"Bagas, kamu mau kemana?" Teriak Vina mengikut langkah pria itu yang kalah cepat dengannya.
"Bagas, tunggu saya!" Langkah Vina tertinggal oleh Bagas sebab dirinya harus berhati-hati dengan luka yang ada dibawah telapak kakinya.
Seketika langkah OB itu terhenti oleh seseorang pria berjas hitam datang kerumah Vina.
"Alex? Ngapain kamu disini?" Tanya Vina pada pria yang membawakan bunga untuknya itu.
"Hai, Vina. Apa kabar? Ini bunga untuk kamu."
Sontak Vina langsung menepis buket bunga dari pria berdarah bule itu hingga jatuh ke lantai. "Kenapa lagi sih, datang kerumahku!? Urat malunya udah putus kali ya. Sudah jelas-jelas nyakitin, masih aja berani menampakkan wajah didepanku! Kalau aku jadi kamu, sudah ku tutup muka pakai karung beras, malu banget!" Sengit Vina dengan sebelah tangan bertolak pinggang.
Respon kasar Vina tehadap pria yang datang menggunakan mobil sport hitam metalic itu membuat Bagas tercengang melihatnya. "Wah, bisa galak juga tuh cewek. Tapi, kalau sama aku, kenapa dia baik banget." Gumam Bagas menggaruk-garuk kepalanya.
Pertengkaran Vina dan Alex malah menjadi tontonan bagi Bagas. Sejenak ia terdiam disamping pilar besar, memperhatikan bos dengan pria bule itu saling berbicara dengan nada tinggi.
"Vina aku mencintai kamu. Akan aku usahakan apapun itu caranya supaya kamu mau menerima aku. Apa yang kurang dari diri aku. Kamu tahu sendiri kalau aku punya segalanya. Jika kamu menikah dengan aku, kamu akan semakin kaya memiliki dua perusahaan, Vina." Ucap Alex penuh percaya diri dihadapan Vina.
"Aku sudah tidak percaya sama kamu, dan kekayaanmu itu tidak penting bagiku. Aku sudah sangat bersyukur dengan apa yang aku punya saat ini. Bukan lelaki seperti kamu yang pantas menjadi pendamping hidupku. Kaya sih, tapi suka gonta-ganti perempuan sama aja tidak ada harga dirinya!" Ketus Vina tanpa memfilter setiap kata yang diucapkannya.
.
.
.
Apa yang sedang terjadi persis didepan matanya itu sontak menjadi peluang baginya. "Oh jadi ini mantan Vina." Gumamnya.
Sementara keadaan memanas pertengkaran Vina dengan bule itu, Bagas pun melangkah mengendap-endap untuk pergi dari rumah Vina. Namun, kepergiannya itu meskipun secara diam-diam, Vina sempat melihat langkah pria yang gagal dicegahnya pergi. "Ada apa sih dengan Bagas? Kenapa semenjak dia datang kerumahku sikapnya menjadi aneh?" Gumam Vina dalam hati sembari celingukan.
"Apa yang sedang kamu cari Vina?" Mengikuti gerak-gerik kepala Vina. "Tidak ada siapa-siapa tuh. Oh, atau kamu cari lelaki yang tadi disini? Siapa sih dia? Tukang service AC atau asisten rumah tangga kamu?" Tanya Alex seolah merendahkan diri Bagas, karena sempat melihat seragam layaknya tukang service yang Bagas kenakan saat mereka berpapasan.
"Jaga ucapan kamu ya bule songong! Dia adalah karyawan saya. Emm, aku sih gak heran ya. Memang songongnya kamu dari dulu gak pernah hilang. Untung saja, Tuhan membuka lebar mataku untuk meninggalkan pria seperti kamu. Sudah sana pergi! Karena kamu juga, urusanku terbengkalai!" dengna sengaja Vina mendorong tubuh tegal Alex seakan memintanya pergi.
Tiada hentinya sengitan dari mulut Vina untuk Alex, pria yang sangat ia benci dan menimbulkan trauma karena pernah melukai hatinya.
***
Alexander hendaka octavio. Seorang pria berdarah jerman ini merupakan anak dari seorang pengusaha perhiasan. Karena anak semata wayang, Alex menggunakan kekayaan orang tuanya untuk kesenangan akan hidupnya sendiri dengan mengelabuhi banyak wanita termasuk Vina.
Vina dan Alex pernah menjalin saat Alex ikut serta dengan orang tuanya saat acara perkumpulan pengusaha di Surabaya. Saat itulah Alex jatuh cinta dengan Vina.
Namun, hubungan mereka tidak berlangsung lama semenjak Vina mengetahui jika Alex ini bukanlah pria yang baik-baik.
Alex suka bergonta-ganti wanita dengan iming-iming keroyalannya. Padahal yang ia gunakan adalah harta dari orang tuanya.
Saat itu Vina memergoki Alex berjalan dengan seorang tante-tante masuk ke salah satu kamar di hotel tempat Vina bersama teman-temannya mengadakan reoni. Mengatahui kekasihnya selingkuh, Vinapun langsung menghampiri mereka dan mendaratkan tamparan keras ke pipi Alex.
Plakk....
"Brengsek ya lo! bisa-bisanya permainin gue! Mulai sekarang kita PUTUS dan jangan pernah muncul di depan mata gue!"
Tamparan keras, disertai kata PUTUS dengan penuh rasa emosi keluar dari mulut Vina secara lantang seakan mengakhiri hubungannya dengan pria bejat seperti Alex. Namun pada saat itu respon Alex yang sedang mabuk biasa saja. Malah ia mempertahankan tante-tante yang saat itu bersamanya.
"Vina, kamu memang kalah cantik dari dia." memuji tante yang sedari tadi dirangkulnya.
"Terserah lo! puas-puasin sama tante-tante genit ini!"
Semenjak itulah Vina sangat susah untuk membuka hati apalagi menerima hati seorang lelaki manapun yang ingin mempersunting dirinya.
***
Brakk....
Dibantingnya pintu kayu kokoh oleh Vina dan meninggalkan Alex tetap berada diteras luar.
"Ada keributan apa nak diluar? Kamu bertengkar dengan karyawanmu itu?" tanya Atika, mami Vina yang sempat mendengar keribuatan dari teras rumahnya.
"Ah itu mi, si Alex. Mami ingat kan, lelaki songong yang pernah permainkan hati aku dulu?" jawab Vina mendengus kesal
Atika mengangguk seraya mengenal lelaki yang di maksud oleh anaknya. "Iya mami masih ingat. Alex anak kerabat bisnis ayah kamu kan?"
"Iya mi, tiba-tiba tuh orang gak tau malu datang lagi kesini." Gerutu Vina seolah teringat perselingkuhan yang menumpa dirinya meskipun susah berlalu dua tahun yang lalu.
"Sudahlah Vina, kamu jangan terpuruk akan masa lalu. Sampai kapan kamu akan seperti ini. Setiap pria yang datang, berniat baik untuk menikahi kamu, kamu tolak dan kamu usir begitu saja. Ingat, usia kamu sudah tiga puluh lima. Jika mami sudah tiada, siapa yang akan menjaga kamu?" Ucap sang mami mengingatkan putri semata wayangnya yang sudah tidak lagi muda.
"Ah mami ngomong apaan sih. Vina akan selalu temani mami. Jodoh gak kemana mi, lagi pula aku juga sedang fokus ingin membuka cabang perusahaan kita." Jawab Vina lantas pergi begitu saja karena merasa jenuh dengan petuah maminya perihal jodoh yang membuat cengang ditelinga.
***
Rasa kesal akibat kedatangan sang mantan pacar membuat Vina dongkol teringat luka lamanya. Akan tetapi ia menangkap sedikit petuah baik dari sang mami jika dirinya memang harus segera menikah di usia yang tidak lagi muda itu.
"Huft, benar apa kata mami. Sampai kapan aku seperti ini? Sampai kapan aku terus menutup pintu hati dengan menolak lelaki yang berusaha membukanya." Gumam vina dipertengah malam seraya kedua matanya menatap kearah langit-langit kamarnya.
Bosan terus berbaring, lalu ia bangkit dari ranjang tidurnya lalu berjalan menuju arah jendela dan membukanya secara lebar-lebar. Terasa hembusan angin malam menerpa helaian rambut Vina hingga menimpa sebagian wajahnya.
Sepi selalu menghampiri Vina saat jelang malam. Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya merindukan sosok lelaki dalam hidupnya. "Jika ayah masih ada ataupun papi masih ada, aku tidak akan kesepian seperti ini. Mungkin rumah ini akan ramai dengan canda tawa mami dan ayah. Apa iya, ini mwnandakan aku ingin menikah. Rumah kok isinya perempuan semua. Hanya pak Amin satpam pria satu-satunya dirumah ini."
Berteman dengan malam sunyi yang sepi, terlintas di fikiran Vina tentang Bagas yang tiba-tiba pergi dari rumahnya. Perilaku pria OB itu masih menjadi tanda tanya dalam benak fikirannya.
"Etis gak sih, kalau besok saat dikantor aku tanya perihal tadi kepada Bagas? Ya, aku tahu memang hak dia untuk pergi atau tidak. Tetapi aku penasaran saat datang kerumahku raut wajahnya sudah berbeda dari saat kita dimobil saat perjalanan kesini." Pikir keras Vina
Hembusan angin malam semakin kencang masuk kedalam kamar Vina ditambah pula oleh dinginnya AC yang menyala menembus hingga ketulang wanita berpakaian piyama itu siap untuk beristirahat.
Di bawah langit gelap yang sama-sama berterang rembulan,hal serupa pula dilakukan oleh Bagas saat ia akan beristirahat malam. Bagas menjadi susah untuk memejamkan matanya teringat akan kejadian dirumah Vina.
"Laki-laki tadi padahal pria kaya, ganteng, tajir pula. Kenapa Vina tidak mau? Inilah yang menjadi hal tersulit untuk masuk kedalam hidup itu cewek. Sementara sainganku adalah para pria yang mempunyi kedudukan atau pembisnis yang satu level dengan dia." Gumam Bagas mengacak-ngacak rambutnya seraya bingung memikirkan cara yang tepat untuk dapat masuk ditengah pesaing yang berat.