"APA?!"
"Hei, suara kalian terlalu berisik para gadis!" tegur salah seorang wanita paruh baya yang baru saja lewat, para gadis-gadis muda tampak meminta maaf atas perbuataan mereka barusan.
"Hadeh, memang gadis-gadis jaman sekarang tidak bisa mengerti tata Krama. Seharusnya mereka tahu, bahwa seorang gadis tidak boleh berteriak seperti itu. Memalukan."
Para gadis-gadis langsung kembali menatap Palixena dengan menuntut. "Yang kau katakan tadi, benarkah?" Palixena memutar bola matanya malas sebelum akhirnya mengangguk kembali. "Benar, dan aku tidak akan bohong menceritakan hal ini."
Mereka semua langsung menutup mulut tidak percaya, sampai akhirnya berteriak secara histeris lagi. "AAAAAAAAAA"
"KAU DENGGAR, PALIXENA YANG TERLIHAT KAKU BAHKAN MENDAPATKAN KEROMANTISAN SEPERTI ITU!"
"BENAR, BENAR, BENAR! PALIXENA MEMANG BERUNTUNG!"
"AKU IRI SEKALI PADANYA!"
"AAAA BUKANKAH ITU ROMANTIS, DIA BERKATA DENGAN KATA-KATA MANIS YANG MEMABUKKAN JIWA PARA GADIS!"
Palixena mengernyitkan dahi heran melihat reaksi tersebut. "Dasar gila, kalian menganggap kata-kata Raja itu sesuatu yang romantis?" Para gadis tampak terdiam, lalu menatapnya sedih, "Palixena yang malang, kau terlalu sibuk mengeraskan otot sehingga lupa sama hal-hal yang terlihat indah."
Salah seorang gadis tampak mendekatinya dan merangkul bahu Palixena. "Denggar sini, ketika seorang lelaki mendekati dirimu dan mengatakan dia tertarik pada dirimu atau bahkan ia akan menaruh perhatian penuh pada dirimu, itu berarti dia telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada kamu. Itu romantis tau!"
"Benar, kau tahu, kemarin aku mendapatkan kata-kata romantis juga dari seorang Ksatria sewaktu aku sedang merajut. Dia datang bersama teman-temannya, sangat lucu sekali, aku bahkan tidak bisa membalas kata-katanya sangking terkejutnya!" timpal salah seorang gadis disebelahnya. "Tunggu, apakah yang kau maksud Ksatria Neil yang terkenal itu?"
"Iya! Mangkanya aku terkejut, sebelumnya dia memandangku dari bawah sampai atas sebelum mengatakan hal itu!" Para gadis lalu menutup mulut mereka histeris. "Oh astaga, kenapa kalian mendapatkan keromantisan seperti itu. Aku juga kan mau!"
Palixena tampak menatap mereka semua aneh sebelum berkata, "Bukankah itu pelecehan?"
"Hah?" Secara kompak mereka menatapnya binggung. "Pelecahan kau bilang?"
"Tunggu, apa maksudmu? Mereka kan tidak menyentuh kita, kenapa kau menyebut itu sebagai pelecehan?"
"Benar! Pelecehan itu kan kalo mereka menyentuh kita tanpa ijin, lagian kita telah berpakaian tertutup. Jadi itu bukan pelecehan, karena kita tidak berpakaian mengundang nafsu lelaki!" Mereka mengangguk secara bersamaan. Palixena menghela nafas gusar, "Ah dasar kalian. Apa kalian kira pelecehan hanya sebatas menyentuh tanpa ijin? Pelecehan itu bisa banyak hal! Dan yang ku alami barusan itu sama juga dengan pelecehan, karena dia memandangku dengan nafsu!"
Mereka tampak menatap tanda tanya kearah Palixena kembali. "Pelecehan bagaimanasih? Kau itu tahu makna Pelecehan, tidak sih?!" tanya salah seorang gadis dengan kesal. "Palixena, kau harusnya tahu perbedaan Pelecahan dan romantis. Apa kau-"
"Ah, sudahlah berbicara dengan kalian tidak ada gunanya, tenggelam saja sana sama keromantisan pelecehan sampai gila!" bentak Palixena sebelum segera berdiri dari sofa dan berjalan menuju kamarnya berada. Para gadis tampak saling memandang dengan kebinggungan.
"Palixena itu kenapa ya?"
"Ah sudahlah, dia kan memang gitu."
"Benar, rumornya kan dia selalu memandang para lelaki rendah. Mangkanya dia bersikap seperti itu."
"Huh, dia selalu seperti itu, bagaimana tidak para lelaki selalu menjauhinya kalo perilakunya saja sekasar itu. Sudah untung ada yang suka padanya, dasar aneh."
— BRAK
Palixena tampak berjalan kearah cermin di kamarnya untuk mendapati dirinya yang begitu indah ada disana. Sejak kecil, setelah kematian Ibunya ia selalu mendapatkan tatapan buas dari berbagai arah.
Itu semua karena penampilannya yang dikatakan sangat indah dan berbahaya untuk dilihat banyak lelaki. Palixena memiliki rambut lurus setengah keriting yang bewarna putih, dengan mata biru laut yang diturunkan Ibunya. Karena penampilan inilah, Palixena kecil hidup penuh tekanan karena tatapan mereka yang tiada hentinya.
Tetapi, dari sekian banyaknya tatapan buas yang tertuju untuknya, hanya Ayahnya sajalah yang memandangnya sebagai perempuan berbakat karena berhasil menguasai tahap satu [Dasar Utama Spiritual Haea] di usianya yang menginjak 7 tahun.
"Kau mungkin akan menjadi perempuan berbakat pertama di masa depan." Itu adalah kata-katanya seusai menemuinya sewaktu ia kecil di ruang perpustakaan.
Baginya yang saat itu menerima perilaku tidak pantas dari semua orang, merasa bahagia kembali setelah sekian lama, karena ada satu orang lelaki di dunia ini yang memandangnya seperti biasa. Untuk itulah, Palixena kecil selalu mencari tahu tentang Ayahnya, dari makanan favoritnya, hobinya, apa yang ia suka, hingga fakta bahwa ia adalah Pahlawan Setengah Dewa terkuat nomor dua di Dinavia yang memiliki kemampuan berpedang sangat hebat.
Palixena yang semakin kagum akan kehebatan Ayahnya, memutuskan untuk mengikuti jalannya, yaitu dengan menjadi Ahli Pedang Wanita pertama di Dinavia. Ambisi yang tinggi membawanya hingga di titik saat ini.
Kini Palixena mengusap poni keritingnya kebelakang, mata biru lautnya menatap dingin dirinya di cermin. "Palixena, semua lelaki memang bajingan kecuali Ayah."
— SRUPP
"Begitukah .., kau pasti terluka karena hal itu. Maafkan Bibi yang tidak ada untuk menemani dirimu, Palixena." Palixena meletakkan tehnya dan tersenyum lembut memandang wanita paruh baya dihadapannya. "Tidak apa-apa Bi, lagian ini bukan kali pertama kan? Hahaha!"
Bibinya memandang cemas kearah Palixena. "Palixena ku, sebentar lagi kan adalah upacara Kedewasaan milikmu. Kau harus lebih berhati-hati lagi ya, kepada para lelaki diluar sana."
"Kenapa harus hati-hati? Di dunia ini tidak ada lelaki manapun yang berani mengusik [Berkah Suci Haea Yang Indah] ini," balas Palixena sombong. "Aku punya Ayah dibelakang, kalo ada yang berani mengusik diriku, aku akan mengadu padanya, dia pasti akan membereskan dengan cepat! Bibi tidak perlu khawatir!"
Bibinya menghela nafas gusar. "Tetapi, kali ini berbeda kan? Kau kini diperhatikan oleh Pahlawan lainnya, dimana ia memiliki hubungan baik dengan Ayah Palixena."
Palixena yang semula sombong tampak terdiam sejenak. " .. Bibi benar, aku akan lebih berhati-hati lagi untuk kedepannya." Bibinya tersenyum dan mengusap tangan kanan Palixena dengan lembut. "Bibi harap kau selalu dilindungi oleh para Dewa."
Palixena tampak terdiam mendengar perkataan Bibinya barusan, sebelum akhirnya kembali bersuara. "Bibi, kau berharap apa pada perlindungannya?"
"Palixena .. ?"
"Di dunia ini, bahkan Ibu yang selalu taat berdoa padanya, tidak dilindungi hingga akhir hayatnya. Bibi tidak perlu segitunya mengharapkan mereka, toh mereka sama saja dengan kita." Palixena mengangkat tehnya untuk diminum. "Bibi tidak ingat, Para Pahlawan lahir atas pemerkosaan yang dilakukan mereka demi kedamaian Dinavia?"
"Palixena!" Bibinya segera meraih teh yang hendak diminum Palixena, sehingga beberapa air tumpah dan mengenai kulit Palixena beserta Bibinya. "Bibi, sejak hari aku kehilangan Ibuku dan kehilangan kepercayaan dengan para lelaki diluar sana."
"Saat itulah, aku berhenti berdoa pada mereka demi hidup yang ku jalani." Mata biru laut Palixena kini menatap Bibinya dingin.
"Di dunia ini, aku tidak percaya pada siapapun kecuali pada Ayah,
... Bibiku."