Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Aku Mencintaimu "Kupu-Kupu Malamku"

🇮🇩SiluetLazuardi_429
--
chs / week
--
NOT RATINGS
16.1k
Views
Synopsis
Tidak semua hal dapat dimaafkan apalagi untuk dilupakan. Tidak semua kisah akan berakhir dengan indah. Tidak pula semua cinta harus beralasan. Cinta yang berlebihan juga tidak akan membuat kita hanya sebatas mencinta. Mari belajar membedakan cinta dan obsesi semata. Seorang ibu yang menginginkan anak perempuan, lalu merasakan kehilangan ketika usianya 8 tahun. Lalu bagaimana dengan anak laki-laki yang tidak diinginkan? Akankah orang tua tahu, bahwa kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan dimana dan kondisi keluarga yang seperti apa. Semua amarah dan kebencian menumpuk dan mengendap bertahun-tahun, hingga pada suatu hari seorang gadis kecil bernama Hani dapat mengobati hati semua orang yang terluka. Siapakah Hani sebenarnya? Lalu siapa anak laki-laki yang tidak diinginkan oleh keluarganya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Kejadian 10 tahun yang lalu

"Makin rame aja nih warung mu" sapa seorang teman lama yang mengagetkanku.

"Ah, iya nih Ram. Kamu mau pesan apa?" sambutku seolah dia pelanggan ku malam ini.

"Hahahaha, biasa lah. Susu jahe" jawabnya memesan minuman yang biasa ia pesan.

Sudah tiga tahun kami berteman sejak kejadian itu. Kini aku dan Rama duduk dibangku kuliah yang berbeda, Rama dijurusan desain dan aku dijurusan komunikasi. Semuanya sudah jauh berbeda, mulai dari kehidupanku sampai kehidupan Rama. Kini ia menjadi anak yang periang, penurut dan mau bergaul dengan siapa pun, orang tuanya yang sibuk kini sering mengadakan piknik bersama saat akhir bulan atau jika libur semester, tak lupa mereka mengajak Hani yang memang sudah menjadi anak sekaligus adik kesayangan Rama dan keluarganya. Seperti halnya hari ini, Rama datang ke warungku hanya untuk menjemput Hani yang akan pergi berlibur dirumah Rama bersama ibunya. Tante Risa sangat menyayangi Hani, sejak pertama kali Rama membawa Hani kerumahnya. Tante Risa seakan bertemu dengan anak gadisnya yang hilang 10 tahun yang lalu.

Rumia Kana Adianta, putri sulung Rafli Adianta dan Kadek Risa Ayu. Lahir di Bali dan besar di Kanada hingga akhirnya pulang dan tinggal dikota kecil ini. Rumia tumbuh menjadi gadis yang manis dan cantik, rambutnya hitam panjang, pipinya merah dengan satu lesung pipit dibagian kiri. Suaranya lembut dan sangat menyayangi siapa saja, hewan sekalipun. Dia suka sekali merawat hewan, ia memilki seekor kelinci dan 2 ekor kucing. Setiap pagi ia selalu mengikuti Mba Jum pergi kepasar untuk membeli sayur yang akan diberikannya kepada kelinci kesayangannya.

"Ayo, Mba Jum. Udah siang ini, nanti wortelnya habis" rengek Rumia kepada Mba Jum.

"Sebentar neng, Mba Jum selesein cucian piring dulu.

"Buruan mba, aku tunggu didepan ya. Awas loh kalo lama" ancam Rumia yang beranjak meninggalkan Mba Jum.

"Kakak, aku ikut" rengek seorang adik kecil yang menghampiri kakaknya yang sedang mengeluarkan sepeda dari garasinya.

"Nggak boleh, Rama dirumah aja sama Mbok Mi dan Pak Diman" jawab Rumia dengan lembut kepada adik laki-lakinya.

"Nanti kakak belikan es cendol ya?" rayu Rumia kepada Rama kecil.

"Rama mau pukis" jawab Rama kecil.

"Iya, nanti kakak belikan semuanya buat Rama. Ya, ya, ya" jawab Rumia sambil terus tersenyum kearah adiknya. Hatinya sangat lembut, hingga dengan sabarnya menunggu Mba Jum diteras rumahnya. Dia memang merengek, tapi rengekan itu hanya sebatas pengingat kepada Mba Jum yang memang pelupa orangnya.

"Ya Allah, neng. Mba lupa, mba belum matiin air. Bentar ya" kata Mba Jum kepada Rumia yang sedari tadi menunggu.

"Yaudah, mba matiin aja dulu deh. Ah, Mba Jum sih pelupa" kata Rumia dengan mengernyitkan dahinya.

Selang beberapa menit, Mba Jum pun keluar menuju teras rumah. Ia sudah menduga bahwa Rumia pasti dengan setia menunggu dirinya. Betul saja, Rumia masih dengan setia duduk dijok sepedanya.

"Ayo, Mba Jum. Buruan, nanti Rama liat. Dia mau ikut katanya, tapi kan hari ini panas banget. Kasian dia" kata Rumia sembari mengipas-ngipas wajah dengan tangannya.

"Iya neng, yok jalan. Tapi jangan cepet-cepet ya, Mba Jum jalan kaki soalnya".

Mereka pun pergi menuju pasar didekat komplek rumah. Mba Jum sibuk membeli ikan, ayam serta lauk pauk lainnya. Tak lupa pula membeli beberapa sayuran dan buah untuk majikannya, ia berpindah dari satu penjual ke penjual lain. Memilih bahan yang paling bagus diantara yang terbagus. Beberapa memang tidak dibelinya, bukan karena tidak cukup uang atau majikannya yang tidak suka. Namun, ada beberapa bahan yang tidak bisa dimakan oleh anak majikannya, yaitu buah strawberry dan pisang. Bagi sebagian orang mungkin buah itu sangat enak, apalagi bila dibuat smooties. Namun tidak untuk Rama dan Rumia, mulutnya akan terasa gatal dan tubuhnya berubah menjadi strawberry, penuk dengan bintik-bintik yang bernanah dan perih. Ya, mereka alergi dengan buah pisang dan strawberry. Mba Jum yang sedang asyik memilih buah tiba-tiba melihat Rumia sudah tidak ada disepedanya, pikirannya kalut dan jantungnya berdegub kencang. Ia takut kalau anak majikannya hilang dipasar, pasti habislah ia dimarahi majikannya.

"Ya Allah eneng, dari mana aja sih neng. Mba Jum khawatir tau neng" kata Mba Jum yang tidak sengaja ditabrak oleh Rumia yang berlari dibelakangnya,

"Itu mba, tadi ada anak kecil bawa kantong gedeeeee banget. Aku kasian, jadi aku bantuin deh" jawabnya menjelaskan alasan kepada Mba Jum.

"Yaudah, lain kali nggak boleh gitu ya. Ijin dulu sama Mba Jum. Loh neng, tasnya neng yang dikeranjang mana?" tanya Mba Jum yang menyadari tas uang milik Rumia hilang.

"Tadi Rumi kasihin anak itu, soalnya dia bawa uang koin banyak banget mba. Tapi diplastikin kaya sayur, hahahahaha. Jadi, Rumi kasihin aja tasnya" jelas Rumi.

"Trus uang yang buat beli wortel?" tanya Mba Jum lagi.

"Eh iya, lupa. Di tas itu mba, hehehehe. Nggak papa ya mba? Nanti Rumi minta mamah lagi ya?" tanya Rumi dengan polosnya.

"Nggak usah, ini udah mba beliin" jawab Mba Jum yang masih khawatir.

"Iiiih makasih Mba Jum, nanti Rumi pijitin ya? Hehehehe".

Keesokan harinya, Rumi dengan semangat pergi ke sekolah dengan adiknya. Dia sangat bahagia sekali ketika adiknya akan mulai sekolah, meskipun tidak akan satu sekolah dengan dirinya, Rama akan mulai bersekolah TK dan Rumi berangkat ke sekolah dasar. Keduanya sama-sama diantar oleh Pak Diman, supir sekaligus tukang kebun dirumahnya. Namun, kali ini Rumia tidak ditemani oleh Mba Jum karena Mba Jum akan menunggu Rama disekolahnya. Tibalah mereka disekolah masing-masing, mereka mengantar Rumia ke sekolahnya dahulu, lalu mereka pergi ke sekolah Rama yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah Rumi.

"Pak Diman nanti nggak usah jemout Rumi ya. Soalnya tadi papah janji mau jemout Rumi trus beli ice cream gelato bareng" kata Rumi sambil beranjak menuruni mobilnya.

"Rama ikut ya kak?" tanya Rama dengan polos.

"Nggak usah, Rama tunggu aja dirumah. Nanti kakak bawain yang banyak kaya es cendol kemarin" kata Rumi merayu adiknya kembali.

Rama pun hanya mengangguk dan pintu mobil pun tertutup, mereka pergi ke sekolah Rama. Rumia dan Rama hanyak berjarak 2 tahun, oleh sebab itulah mereka berdua sangat dekat. Bahkan tidak sedikit orang yang mengira mereka kembar, karena mereka selalu terlihat akrab dan selalu bersama. Dimana ada Rumi, disitu pasti ada Rama. Begitu pula sebaliknya, dimana ada Rama, disana pasti ada Rumi. Apalagi Rumi sangat menjaga adiknya, ia sangat menyayangi Rama lebih dari dirinya sendiri, beberapa kali Rama meminta mainannya, dengan senang hati ia akan memberikan mainan itu kepada Rama.

Hari sudah gelap, jam dinding menunjukkan pukul 16.00 WIb. Seharusnya Rumi sudah sampai dirumah pukul 14.00 WIB, namun hingga sekarang batang hidungnya masih belum Nampak hingga Rama menyadari hal itu.

"Kakak kok lama banget ya, mbok?" tanya Rama kepada Mbok Mi.

"Tadi kata Mba Jum, neng Rumi mau pergi sama papah. Mungkin masih ada yang mereka beli den" jawab Mbok Mi yang sedari tadi menyisiri rambut Rama.

Rama hanya terdiam dengan perasaan yang gelisah, tidak pernah kakaknya pergi salama ini tanpa dirinya. Rama yang bosan menunggu kakaknya pun memilih untuk menonton kartun kesukaannya di TV hingga tertidur. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB dan akhirnya Risa pulang dari tempat kerjanya. Sebagai ibu yang baik, ia langsung menghampiri anak bungsunya yang tertidur didepan TV.

"Loh, kok bangun. Kan mamah cuma cium aja" kat Risa melihat Rama yang terbangun karena dicium oleh dirinya.

"Kakak mana sayang?" tanya Risa kepada Rama.

"Tadi pergi sama papah, katanya mau beli iece cream gelato. Mau beliin aku juga, tapi kok lama banget sampe aku tidur disini" jelas Rama sambil menunjukkan sofa yang ditidurinya.

"Oh, yaudah. Coba mamah telfon ya, soalnya udah malem juga. Pasti kakak capek" jawab Risa sambil mencoba menelpon suaminya.

Tak lama kemudian, datanglah Rafli menggunakan mobil jazz warna abu metallic.

"Mana Rumi, pah?" tanya Risa saat melihat suaminya masuk ke rumah tanpa anak sulungnya.

"Loh, bukannya udah pulang dari tadi ya? Aku lupa mau kasih tau kalo aku nggak jadi ajak dia beli ice cream. Tadi kerjaan numpuk banget dikantor sampe aku aja lupa makan siang. Makanya ini laper banget" jelas Rafli santai.

Seketika wajah Risa memerah dan berubah menjadi khawatir tentang keberadaan anak sulungnya.

"Papah jangan becanda deh, pasti Rumi dimobil kan? Rumi, Rumia. Turun nak, yok makan. Rumi, Rumi, Rumia" kata Risa sambil berjalan menuju mobil suaminya.

"Loh, emang Rumi dimana mah?" tanya Rafli kebingungan.

"Kakak belum pulang pah, dari tadi siang" jawab Rama polos dengan wajah yang baru bangun tidur.

"Rumi! Rumi! Rumia! Dimana kamu nak? Becandanya nggak boleh gini nak!" teriak Risa sambil terus mencari anaknya disekitar rumah.

"Ikut aku sekarang" kata Rafli menarik Risa kedalam mobilnya.

Rafli dan Risa pergi menuju sekolah Rumia dan meninggalkan Rama yang sedang menangis dirumah sendirian.

"Mamah sama papah mau kemana, mbok? Aku mau ikut" rengek Rama sambil terus menangis digendongan Mbok Mi.

"Aden dirumah aja sama Mbok Mi, papah sama mamah mau jemput neng Rumi. Cup cup, aden doain aja ya" jawab Mbok Mi memandang mobil tuannya keluar dari halaman rumah.

Sampailah Rafli dan Risa disekolah Rumi, sekolah itu sudah tampak sepi dan gelap. Sangat tidak mungkin Rumia ada dialam sekolah, karena gerbangnya saja sudah dirantai dan digembok. Segera Risa turun dari mobil dan menghampiri satpam diruangannya.

"Permisi pak, pak satpam!" teriak Risa memanggil satpam.

"Iya bu, ada yang bisa saya bantu" jawab pak satpam dengan bingung.

"Anak-anak sudah pulang semua pak? Bapak liat anak saya? Rumi, Rumia pak" tanya Risa terbata-bata menahan khawatir.

"Semua anak sudah pulang dari tadi jam 2 bu, saya lihat tadi dek Rumi jalan kearah sana. Katanya mau ke sekolah adeknya sambil nunggu papahnya" jelas pak satpam menunjuk arah sekolah Rama.

"Rumi, kemana kamu nak?" pikir Risa dalam hati dan pergi meninggalkan pak satpam.

"Makasih ya pak" kata Rafli yang lalu berlari mengejar istrinya.

"Mah, masuk ya. Kita cari pake mobil, kalo kaya gini malah mamah yang capek sendiri" rayu Rafli dalam mobil menjejeri istrinya yang berjalan kaki.

"Rumi! Rumi! Rumi! Dimana kamu nak?!" seru Risa mengacuhkan suaminya dan terus mencari anaknya.

"Papah nggak mikir apa? Bayangin kalo emang bener Rumi jalan kesekolah Rama, itu jauh banget pah" kata Rumi dengan terus menoleh kekanan dan kekiri mencari anaknya.

"Iya sayang, papah tahu. Ayo kita cari pakai mobil ya, kita pasti ketemu Rumi" jawab Rafli yang memeluk istrinya.

"Rumi, pah. Rumi dimana?" tangis Risa semakin menjadi-jadi saat dipeluk suaminya.

"Iya, ayo masuk kemobil dulu" rayu Rafli sambil menuntun istrinya masuk ke mobil mereka.

Rafli dan Risa menyusuri jalan menuju sekolah Rama, namun usaha mereka sia-sia. Karena sekolah Rama sudah tampak sepi dan gelap, sama halnya dengan sekolah Rumi tadi. Rafli sekarang yang bergantian turun dan bertanya kepada satpam, namun jawaban satpam tidak sesuai keinginan mereka. Satpam berkata bahwa sedari tadi siang tidak melihat Rumi datang ke sekolah Rama, satpam sekolah Rama tentu mengenal Rumi dengan sangat baik karena dulu Rumi pernah bersekolah di sekolah itu juga. Rafli dan Risa sudah snagat kebingungan mencari anak sulungnya, tak henti-hentinya Risa menangis dan menyalahkan Rfli atas kejadian ini. Andai saja Rafli datang tepat waktu dan menjemput Rumi, pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Rafli yang merasa bersalah akhirnya menghubungi pengacaranya dan mulai membuat laporan kehilangan anak.

Sepuluh tahun berlalu, Risa dan Rafli masih saja menyibukkan diri dengan pekerjaannya sembari terus melupakan masalah itu. Semua upaya sudah dilakukan pihak berwajib, sejumlah biaya sudah mereka berikan, namun keberadaan Rumi masih belum mereka temukan. Mereka juga melupakan anak bungsunya, hingga Rama tumbuh menjadi anak yang sombong, angkuh dan selalu mencari perhatian orang tuangnya dengan mencari masalah. Sama halnya dengan hari ini, Rama dan Henry ditugaskan untuk menjadi satu kelompok dan melakukan tugas observasi. Seperti biasa, Rama menyerahkan sejumlah uang kepada Henry untuk melakukan tugas sekolah tersebut dan Rama memutuskan pergi setelah jam sekolah telah selesai. Sampailah Rama disebuah café didaerah selatan, Rama duduk dikursi pojok dengan pintu keluar karena ia hanya menunggu temannya yang datang untuk melakukan balapan liar nanti malam.

"Gini nih manusia planet, janjinya kumpul jam 4. Sekarang udah jam 5 aja masih belum pada dateng" gerutu Rama sambil meminum minuman yang ia pesan.

Matanya berkeliling mengitari cafe hingga pemandangan langka terjadi didepan matanya. Dilihatnya seorang laki-laki berkemeja biru navy duduk dengan perempuan seusianya, dipandanginya lagi laki-laki itu dari ujung kepala hingga ujung rambutnya. Dengan tanpa sengaja laki-laki itu menoleh kearahnya, buru-buru ia tutup wajahnya menggunakan menu dimeja itu. Betapa hancur hatinya, dunianya terasa remuk dan tak beranturan lagi. Buru-buru ia ambil kunci mobilnya, langkah kakinya berat meninggalkan cafe itu. Perasaannya tak karuan, tak percaya akan apa yang ia lihat beberapa menit yang lalu. Rama meninggalkan cafe dengan tatapan yang kosong hingga tak menyadari kehadiran teman-temannya, ia berjalan meninggalkan teman-temannya dan pulang kerumah dengan ketidak percayaannya.

Sesampainya dirumah, ia langsung pergi ke kamarnya, dilihatnya dari pintu kamar orang tuangnya yang tidak tertutup rapat. Risa yang duduk dikamar memandang sebuah foto anakn kecil perempuan, Rama yakin bahwa itu foto kakak perempuannya. Mata Risa kosong dengan air mata yang mengalir deras. Selama ini Risa bukan mengikhlaskan hilangnya Risa, ia hanya menutup diri dari anak dan suaminya. Hingga sekarang Rama melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Perasaannya bertambah kacau, ia pun memutuskan merebahkan dirinya dikasur dengan pikiran yang sangat tidak tenang.

Jam dinding pun menunjukkan pukul 23.00 WIB, Rama mendengar suara mobil papahnya masuk ke halaman rumahnya. Segera ia bersiap diruang tamu, ia duduk di sofa sambil menonton film yang sedari tadi iang tonton.

"Baru pulang, pah?" tanya Rama yang melihat papahnya melewati ruang keluarga.

"Iya, Ram. Kerjaan numpuk dikantor, kamu kok belum tidur?" tanya papah.

"Kerjaan sama perempuan itu kan pah?" tanya Rama menyelidik.

"Perempuan siapa, Ram?" tanya Rafli kaget.

"Yang tadi di cafe bareng. Cantik juga, kok mau ya sama om om tua Bangka nggak punya otak" jelas Rama dengan tatapan penuh amarah ke papahnya.

"Jaga mulut kamu ya, Rama. Papah kerja seharian, pulang bukannya dibikinin minum atau apa malah dimaki-maki gini" jawab papah tak terima.

"Loh, bukannya papah udah puas minum sama perempuan yang umurnya sama kaya Kak Rumi. Papah lupa ya? Papah juga punya anak perempuan! Pernah papah mikirin perasaan mamah?! Perasaan aku?! Papah sibuk selingkuh sama perempuan! Mikir dong pah! Papah yang buat Kak Rumi hilang, tapi sedikit pun papah nggak ada khawatir tentang keadaan Kak Rumi sekarang. Papah tahu nggak misal sekarang nasib Kak Rumi sama kaya perempuan itu. Pacaran sama om-om tua bangka yang nggak punya otak!".

Rafli yang semakin tidak terima pun hampir menampar Rama yang saat itu sudah berdiri didepannya.

"Tampar pah, tampar. Bunuh aja sekalian, biar papah puas! Papah udah hilangin Kak Rumi, dan sekarang papah mau tampar aku? Tampar pah, ayo tampar aku sekarang" kata Rama yang penuh amarah.

Sekejap suasana menjadi hening, Rafli meninggalkan anaknya yang menatap marah pada dirinya. Ia langsung masuk kekamar dan memutuskan untuk tidur setelah sebelumnya membersihkan tubuh. Rama yang sudah tidak kuat menahan amarahanya hanya diam terduduk disofa dengan tv yang masih menyala.

Pagi pun datang, seperti biasa Rafli berangkat kekantor cukup pagi. Rama yang sedang memakan sarapannya hanya memandang ketus papahnya yang buru-buru berangkat kekantor.

"Den, mamah kok tumben jam segini belum bangun?" tanya Mba Jum yang sibuk mengupas buah untuk Rama.

"Mungkin kecapean, Jum. Coba kamu bangunkan ibu, aku tanggung masih bersihin ikan" kata Mbok Mi menyuruh anaknya.

"Nggak usah mba, biar aku aja yang bangunin mamah" jawab Rama dengan menyeruput jus apel kesukaanya.

Dilihatnya mamah yang selama ini menyimpan luka kehilangan kakaknya, ia juga merindukan kakak yang dulu sangat menyayangi dirinya. Ia berharap suatu saat nanti dapat bertemu dengan Rumi dan melihat mamahnya kembali tersenyum.

"Mah, mamah. Bangun mah, sarapan dulu yuk" ajak Rama mengelus kaki putih mamahnya.

"Loh, mamah. Mah, mamah!" seru Rama menyadari kaki mamahnya yang dingin.

Ia buka selimut yang menutupi tubuh mamahnya, ia melihat mamahnya yang tidak sadarkan diri dengan tangan yang masih menggenggam beberapa pil. Dilihatnya pula beberapa pil dan botol obat yang jatuh dibawah ranjang mamahnya. Pikirannya kalang kabut, segera ia gendong mamahnya menuju ruang tamu.

"Pak! Pak Diman! Siapkan mobil saya pa!" seru Rama keluar dari kamar orang tuanya.

"Ibu kenapa den?" tanya Mba Jum khawatir.

"Aden, ibu kenapa den?" tanya Mbok Mi dengan suara yang tertahan karena menangis.

"Pak Diman mana mba? Tolong ambilkan tas mamah, mba. Mba Jum ikut aku sekarang" tanya Rama yang menggotong ibunya.

Ram pun membawa ibunya keteras rumahnya dengan tangis yang tak henti.

"Biar Pak Diman aja yang nyetir, den. Aden dibelakang sama Mba Jum" kata Pak Diman yang menghampiri Rama.

Mereka pun meletakkan Risa dipangkuan Rama, segera Pak Diman tancap gas menuju rumah sakit langganan keluarga mereka.

Disisi lain, Henry yang berangkat sekolah merasa heran dengan Rama yang tidak masuk sekolah hari ini. Namun, Henry membiarkan rasa penasarannya dan mulai mengikuti pelajaran seperti biasa.

Hani Bertemu Tante Risa

Keesokan harinya, Rama berangkat sekolah seperti biasa. Henry yang kesal karena kemarin tidak jadi mempresentasikan pelajarannya karena teman kelompoknya tidak hadir pun melampiaskan amarahnya kepada Rama.

"Kemarin kenapa nggak berangkat sih? Aku udah kerjain tugas kelompok kita, kamu yang tinggal berangkat aja susah banget. Oke, kalo kamu sibuk main sama temen balap mobil mu, tapi pikirin aku dong. Bisa-bisa beasiswa ku dicabut gara-gara tingkah mu yang kaya anak kecil" jelas Henry dengan tegas.

"Pikirin? Pikirin lu? Ngapain gue pikirin lu?" jawab Rama yang sibuk mengotak atik hpnya.

"Jangan mentang-mentang keluarga mu kaya ya, makanya seenaknya sendiri. Mikir dong, kamu udah gede, seenggaknya pikirin lah orang tua mu yang cari uang buat biayain hidup mu" kata Henry yang merebut hp Rama.

Rama yang naik pitam pun mengangkat kerah baju Henry dengan penuh amarah.

"Kalo nggak tau apa-apa itu diem, bacot!" seru Rama sambil merebut hpnya kembali

Rama yang sudah terlanjur marah akhirnya meninggalkan Henry, ia memilih pergi ke parkiran dan tidur didalam mobilnya. Sebenarnya ada tempat yang lebih nyaman untuk dirinya tidur, namun ia tidak akan tenang jika harus mendengarkan siswi-siswi membicarakan dirinya saat diruang UKS. Bagaimana tidak, meskipun wataknya yang buruk, Rama termasuk salah satu siswa incara siswi-siswi karena perawakannya tinggi bak model international dan wajahnya yang tampan perpaduan Jawa Kanada. Hingga bel istirahat berbunyi, Rama yang mendengar pun langsung bangun dari tidurnya. Segera ia buka pintu mobil dan bergegas menuju kantin karena cacing-cacing diperutnya sudah menggerutu sedari tadi. Namun, betapa kaget dirinya saat menemukan sebotol jus mangga dengan roti isi daging tanpa telur. Tak lupa pula sepucuk kertas dengan tulisan tangan.

"Sorry ya, tadi aku kelewatan. Makan nih, biar nggak masuk angin. Btw, nilai mu aman kok. Kemarin aku bilang kamu sakit sama guru" bunyi surat itu.

"Ngapain sih anak aneh itu, trus sejak kapan dia tahu aku nggak suka telur? Hih, jangan-jangan dia naksir aku juga? Hih, ngeri" kata Rama dengan melirik roti isi dan jus yang ada diatas kap mobilnya.

"Yaudahlah, gue makan aja. Daripada dibuang kan mubadzir" bisik Rama dalam hatinya.

Rama memutuskan memakan makanan yang diberi Henry sebagai permintaan maafnya, Henry yang memandang Rama dari jauh pun merasa lega dan berharap Rama sudah memaafkan Henry. Mungkin terdengar aneh kalau Henry merasa sayang kepada Rama, tapi itulah yang Henry rasakan kepada Rama. Namun, rasa sayang yang dirasakan Henry seperti menyayangi seorang adik, seperti rasa sayang kepada Hani. Beberapa kali jupa Henry melihat Rama yang tertidur dikelas, Henry merasakan rasa sedih pada wajah Rama. Rasa sedih yang Henry sendiri tidak tahu dari mana asalnya, karena Rama tidak pernah menunjukkan perasaan yang sebenarnya Rama rasakan.

Henry pun kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tidak lama kemudian terdengarlah bunyi bel tanda pelajaran selanjutnya akan dimulai. Henry mulai mengeluarkan buku yang akan digunakannya. Tidak lama masuklah seorang guru perempuan bertubuh langsing dengan kulit putih dan lesung pipit disebelah kiri pipinya.

"Selamat siang, semuanya. Perkenalkan, saya Myra. Saya akan mengajar kalian untuk sementara waktu selama Bu Asa cuti lahiran" kata guru bernama Myra.

Murid kelas hanya mengangguk dan tersenyum kearah guru baru itu. Bukan karena tidak menyukai guru baru tersebut, namun karena sudah telalu lelah dan malas mengikuti pelajaran dijam terakhir meskipun akhirnya mereka mengikuti pelajaran dengan terpaksa.

"Maaf bu, saya dari belakang" kata Rama yang tiba-tiba masuk ke kelas.

Henry yang sedari tadi fokus terhadap penjelasan Bu Myra kembali memperhatikan Rama yang berjalan kearah bangkunya.

Henry yang melaihat itu pun hanya memasang senyum tanda bahwa rayuannya berhasil, malah bisa membuat Rama kembali kedalam kelas. Meskipun akhirnya Rama kembali tertidur dimejanya hingga jam pelajaran pun telah selesai. Henry memberi tanda bahwa pelajaran akan segera selesai dengan sedikit menendang kaki Rama, Rama yang kaegt akhirnya bangun dan berpura-pura mengikuti pelajaran.

"Oke, sudah paham semua kan? Sekarang ibu bagi kelompoknya ya" kata Bu Myra diakhir penjelasan materi.

"Yaaaah, kelompok lagi" keluh siswa dalam kelas.

"Kelompoknya ibu bagi permeja saja, 1 meja 1 kelompok. Berarti disetiap meja minggu depan sudah ada artikel tentang sejarah daerah kalian masing-masing dan cerita pendek yang kalian buat bersama. Sudah, ibu akhiri. Selamat siang" jelas Bu Myra sembari membereskan meja dan keluar dari kelas.

"Ini, minta uang aja buat projek ini ke nomor ini. Gue nggak pegang uang" kata Rama memberikan kartu nama dan beranjak pergi meningalkan kelas.

"Ini juga, simpen nomor ku. Barangkali penting" kata Henry memberikan kertas berisi nomor hp miliknya.

Rama pun pergi meninggalkan Henry dan langsung menghubungi temannya. Mengatur jadwal balap mobil yang sempat gagal akibat Rama melihat papahnya berselingkuh.

Hari berganti petang, saatnya Henry pergi berjualan di warung miliknya. Warung yang menjual berbagai macam mie instan dengan pilihan toping yang dapat mereka pilih sendiri. Sudah hampir satu tahun Henry berjualan sejak mendapat bantuan untuk pelaku usaha dari pemerintah. Hani yang sdari tadi asik mengerjakan PR dari skolahnya tiba-tiba mengampiri Henry yang sibuk membuat pesanan pelanggan, dengan memanyunkan bibir ia terus mengikuti langkah kakaknya.

"Apasih, Hani? Hani mau apa? Kakak lagi banyak pelanggan ini, sebentar ya" rayu Henry yang tidak paham dengan keinginan adiknya.

"Ini, hp kakak dari tadi geter-geter terus ditas. Berisik, Hani masih ngerjain PR" kata Hani sambil memberikan hp Henry.

"Iya, bentar ya" jawab Henry menerima hp dan langsung menjawab telepon yang masuk ke hpnya.

"Iya, halo. Ini siapa ya?" tanya Henry kepada seseorang dibalik telpon itu.

"Rama? Iya, sebentar. Saya kesana" jawab Henry dengan wajah yang panic.

"Ardi, aku titip warung ya" kata Henry kepada seorang pelanggan setia yang biasa mangkal diwarung Henry.

"Siap bang" jawab Ardi.

"Kakak, Hani iku".

"Yaudah ayo, buruan" jawab Henry menggandeng adiknya.

Tibalah Henry dan Hani disebuah tempat, buru-buru ia turun dari ojek dan berlari sambil menggendong Hani kesebuah ruangan dalam tempat tersebut. Keringatnya bercucuran, langkahnya tak seimbang, jantungnya berdegub tak berirama. Tubuhnya menggigil sembari mengatur nafasnya yang tak seirama. Matanya menyusuri setiap lekuk ruangan, mencari siapa saja yang tadi menghubungi dirinya.

"Keluarga saudara Rama?" tanya seorang pemepuan berpakaian perawat.

"Iya, saya Henry. Kakaknya" jawab Henry sambil terus mengatur nafas.

"Silahkan ikut saya untuk mengurus adminitrasinya" kata perawat tersebut.

"Baik, sus" jawab Henry sambil berjalan mengikuti perawat.

Setelah kurang lebih 15 menit Henry mengasa data diri Rama diruang administrasi rumah sakit, akhirnya Henry diperbolehkaan menemui Rama yang sudah sadar diruangannya.

"Untung nggak ompong" kata Henry memandang wajah Rama yang penuh luka.

"Nggak usah banyak bacot, ngapain lu kesini?" tanya Rama.

"Astaga, aku kira tidur" kata Henry yang kaget melihat Rama membuka mata.

"Yah, pesaing disekolah berkurang" ledek Henry sambil membuat teh untuk dirinya.

Rama yang masih setengah sadar akhirnya berbalik badan dan memasang posisi memunggungi Henry. Tiba-tiba dari arah luar ruangan terderang suara yang tidak asing bagi Rama.

"Mamah?" tanya Rama kaget.

Sementara itu, tedengar pula suara anak kecil yang berteriak dari luar ruangan pula.

"Hani?" tanya Henry yang tak kalah kaget juga.

Mereka berdua berlari menuju ruang ruangan dan melihat sesuatu yang sedang terjadi.

"Rumia, ini mamah nak. Ini mamah, ayo kita pulang" kata Risa yang berusaha memeluk Hani.

"Nggak mau, nggak mau. Kak Henry" seru Hani menolak pelukan Risa.

"Mamah, mah. Dia bukan Kak Rumi, mah. Mamah!" kata Rama yang berakhir dengan bentakan.

Risa yang mendengar bentakan Rama akhirnya tersadar dan duduk dikursi tunggu depan ruangan Rama dirawaat.

"Kakak" kata Hani memeluk Henry.

"Sorry, nyokap gue" kata Rama yang duduk disebelah Risa.

"Hani, duduk sana ya. Kakak mau bilang sama tantenya dulu" kata Henry menyuruh Hani duduk dikursi tunggu sebrang kursi duduk yang diduduki Hani.

"Maafin tante ya?" tanya Risa sambil memegang tangan Henry.

"Kamu Henry yang telpon tante kan?" tanya Risa kembali.

"Nggak papa tante. Iya, aku yang telpon tante" jawab Henry dengan posisi ongkok didepan Risa.

"Itu adek kamu?" tanya Risa kembali.

"Iya, tante. Ini minum dulu tante, belum aku minum" jawab Henry sambil memberikan secangkir teh yang tadi ia buat.

"Sini Hani".

"Ini Hani tante, adekku. Hani, ini mamahnya Kak Rama" kata Henry saling memperkenalkan mereka berdua.

"Takut" kata Hani yang berdiri dibelakang Henry.

"Maafin tante ya, sayang. Sini, tante nggak jahat kok" kata Risa dengan kembutnya.

Seperti tersihir oleh perkataan Risa, Hani yang tadinya takut malah mendekat dan bahkan mau dipangku oleh Risa.

"Maaf ya, sayang. Kamu mirip Kak Rumi" kata Risa mengelus rambut Hani yang tergerai lurus.

Rama yang merasa tak dianggap akhirnya masuk kedalam ruangan yang kemudian disusul oleh Henry.

"Iya, nyokap gue nggak peduli sama gue" kata Rama dengan badan yang memunggungi Henry.

Tak disangka pula, Risa dan Hani ikut masuk dan mendengar perkataan Rama. Risa yang merasa bersalah pun mendekat ke putra bungsunya.

"Bukan mamah nggak peduli, nak. Mamah" kata Risa sambil memeluk Rama, namun ditolak oleh Rama.

"Mamah nggak bisa lupain Kak Rumi karna Kak Rumi anak mamah juga? Rama bosen mah denger itu terus. Udah, mamah pulang aja. Rama mau tidur" jelas Rama dengan posisi tidur dan memunggungi Risa beserta Henry dan Hani.

"Bukan gitu maksud mamah, nak".

"Udahlah mah, Rama capek. Mamah pulang aja, lagian mamah juga capek kan seharian kerja. Rama mau tidur" jawab Rama dingin.

Risa memutuskan keluar dari ruangan dan pergi meninggalkan Rama, Henry dan Hani yang masih berdiri memandanginya.

"Hati-hati dijalan ya tante, Tante tenang aja, nanti aku yang jagain Rama" kata Henry mengantar Risa kedepan rumah sakit.

"Tante titip Rama ya? Ini, kalo kalian perlu apa-apa, pake aja ya. Kartu kredit Rama hilang katanya, makanya dia nggak pegang uang. Maaf, tante ngrepotin jadinya" jelas Risa merasa tak enak dengan Henry.

"Nggak papa tante, nggak usah" jawab Henry menolak kartu kredit yang diberikan Risa.

"Nggak papa, pegang aja dulu. Nanti kalo nggak perlu, baru kembaliin ke tante. Udah dulu ya, tante pergi" kata Risa yang terburu-buru memasuki mobil dan pergi dianatr sopirnya.

Henry pun kembali keruangan Rama dan mehilat Rama sudah tertidur di ranjangnya, sedangkan adiknya sudah tidur disofa ruangan Rama. Henry pun memutuskan tidur bersebelahan dengan adiknya dengan posisi duduk sambil memangku kepala adiknya, Hani.