Chereads / Adolescence / Chapter 6 - Bab 5

Chapter 6 - Bab 5

"Oh ya Sha, lo nggak punya paket data ya?"

"Kenapa emang? gue pakai WiFi kok."

"Terus kenapa chat gue nggak lo bales?"

Aku sangat panik mendengar pertanyaan Andra barusan.

"Oh sorry Ndra HP gue selalu buat mainan Adik gue, terus sepertinya kepencet hapus sih, soalnya dia juga suka nonton WhatsApp di HP gue," jelasku berharap supaya Andra percaya.

"Adik lo kelas berapa emang?"

"SMP."

"Sifatnya kaya anak TK aja ya, masa ngehapusin chat orang."

Seketika panik lagi, bingung apa yang harus ku jawab saat ini.

"Udah, nggak usah tegang gitu mukannya. Gue ngerti kok lo kan orangnya kaya."

"Kaya apa?"

"Kaya Mysha Carelya."

Andra, dia tersenyum manis dan kini menatapku. Kami saling bertatapan, mataku kini langsung ku arahkan ke tempat lain. Aku berniat untuk segera pergi dari tempat ini.

"Ndra gue turun dulu ya."

"Hati-hati Sha."

Aku turun melewati bebatuan yang di lewati saat naik tadi. Melihat guru kimia itu keluar dari ruang kelasku. Kini aku berjalan menuju ruang kelasku untuk belajar pelajaran matematika, kesukaanku.

"MTK belum mulai nih Re?"

"Tau, dari mana aja Lo tadi? pasti BK lagi nih pulang sekolah."

Aku tidak menjawab pertanyaan Rere tadi, langsung membuka buku Matematika. Kelas pun akhirnya dimulai.

"Kringgg!!!" bel pulang sekolah.

"Akhirnya pulang juga, yuk Sha pulang bareng gue kan?"

"Nggak gue mau pulang bareng," ucapku yang belum selesai langsung dipotong Rere.

"Andra? Sumpah ya Lo nggak bisa di nasehatin."

"Nggak, gue mau ke rumah Baskara habis ini."

"Oh yaudah, sendiri lagi nih gue."

"Krisna?"

"Sibuk dia, yaudah gue pulang dulu Sha."

"Hati-hati Re."

Aku berjalan menuju kelas 11 IPS 1, kelas Baskara. Dia terlihat jauh dari pintu ruang kelasnya. Aku tidak memanggilnya, tapi dia tersadar bahwa ada aku di dekat pintu ruang kelasnya. Dia menghampiriku.

"Pulang bareng?"

"Iya Bas, gue mau ke rumah lo, kangen sama Nenek."

"Yaudah tunggu sebentar."

Baskara masuk ke dalam kelasnya, dia berbicara dengan gengnya, Aku melihat Krisna juga disitu yang tadi Rere bilang sibuk. Aku berpikir mungkin mereka ada pertandingan saat ini. Aku tidak ingin mengganggu Baskara dan membatalkan untuk pergi ke rumahnya.

Kakiku melangkah menuju tempat Baskara.

"Bas, kalau lo sibuk nggak papa, gue bisa lain waktu kok."

"Nggak Sha gue nggak sibuk, yuk pulang."

"Beneran?"

"Iya bener, yaudah gais gue duluan ya, ketemu besok."

Baskara melambaikan tangan kepada temanya dan mendorongku untuk terus keluar dan pulang.

Ditengah perjalananku dan Baskara, ada Bu Tutik yang memanggilku dari arah ruang BK.

"Mysha, ini surat untuk orang tuamu. Tolong berikan padanya."

Aku hanya mengangguk dan meninggalkan tempat itu sambil menyeret tangan Baskara.

"Lo kenapa sih, sakit nih tangan gue main seret aja."

"Sorry sorry Bas."

"Surat apasih?"

Surat itu langsung di ambil Baskara begitu saja, padahal tanganku ini sudah sangat kuat memegangnya.

Baskara membaca surat itu, dia terlihat marah padaku. Tapi anehnya, dia tak berbicara apapun padaku.

Saat perjalanan pulang pun kami tanpa suara di motor itu.

Aku melihat Nenek sedang menyapu halaman rumahnya.

"Hai Nek, lama nggak ketemu. Mysha kangen."

"Eh sayang, Nenek juga. Ayo masuk sini."

Aku masuk rumah Baskara bersama Nenek. Tapi anak itu entah kemana perginya. Nenek memperlihatkan album foto keluarga Baskara saat dia masih kecil, saat keluarganya masih utuh. Aku memperhatikan satu demi satu. Disana juga terdapat Fotoku dan Baskara waktu masih kecil.

"Dulu hidup Baskara sangat bahagia, tapi sekarang Nenek tidak terlalu tau bagaimana hidupnya sekarang. Nenek titip Baskara sama kamu ya sayang, kamu yang bisa selalu dekat sama dia," ucap Nenek.

"Iya Nek."

Aku melihat Foto-foto dulu saat aku dan Baskara masih kecil, sepertinya dia sangat bahagia. Tapi aku juga tidak tau bagaimana sekarang. Tak terasa air mataku ini jatuh begitu saja. Ingin rasanya memeluk anak itu dan bicara bahwa masih banyak yang peduli kepadanya, tapi aku sendiri sudah terlalu lama tidak memahami perasaannya.

"Dimana Baskara Nek?"

"Biasa, kalau dirumah dia selalu di kamarnya. Jarang sekali keluar."

Aku bergegas menuju ke kamar Baskara.

"Baskara, boleh gue masuk?"

"Masuk aja, nggak gue kunci kamarnya."

"Lagi ngapain Lo?"

"Mikirin masa depan lo."

"Emang gue kenapa?"

"Dasar ya lo, perkataan orang kaya nggak punya dosa aja lo. Sha lo ngapain sih pakai acara bolos pelajaran, lo nggak kasian apa orang tua lo yang udah kerja susah payah buat bayar sekolah lo?"

"Gue cuma."

"Cuma Apa? Sha lo tinggal nurutin permintaan orang tua lo apa susahnya sih?!"

"Baskara, Lo nggak tau aja gimana rasanya jadi gue, yang setiap hari melihat mama gue nangis gara-gara papa gue, pusing kepala gue Bas. Udah gitu gue harus nurutin kata Papa gue, ogah banget."

"Sha Papa Mama lo nglakuin itu pasti ada sebabnya, sekarang lo tinggal nurutin mereka aja, belajar yang bener biar mereka bangga. Kalau lo diomelin juga pasti biar Lo jadi anak yang bener Sha!"

"Gue lagi nggak pengen debat sama Lo Bas."

"Gue juga nggak mau Sha, tapi lo liat nih gue. Gue udah nggak ada orang yang ngomelin gue. Gue hidup sendiri sekarang, cuma Nenek yang ada di kehidupan gue. Tapi bagaimana caranya gue mau sekolah yang bener agar nanti masa depan gue cerah Sha. Lo nggak mikir sampai situ ya."

"Iya."

Jawabku sangat singkat. Entah kenapa tiba-tiba anak ini menjadi seperti itu, sok menasehati. Tapi betul juga ucapan Baskara tadi.

"Lo bolos sama siapa tadi?" tanya Baskara.

"Sama Andra, oh iya Bas gue mau cerita, kenapa ya gue kalau ada di dekat Andra rasanya tenang, senang."

"Lo suka mungkin sama dia."

"Masa sih Bas, tapi pasti saat di dekatnya itu, jantungku berdetak nggak karuan."

"Ya itu Lo berarti suka sama dia, gue aja gitu."

"Lo ngrasain gitu juga Bas? Sama siapa cerita dong."

"Masa Lo nggak tau sih Sha."

"Enggak, Siapa sih?"

"Nanti Lo juga tau kok, udah sekarang gue mau mandi dulu."

"Yaudah sana."

Baskara pergi meninggalkanku sendiri di kamarnya. Aku masih berpikir siapa cewek yang selama ini Baskara suka, memang sih anak itu banyak di dekati cewek, tapi setahuku dia tidak suka dengan cewek yang mendekatinya.

Wajah Andra yang tadi pagi tersenyum selalu ada di pikiranku. Apakah benar kata Baskara, aku menyukainya.

Baskara baru saja selesai mandi. Dia menggunakan hodie hitam yang menyadarkan ku bahwa Andra juga biasa pakai Hodie warna hitam.

"Baskara, gue harus gimana nih. Masa iya gue suka sama Andra, dia sebaliknya juga nggak sih?"

"kok tanya gue, ya nggak tau lah."

"Kata Rere, lo musuhan sama Andra? kok nggak pernah cerita sih, masalah apa sih Bas?"