Kami kehilangan jejaklah."

"Aku nggak butuh penjelasan, sekarang bantu tuh!" Fahra menunjuk Gibran yang sedang mengeluarkan beberapa jurus.

Bugh! 

Fahra melihat Gibran yang sangat lihai berkelahi. Melihat gerakan Gibran yang cepat saat menyerang. Kedua Bodyguard Fatih menggantikan Gibran. Ya, ternyata Fahra adalah adik dari perusahaan CT grup. Gadis cantik dan terkenal kaya raya.

Dengan gaya sok keren nya Gibran membersihkan telapak tangannya, sambil menaikkan alis. Fahra merasa ilfil dengan pemuda itu. Gadis cantik ini membuang wajahnya ke arah kiri kemudian menggerakkan bibirnya, pertanda tidak suka.

"Cie ... bilang saja terpesona." Gibran mengatakan itu sambil mengambil helmnya.

"Hi ...." Fahra menaikkan bahunya.

"Jangan hihi ... nanti kamu suka beneran sama aku kan repot. Ganti nih." Gibran menunjukkan helmnya yang retak.

"Iya, iya besok jangan sekarang." Fahra terlihat malas dan tidak berani menatap pemuda itu.

"Gantinya aku mengantarmu pulang, minta nomer WhatsApp mu, bukan membelikan helm baru untukku." Gibran berbicara dengan sangat mudah. Fahra yang mendengar itu hanya nyengir heran.

Ngeng!

Bhemmm!

"Cepat naik!" Gibran sudah mengegas-ngegas motornya.

"Kamu modus 'kan, agar tahu alamat rumahku?" tanya Fahra yang baru itu menatap mata Gibran.

"Kok tahu sih, kok pinter banget sih. Ya jelas lah ... tetapi aku sudah tahu rumahmu, rumah keluarga CT grup, dan ini modusku untuk dapat mengantar adiknya Tuan Fatih." Gibran menjawabnya dengan penuh semangat. Fahra merasa semakin aneh dengan pemuda yang berada di depannya itu.

"Kenapa ingin mengantarku?" tanya Fahra sambil melipat kedua tanganya.

"Agar mudah melamarmu!" jawab Gibran refleks membuat Fahra menatapnya. Fahra ternganga.

"Hahaha. Bercanda, naik gih!" pinta Gibran. Fahra terpaksa karena Gibran sudah menolongnya.

"Pak Supri aku sama dia!" teriak Fahra ke salah satu Bodyguard. Fahra naik, dia merasa canggung. "Kamu sebenarnya siapa sih?"

"Aku Gibran. G I B R A N." Gibran memberikan helm lain. "Nih, pakai. Kamu adalah amanah, jadi aku harus membawamu pulang dengan selamat." 

Fahra merasa aneh dengan semua perkataan Gibran yang ceplas-ceplos. Fahra memakai helm. Fahra tersenyum dan Gibran melihat itu dari spion. "Cie ... tersenyum, aku manis ya?" goda Gibran. 

Cuit!

"Au ... tlaktir!" protes Gibran setelah dicubit tangannya oleh Fahra.

"Baik. Aku akan mentlaktirmu sepuasnya. Tapi antar aku pas jam 9." 

Ngenggg! 

Fahra hampir terjungkal ketika Gibran menarik gas motornya melaju. Dia refleks menarik baju Gibran sampai kancing bajunya terlepas. 

"Kamu mau membunuhku?!" teriak Fahra.

"Kamu mau memperkaosku?!" tanya balik Gibran. Fahra terlihat sangat kesal. "Pegangan yang erat agar tidak terjungkal lagi!"

"Lebih baik aku berpegangan di besi belakang, daripada pegangan sama kamu." 

"Oke ...!" Gibran dengan jahilnya menarik gas motornya melaju secelat kilat. Di situ mau tidak mau dengan rasa canggung Fahra akan memeluknya namun tidak jadi. 

"Aku tidak mau dibilang murahan lagi!" ujar Fahra. Gibran melajukan motor dengan kecepatan sedang. 

"Maafkan aku. Jadi dinner kan?" pertanyaan Gibran membuat Fahra melotot. 

 "Apa katamu, dinner?!" tanya Fahra yang mencondongkan wajahnya ke depan. Mendekatkan telinganya ke telinga Gibran.

"Modus ingin dekat-dekat iya kan? Bilang saja, aku wangi dan mempesona, iya kan?" Gibran terus bertanya dan menggoda Fahra.

"Kamu ini benar-benar tidak nyambung ya!" Fahra terlihat sangat kesal dengan semua perkataan Gibran.

"Aku tidak butuh pelantara untuk menyambung perkataaku. Aku hanya butuh. Aku dan kamu untuk menyambung menjadi satu." Gibran melihat ekspresi wajah Fahra dari spion motornya.

"Bilang saja dalam hatimu kamu sangat bahagia kan?! Jarang-jarang lho ... aku mau membonceng gadis."

"Jika kamu tidak menyelamatkanku. Mana mungkin aku mau," jawab Fahra. "Menolong dengan ikhlas itu tidak meminta imbalan sama sekali." 

"Setelah menolong seseorang dan dalam hati ada uneg-uneg mending aku sampaikan saja. Keinginanku. Kamu biasa makan warung di pinggir jalan tidak?! Secara kamu kan adiknya  pemilik perusahaan CT grup. Nanti makan sembarangan, di pinggir jalan, sakit perut, 'kan jadi repot," ujar Gibran.

"Aku sama sekali tidak masalah makan, makanan pedagang kaki lima atau warung di pinggiran jalan perutku menerima kok."

"Oke. Ayo kita buktikan." Gibran menghentikan motornya, di warung mie ayam di pinggir jalan. Fahra turun,  Gibran juga turun. Fahra terlihat kesusahan melepas helmnya.

"Modus kan ... biar dibantu?" Perkataan Gibran membuat Fahra menolak bantuannya.

"Aku bisa sendiri!" Dia memalingkan wajahnya berusaha melepaskan. Gibran tersenyum menatapnya.

"Sudah ... nggak usah gengsi, sini aku bantu." Gibran menaikan dagu Fahra ke hadapanya. Dia sedikit merunduk, kemudian Fahra dengan perasaan yang aneh menaikkan wajah tidak berani menatap Gibran. 

Tokkk!

"Ah ...!" teriak Fahra merasakan sakit di tenggorokan nya. Karena ulah kejahilan Gibran yang  menyentil leher Fahra. Fahra melirik kesal. 

"Maaf ...." Gibran tersenyum puas, Fahra dengan segera menarik kursi. Duduk dengan diam tanpa kata. Gibran mengamatinya saat memesan. Fahra masih menyentuh lehernya. Gibran segara menghampiri Fahra.

"Apa sakit banget?" Gibran menarik kursi di depan Fahra.

"Sudah tahu pakai nanya!" jawab Fahra sangat ketus. 

"Aku kan sudah minta maaf. Baiklah ... aku yang nlaktir." Gibran menatapnya dengan menumpangkan wajah di atas kedua telapak tangannya, yang berada di meja.

"Jujur, aku tidak mengenal kamu. Kamu ini siapa sih?!" 

"Aku satu kampus denganmu."

"Oh ... kamu cowok yang sok keren biasanya itu? Yang suka memakai earphone. Iya ... kan. Jujur aku baru mengamati wajahmu kali ini." Fahra menatapnya, kontak mata terjadi.

"Ah bohong kan kamu. Bilang saja kamu pura-pura lupa, bilang saja dari kejauhan. Hap."

Fahra yang kesal menutup mulut Gibran dengan tahu Asin yang berada di meja. Gibran mengunyah nya sambil terus mengamati wajah Fahra yang sangat cantik ketika terpancar cahaya lampu yang kuning.