Chereads / Renfield Syndrom / Chapter 2 - Melayang-nya Satu Nyawa

Chapter 2 - Melayang-nya Satu Nyawa

Dibawah pancaran sinar bulan purnama yang dikelilingi oleh ribuan bintang, menambah keindahan gelap malam hari yang begitu dinantikan. Setidaknya bagi seluruh orang yang menikmati malam dengan penuh kebahagiaan. Namun, tidak dengan seorang wanita yang menangis ketakutan diiringi permintaan maaf yang bahkan sudah beratus kali diabaikan.

Langkah kecil dan senyuman smirk dilontarkan seorang perempuan membuat seorang wanita lainya menangis ketakutan diujung jalan.Wajah cantik nan polos itu menutupi sifatnya yang seperti malaikat pencabut nyawa.

"Sasya... Gue mohon maafin gue... Gue janji gak bakal ngelakuin hal yang sama lagi... Bebasin gue,  please!" pinta wanita itu yang sudah putus asa.

Tangan wanita itu sudah tergores beberapa garis yang mengeluarkan darah segar, membuat jalanan mempunyai bercak darah yang cukup indah. Namun, rasa kesakitan itu Ia tahan demi sebuah kebebasan. Akhirnya, untuk pertama kalinya wanita itu menyatukan kedua tangannya kepada Sasya dengan raut wajah memelas memohon pengampunan.

"Emangnya apa sih yang lo lakuin, sayang? Kenapa sampai lo minta maaf ke gue?" Tanya Sasya dengan senyuman yang sangat lebar dan terlihat manis.

Namun, persetanlah dengan wajah manis itu, siapapun yang melihat jati diri Sasya sekarang, akan membuat siapa pun untuk tidak mempunyai masalah dengan Sasya. Untuk Anna? Sayangnya, dia sudah tertipu dengan wajah polos Sasya dan menjadikan Sasya sebagai bahan bullyan-nya di sekolah.

"Gu-gue... telah mengajak geng gue buat ngebully lo. Ta-tapi gue janji, gue gak akan ngelakuin itu lagi dan gue akan nurutin apa kata lo!" Jawab wanita itu yang dapat dipastikan bernama Anna.

"It's okay, Baby. Pembullyan di masa SMA itu sangatlah wajar. Gue udah maafin kok kelakuan lo dan temen-temen lo yang itu, Baik kan gue? HAHAHAHAHA," Jawab Sasya dengan raut wajah yang terlihat sangat ramah.

Melihat Sasya yang tersenyum sangat lebar membuat Anna justru merasakan ketakutan yang lebih dalam. Bagaimana tidak? Apa yang dilakukan Sasya sangatlah mengintimidasi dan terlihat jelas aura psycopath yang telah mendarah daging itu.

"To-tolong bebasin gue, Sya! Gue mohon!" Pinta Anna lagi dengan suaranya yang terdengar bergetar.

"Sebenernya bisa sih lo gue bebasin," Jawab Sasya membuat Anna menatap Sasya dengan penuh harapan.

"Eh, tunggu! Kalau gue lepasin lo. bisa aja, Lo bakal bilang kalau gue ini psycopath ke temen-temen lo itu? Nanti gue ketangkep dong. Ih... Gue takut." Ucap Sasya yang pura-pura berpikir dan ketakutan

"E-enggak, gue janji gak akan bilang ini kesiapa-siapa! Gu-gue bakalan tutup mulut!" ucap wanita itu dengan sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan Sasya. Setidaknya untuk saat ini, biarlah Anna terlihat lemah dihadapan Sasya.

"Waaah, ya udah deh gue bebasin elu," Balas Sasya yang membuat wanita itu bernapas lega.

Baru saja Anna hendak berdiri dari posisi berlutut nya. Namun, tindakan itu kalah cepat dengan Sasya yang memulai permainannya.

"Setelah lo gue bunuh!" Sebuah senyuman kemudian mengembang di wajah Sasya.

Sasya pun berlari mendekat ke Anna dengan melayangkan pisaunya di leher Anna.

Sreeeeek

Tak tanggung-tanggung, Sasya pun menarik pisau lipatnya keatas hingga membelah rahang Anna yang menjerit kesakitan.

"AAAAKHHHHH!!!"

Cipratan darah segar lagi-lagi menyembur ke tubuh Sasya yang tertutup mantel kesayangannya. Sasya terpejam menghirup aroma darah dan membiarkan darah segar itu menuruni mantelnya dari atas hingga kebawah. Darah tersebut tak hanya menciprat ke mantel yang dikenakan Sasya saja. Namun, darah itu sudah menyebar dan mengenai dinding jalanan itu.

Memejamkan mata dan menghirup napas dalam-dalam membuat Sasya mabuk akan ketenangan yang tiada duanya. Sasya pun membayangkan organ-organ mana saja yang akan dijadikannya koleksi kesekian kalinya.

Tak dapat dipungkiri, Anna memiliki wajah dan tubuh yang sangat ideal. Mata yang berwarna ungu muda terlihat sangatlah indah membuat Sasya iri dengan kedua mata itu.

Tak butuh waktu lama, Sasya pun mencongkel kedua mata itu dan menaruhnya dalam sebuah toples berisi cairan bening.

"Baru kali ini gue mendapatkan koleksi mata yang sangat indah. Terima kasih, Anna. Lo sudah memberikan mata lo untuk gue jadikan koleksi. dan thanks juga karena lo mengizinkan gue untuk mendapatkan kedua mata lo itu." Ucap Sasya kepada dirinya sendiri dengan mencium pipi Anna yang sudah mati dengan kepala tanpa mata itu.

Saat hendak melanjutkan permainannya dalam ketenangan. Sayangnya, ketenangan itu tak berlangsung lama setelah seorang pengganggu datang memergokinya.

"Eng-" erang Sasya segera menoleh ke belakang begitu ada sinar yang menyoroti dirinya dengan tubuh Anna yang terkapar.

Kini, Sasya terlihat bagaikan buronan yang tersorot lampu terang dibawah gelapnya ujung lorong jalanan yang sepi. Tak tinggal diam, Sasya pun melihat seorang pemuda yang tengah menaiki motor sport hitam yang juga sedang menatap mereka dengan wajah yang begitu kaget.

Masih sayang dengan nyawanya, pemuda yang menaiki motor itu pun pergi meninggalkan Sasya dan tubuh Anna yang sudah lagi tak bernyawa.

Sasya yang melihat hal tersebut merasa khawatir dan mengutuk dirinya sendiri untuk kesalahan yang pertama kalinya dibuat. Bahkan, lebih disayangkan lagi Sasya tidak melihat dengan jelas bagaimana rupa dari pemuda itu. Kecuali bagian mata pemuda itu yang terbebas dari lindungan helm yang dikenakannya.

"Sh*t" umpat Sasya kesal terhadap dirinya yang tidak peka atas kedatangan seseorang karena ia menganggap remeh area sepi itu dan terlalu menikmati permainan nya ini.

Merasa khawatir akan nasibnya, Sasya pun segera menelpon seseorang yang merupakan asisten pribadinya untuk menghapus setiap jejak kriminalnya.

"Warrick, bereskan mayat Anna! Untuk lokasi akan gue bagikan segera. Tolong lakukan tugasmu dengan cepat! dan pastikan, jangan sampai Ayah mengetahui hal ini!" Ujar Sasya kepada asistennya. Tanpa menunggu jawaban dari sang asisten, Sasya pun segera menutup teleponnya secara sepihak.

Setelah melakukan telepon tersebut, Sasya pun sudah mampu menenangkan dirinya. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena Sasya merupakan orang yang cukup tenang, sehingga masalah ini tidak lagi memenuhi pikiranya. Yah, walaupun agak kesal karena Sasya belum mengeluarkan segala organ dari tubuh wanita itu untuk diinjak dan dijadikan koleksi organ miliknya. Namun, karena pengganggu tadi Sasya mengurungkan niatnya dan memilih untuk pergi sesegera mungkin setelah mendapatkan kedua mata milik Anna.

Sebelum meninggalkan tempat kejadian perkara, Sasya menemukan sebuah cincin tembaga berinisial AS di bagian dalamnya. Hal ini pun membuat Sasya tersenyum miring dan membulatkan tekadnya untuk menemukan orang tadi.

"Bakal Mati lu ditangan gue!" Tekad Sasya kepada dirinya sendiri.