Melihat situasi yang tidak kondusif, Karunrung langsung mengambil inisiatif. Dengan satu petikan jari, seorang Pelayan sigap menyerahkan sebuah lembaran berukuran raksasa kepadanya.
Hadirin yang berada di ruangan dapat menebak bahwa lembaran yang sedang dilepaskan tali pengikatnya oleh Karunrung adalah peta. Karaeng itu dibantu oleh Malewai dan Djapu membentangkan peta itu di Tengah Ruangan.
Peta itu berbeda daripada peta modern, meskipun bentuk Sulawesi yang ditampilkan tidak sempurna namun terpampang jelas disitu, seluruh Sulawesi adalah wilayah sah Gowa termasuk Kesultanan Buton. Kecuali Minahasa yang beberapa tahun lalu seluruh kepala suku mereka berkhianat kepada Gowa dan sekarang menjadi bawahan VOC Belanda.
Meskipun begitu, peta itu jauh lebih akurat dan detail daripada yang ia pernah tunjukan pada pertemuan beberapa tahun yang silam. Peta itu dipesan khusus olehnya dari Kartografer Turki Usmani. Sultan Hasanudin yang memperhatikan dari tadi terkesima dengan Peta itu.
Sultan mulai beranjak dari singgasananya kemudian ikut duduk bersama para Hadirin yang lain. Setelah peta itu terbentang dengan sempurna, Karunrung langsung berdiri. Seisi ruangan hening mendengarkan dengan seksama apa yang ingin disampaikan oleh Mangkubumi Gowa.
Tidak luput dari pengawasan Sang Sultan, ia memperhatikan tatapan para bangsawan yang berada di ruangan itu.
"Karunrung telingamu sebentar," ucap Sultan.
"Kenapa Mallombasi?" bisik Karunrung.
"Apa kau menyadarinya, di pertemuan ini semakin banyak yang berani menampakan kedengkiannya kepadaku."
"Kupikir... mereka sepertinya iri dengan jabatanmu. Siapa yang tidak ingin menjadi Sultan, berarti bukan hanya Laiya atau Bangkala dan faksi sekutunya saja. Bangsawan lain juga mulai jengah. Sejak kapan musuhmu banyak sekali Hasanudin?"
"Entahlah Karunrung, sejujurnya aku sudah lelah. Yang aku inginkan hanya kedamaian Kesultanan ini."
"Kuatkan hatimu Hasanudin, Belanda tidak akan berhenti menyerah memerangi kita. Cara satu-satunya agar Gowa tetap menjadi Hegemon Nusantara adalah menghancurkan Belanda."
"Demi kebaikan rakyat tentunya."
"Jelas itu tujuan Kesultanan ini didirikan."
Sultan Hasanudin menepuk pundak Karunrung. Karunrung berdiri tepat di atas Peta kemudian dengan tongkatnya ia memulai pembahasan.
"Sebelum kita mulai... ada satu hal yang ingin aku sampaikan! kita tidak akan sanggup melawan Belanda!" sahut Karunrung
Seluruh mata di ruangan itu terbelalak mendengar perkataan itu keluar dari mulut Karunrung, orang yang dianggap paling pemberani di Kesultanan Gowa.
"Lancang kau Karunrung! itu sama saja kau meremehkan semua bangsawan yang hadir di pertemuan ini. Kalau hanya 1000 Serdadu Belanda saja! seperti penyerangan mereka di Quillon India! maka Tentara Wajo sudah cukup untuk membantai mereka semua!" spontan sanggah Tenrilai.
"Tenrilai, Mereka itu bukan lawan yang kau bisa kalahkan dengan mudah dalam pertempuran frontal. Mereka itu jauh lebih tangguh daripada Bone dan Soppeng, bahkan 100.000 Orang pun belum tentu akan cukup untuk mengalahkan mereka."
"Aku tahu kau berniat baik, tapi bukankah ucapanmu itu menyakiti hati? seharusnya kau bisa membakar semangat para hadirin disini!" sahut Sumanna.
"Diamlah seperti kau bertempur langsung berulang saja dengan Panglima mereka Johan Van Dam! itu karena kesalahanmu menyarankan seorang amatiran sebagai Kepala Benteng."
"Benar kata Sumanna, kau ini sudah gila. Itu sama saja kau mengatakan pada semua orang untuk menyerah saja pada Belanda! apa gunanya kami tunduk dan membayar upeti!?" sahut Tenrilai.
"Bukan itu maksudnya, haha kalau kau ingin mencari pelampiasan karena gagal mendidik anak bukan disini tempatnya Raja Wajo." ucap Karunrung tersenyum sinis.
"Sialan kau lagi dan lagi!"
"Hentikan Tenrilai, kita datang untuk bermusyawarah bukan mengeluarkan badik lalu bertarung dalam sarung karena alasan konyol. Karunrung tolong jelaskan dengan baik-baik apa maksud perkataanmu?" sahut Mallari.
"Baiklah Raja Balanipa, aku sudah menjelaskan masalah militer selama bertahun-tahun dalam pertemuan sebelumnya namun kali ini aku akan menjelaskan semua yang kutahu. Karena kalau kita kalah, maka hegemoni perdagangan yang kita sudah sama-sama bangun akan dikuasai oleh Belanda dan rakyat kita akan menjadi lebih bodoh daripada yang sekarang."
"Lantas apa hubungannya kau mengolok-olok semua orang disini?" tanya Mallari.
"Agar kalian semua tersadar bodoh, krisis militer sudah di depan. Pertanyaanmu tadi kenapa aku berbicara kasar, coba kau perhatikan apakah ada seorang Prajurit yang dapat menjadi lebih kuat hanya dengan pujian Mallari? tentu tidak ada. Analogi yang sama juga berlaku untuk kalian dan Kerajaan yang kalian pimpin." jawab Karunrung.
"Memangnya 1000 Pasukan bisa menguasai Jazirah Sulawesi Selatan?" ujar Settiaraja, Datu Luwu.
"Settiaraja rahasianya karena disiplin tentara bukan keberanian. Itulah mengapa mereka dengan jumlah yang kecil mampu mengalahkan kita yang berjumlah besar. Sekalipun kebanyakan dari mereka itu pengecut, penipu, dan licik!"
Seketika terjawab sudah pertanyaan yang mengganggu benak mereka, mengapa dengan jumlah yang rasanya tidak masuk akal mampu terus menerus mengalahkan lawan yang berjumlah lebih besar.
Keringat dingin seketika mengalir dari kepala mereka semua, Karunrung mengatakan fakta yang selama ini mereka sangkal.
"Kalau kita melatih dengan disiplin tentara, apa Luwu bisa menang?"
"Mungkin Settiaraja tapi ketika mereka menembakan istinggar dan meriam, pasukan kita justru menyerang secara frontal, akhirnya ada salah satu prajurit yang ketakutan kemudian kabur lalu yang lain ikut menyusul. Itulah permasalahan yang harus dipecahkan bersama-sama," jawab Karunrung.
"Apakah ada peluang untuk bisa menang?" tanya Mallari.
"Selama ghiroh masih ada, tidak akan bisa Kafir Belanda mengalahkan kita."
"Berarti Balanipa harus meningkatkan jumlah pasukan."
"Bukan hanya meningkatkan kuantitas akan tetapi harus diiringi kualitas. Persenjataan, logistik, taktik serta manuver dalam pertempuran."
"Oh ya setauku ada senjata yang mengeluarkan mantra petir."
"Itu bukan mantra petir Mallari, tapi istinggar. Senjata itu seperti tombak yang mengeluarkan peluru berbentuk bola yang sanggup menembus besi. Bahkan Pendekar yang memiliki ilmu Parimbolog (sebutan untuk ilmu kebal bugis). Peluru itu mampu untuk menembusnya karena diciptakan untuk menembus baju besi dan dinding benteng," sahut Tenrilai.
"Luar biasa sekali Tenrilai. Aku ingin memesannya untuk Pasukan Kerajaan Balanipa."
"Kalau kau mau bedil pesan saja dengan Tuan kita yang sedang berdiri itu. Kerajaanku baru saja mengembangkannya."
"Contohlah Tenrilai dan Mallari, Settiaraja. Kakau Datuk Luwu atau Raja yang lainnya inginkan senjata, wilayahku siap untuk menperdagangkannya."
"Mantra petir menarik juga," balas Settiaraja.
"Karunrung dari tadi kau hanya membahas bedil. Bagaimana dengan Benteng kita terutama di bagian Selatan Gowa." sahut Karaeng Bontomarannu, Laksamana Kesultanan Gowa.
"Masalah Benteng tidak perlu ada yang dikhawatirkan, Belanda itu tidak bodoh dan mereka juga pengecut. Mereka pasti akan mencari tempat yang aman dan dekat untuk mendarat. Ya sekalipun aku ingin membangun Benteng di Pesisir Jazirah Sulawesi Selatan, Namun untuk saat ini aku ingin alokasi pendanaan ke pelatihan kualitas tentara dan pengembangan senjata api."
"Apa tidak apa-apa membiarkan saja kelemahan kita?"
"Bontomarannu fokus yang lebih penting adalah Kerajaan-Kerajaan yang berada dibawah naungan Kesultanan kita. Bisa saja Belanda menyerang dan mendaratkan Pasukan di sana. Mereka tentu akan memilih opsi B ketimbang opsi A yakni mengincar terlebih dahulu Kerajaan yang lebih lemah."
"Tapi tetap saja Karunrung... apa kau mau menerima usulku. Bagaimana kalau kita melakukan peremajaan pada senjata Kapal Padewakang dan Gale, meriam kita sudah mulai usang."
Catatan: Padewakang adalah kapal tempur milik Kesultanan Gowa yang memiliki 2 Dek, Dalam Keadaan Optimal memiliki Lantaka dan Meriam. Kapal ini memiliki ukuran sampai 30 Meter, Biasanya digunakan untuk Berdagang jarak jauh atau Militer, Dan menampung 15-20 Kru kapal.
Sedangkan Gale memiliki 3 dek dengan ukuran 40 Meter dan lebih berat dan besar daripada Padewakang. Juga Kapal ini biasanya digunakan untuk Berdagang jarak dekat atau Militer, Gale sanggup menampung hingga 400 kru.
"Benar sepertinya aku terlalu fokus mengembangkan flintlock untuk istinggar akhir-akhir ini,"
"Haha jangan pernah lupakan lautan Karunrung."
"Bontomarannu, kalau begitu minggu ini berlayarlah ke India atau Jepang untuk membeli meriam."
"Baik, Akan kukerahkan bawahanku Karunrung. Namun kau ingat kan perkataan Tuan Ayanokouji?"
"Kenapa akhir-akhir ini sering lupa. Tokugawa itu aku tidak habis pikir," ketus Karunrung.
"Jepang Negara apa itu?" tanya Settiaraja.
"Biar aku yang jawab, Jepang adalah Kerajaan yang berada di Timur Jazirah Korea. Sekarang Negara itu diperintah oleh Klan Tokugawa," jawab Bontomarannu.
"Benar kata Bontomarannu, aku mau kalian semua disini, termasuk kau Mallombasi dan lainnya untuk memperdala. ilmu Senjata Api untuk mempertahankan Hegemoni Kesultanan yang telah kita bangun. Demi Kebaikan dan masa depan rakyat kita semua, ini perintahku sebagai Mangkubumi Kesultanan Gowa!"
Seketika seisi ruangan langsung terbakar semangatnya, bahkan lawan politik Sultan Hasanudin sempat merasakan hal yang sama. Setelah membakar semangat mereka, Karunrung duduk dan memperhatikan Sultan Hasanudin membahas keadaan diplomasi Gowa.
Sultan memberitahu kenyataan pahit kepada mereka semua bahwa musuh politik Gowa semakin banyak. Meskipun terdengar janggal di telinga, Penguasa Sulawesi itu menegaskan bahwa VOC pasti akan membentuk koalisi raksasa untuk menghancurkan Gowa.
Loyalis Arung Palakka yang masih berada di Buton, Kesultanan Buton dan Kesultanan Ternate atau Tidore, Kesultanan Banjar dan Mataram yang sedang dekat dengan Belanda. Ketika teringat dengan perkataan Karunrung tadi tentang kekuatan Belanda, banyak dari para Hadirin yang mulai berkeringat dingin.
Hubungan Gowa dengan banyak Kesultanan lain semakin buruk. Apalagi Kesultanan lain mmperhatikan Kesultanan Gowa yang setiap tahun terus memperkuat kekuatan militer kerajaan secara agresif. Kebijakan Karunrung sebagai Mangkubumi senantiasa fokus untuk memperkuat dan mengembangkan militer.
Setelah membahas masalah-masalah yang lain, pertemuan pun disudahi oleh Sultan ketika berkumandang adzan isya di Masjid.
--
Matahari mulai terbit, Karunrung dan Malewai telah berada di atas kuda mereka masing-masing. Sebelum rombongannya berangkat, Karunrung memacu kudanya menghampiri Djapu.
Ia ingin mengundang Kepala Suku Yolgnu untuk berkunjung ke Istana miliknya. Mallari yang kebetulan lewat bersama pengawalnya menghampiri Karunrung.
"Bagaimana apa kau mau mengunjungi Bontoala?" ujar Karunrung.
"Tentu saja Karaeng" balas Djapu.
"Karunrung aku juga ingin mengunjungi Istanamu sekaligus membahas tentang mantra petir." ujar Mallari.
"Baiklah tapi terlebih dahulu aku ingin mampir ke rumah mertuaku di Pulau Selayar. Wanita yang kucintai dan Ibu Sabaro berasal dari sana,"
"Ayah apa kau yakin tidak apa-apa untuk pergi dari Istana lebih lama lagi?" sahut Malewai.
"Hah! biasanya juga kau pesta ke Kerajaan lain. Aku sudah menuliskan sepucuk lontara pada Karaeng Popo (Salah satu petinggi Kerajaan Tallo dan bawahan Karunrung) untuk mengambil alih sewaktu-waktu ada perlu."
"Oh ya dimana para pengawalmu Karunrung?" sahut Mallari.
"Aku malas membawa terlalu banyak orang Mallari. Biaya makan, biaya lain-lain sebisa mungkin berhemat. Tidak usah membawa Pengawal Pribadi, Ujung Pandang sudah sangat ketat penjagaanya."
"Berapa lama kalau berlayar dari dermaga?"
"Cepat kalau naik Pinisi (Kapal Layar berukuran sedang sekelas Frigate Eropa) mungkin setengah hari sampai. Akan tetapi dengan angin yang tak mendukung, perjalanan mungkin bisa memakan 2-3 Hari kesana."
"Singgasana tidak baik jika ditinggalkan lama-lama,"
"Kalau begitu kau tidak jadi ikut Raja Balanipa?" tanya Karunrung.
"Aku akan berlayar, biar Pitu Babana Binanga bawahanku yang mengurusnya."
Mereka berempat dan Para Prajurit Kerajaan Balanipa yang berjumlah 50 orang, bertolak dari Dermaga Ujung Pandang dengan menaiki Kapal Pinisi untuk penumpang yang disewa Karunrung menuju ke Pulau Selayar.