Saat jam istirahat tiba Elmira yang berniat untuk mengisi perutnya ke kantin bersama Alana harus ia urungkan lantaran dipanggil oleh kepala sekolah—Bu Nilam. Dapat ia tebak pasti kepala sekolahnya itu akan membicarakan perihal pertukaran pelajar.
Semoga saja ada kabar baik mengenai hal ini, entah mengapa Elmira masih berharap bahwa dirinya tak jadi ikut program tersebut. Sebenarnya bisa saja Elmira menggunakan kesempatan ini dengan baik, yaitu dirinya bisa tinggal yang tentu saja bukan rumahnya dan ia bisa menjauh dari kedua orangtuanya.
Elmira menatap pintu ruangan kepala sekolah dengan gugup sebelum akhirnya ia memberanikan diri untuk mengetuknya. Begitu mendengar sahutan dari dalam, Elmira langsung membuka pintu tersebut secara perlahan.
Saat pintu sudah sepenuhnya terbuka dan Elmira masuk ke ruangan tersebut, ia cukup terkejut saat melihat ada murid lain yang berada di ruangan kepsek ini. Mungkin sekitar sepuluh orang dan Elmira mengenal salah satu di antara mereka yaitu Rivanya.
Gadis berambut pendek itu melambaikan tangan seraya tersenyum kepadanya, Elmira membalasnya dengan anggukan lalu duduk di samping gadis itu.
"Baik, semuanya sudah ada," Bu Nilam membuka suaranya saat Elmira berhasil duduk di samping Rivanya.
"Ibu langsung beritahukan saja ya," wanita berhijab itu berdeham pelan, "Berhubung di sini ada sebelas siswa, sedangkan kuota untuk program pertukaran pelajar ini hanya ada sepuluh siswa. Maka, dengan berat hati Ibu harus mengeluarkan satu di antara kalian."
Bu Nilam menatap satu persatu siswa di hadapannya. "Yang Ibu keluarkan itu bukan berarti tidak layak ya, tapi ada yang lebih baik lagi. Jadi, Ibu harap setelah ini di antara kalian yang keluar tidak ada yang saling iri, paham?"
Semua siswa dengan kompak mengangguk. "Paham, Bu."
"Aryo, maaf Ibu harus memilih kamu untuk keluar dari program ini."
Bukannya merasa sedih, siswa bernama Aryo itu langsung tersenyum lebar dan bangkit dari duduknya. "Gak apa-apa, Bu. Terima kasih banyak, saya keluar ya, Bu?" Aryo mencium punggung tangan Bu Nilam lalu melambaikan tangan pada semua siswa yang tersisa.
Hal itu membuat mereka menyorakinya dan Bu Nilam hanya bisa menggeleng heran. Tanpa mereka sadari, Elmira mencoba untuk tak sedih saat dirinya tak dikeluarkan oleh Bu Nilam dari program ini. Sekarang pupus sudah harapan Elmira untuk tetap bertahan di sekolah ini, ia tahu mengikuti program ini hanya sementara saja tetapi rasanya sulit sekali untuk meninggalkan sekolah ini.
"Jadi, kalian semua Ibu percaya untuk mengikuti program ini. Jangan ada yang menyia-nyiakan kepercayaan Ibu ini ya?"
"Iya, Bu."
"Untuk informasi mengenai sekolah yang akan kalian tuju segera menyusul, kalau untuk sekarang itu dulu informasi yang bisa Ibu sampaikan. Apa ada yang ingin ditanyakan?"
Elmira mengacungkan tangannya membuat semua orang langsung mengalihkan atensinya. "Ya, Elmira?"
"Kalau untuk sekolahnya sendiri apa berada di lokasi seperti SMA Pelita Bangsa atau ada di pedalaman, Bu?"
"Berbeda-beda. Nanti akan Ibu bagi, ada yang sekolahnya berada di desa dan juga di kota—yang tentunya semua fasilitasnya di atas sekolah ini. Begitu juga dengan yang di desa, fasilitasnya berada di bawah SMA Pelita Bangsa."
Mendengar penuturan dari wanita di hadapannya membuat Elmira mengangguk paham, di mana pun nanti sekolah yang akan ia tempati Elmira akan mencoba untuk beradaptasi dan juga tentunya berusaha untuk senyaman mungkin berada di sana.
"Yasudah, tidak ada lagi yang akan Ibu informasikan. Sekarang kalian bisa keluar, takutnya nanti bel masuk berbunyi dan kalian belum isi perut," ujar Bu Nilam seraya terkekeh pelan.
"Terima kasih banyak, Bu."
Semuanya pun keluar dari ruangan kepala sekolah, Elmira yang memang malas berdesak-desakan akhirnya memilih untuk keluar paling akhir saja dan kebetulan di depannya ada Rivanya.
Sesampainya di luar Rivanya membalikkan badannya ke arah Elmira. "Elmira, kita ke kantin bareng yuk!"
"Boleh, deh," balasnya, lagi pula ia yakin kalau Alana sudah berada di kantin dan mungkin sudah menghabiskan makanannya.
Suasana kantin saat ini tidak terlalu ramai karena mungkin semua orang sudah menghabiskan makanannya dan kembali ke kelas, sementara Elmira harus menemui Bu Nilam terlebih dahulu untuk menerima informasi baru.
Begitu memasuki area kantin Elmira langsung mengedarkan pandangannya untuk mencari Alana, saat melihat sahabatnya itu yang sedang menyantap mie ayam Elmira langsung menarik Rivanya untuk menghampiri Alana.
"Eh, eh, kamu gak mau beli dulu makan?" tanya Rivanya yang terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik.
Namun, Elmira tak menghiraukan itu. Ia tetap menarik Rivanya hingga sampai di meja yang ditempati oleh Alana seorang diri.
"Astaga, gue kaget, El!" pekik Alana yang langsung mengambil minumnya lantaran sedikit tersedak.
"Sorry, sorry. Btw, kenalin nih temen gue," Elmira mengenalkan Rivanya kepada Alana.
Rivanya yang paham pun langsung menyodorkan tangannya pada Alana. "Aku Revanya, kamu bisa panggil aku Anya. Aku dari kelas IPA 1."
Alana yang mendengar kosa kata yang digunakan oleh gadis itu sedikit terkejut, namun melihat penampilan dari Rivanya membuat Alana bisa menebak bahwa gadis itu memang terlihat gadis baik-baik dan juga polos.
"Gue Alana, temen sekelasnya El. Salam kenal," Alana tersenyum manis.
"Salam kenal juga, Alana."
Elmira menatap Rivanya dan menarik gadis itu untuk duduk berhadapan dengan Alana. "Sekarang lo tunggu di sini, biar gue yang pesenin makanan."
Baru saja Elmira hendak meninggalkan mereka, Rivanya langsung mencekal tangan Elmira. "Gak perlu, biar aku aja yang pesenin. Kamu mau apa?"
Gadis dengan rambut sepinggang yang kali ini ia biarkan tergerai itu menatap ke arah Rivanya dengan tak enak. "Emangnya gak apa-apa?"
Rivanya tersenyum manis sehingga menampilkan lesung pipinya. "Gak apa-apa, kok."
"Yaudah kalau gitu, gue mau nitip bakso aja," Elmira menyerahkan uangnya pada Rivanya. "Oh ya, kalau minumnya air putih aja. Thanks ya..."
Setelah kepergian Rivanya, Alana menatap gadis itu yang perlahan menjauh lalu mengalihkan pandangannya ke arah Elmira. "Lo kenapa bisa kenal sama cewek kayak Alana?"
"Ketemu di perpustakaan dan kebetulan dia sendiri yang nyamperin gue, ternyata dia juga ikut program pertukaran pelajar," jawab Elmira menjelaskan.
"Oh jadi nanti lo bakalan sama dia dong di sekolah baru?" tebak Alana.
Kedua bahu Elmira terangkat. "Gak tahu juga, informasi tentang sekolahnya nanti nyusul."
"Dia kayaknya gampang banget akrab ya," Alana menatap mie ayamnya dengan nanar. Pikirannya saat ini benar-benar berkecamuk.
Elmira menyernitkan alisnya melihat raut wajah sahabatnya itu. "Lo kenapa?"
Alana mendongak lalu menggeleng disertai senyuman tipisnya.
Tak puas dengan tanggapan Alana seperti itu, Elmira mengguncangkan tangan sahabatnya itu memaksa untuk berkata jujur. "Jawab pertanyaan gue yang bener, Na."
Alana menghembuskan napasnya kasar. "Gue takut kalau nanti posisi gue yang selalu ada di samping lo itu tergantikan sama dia, El. Mana dia keliatannya baik banget, beda kayak gue yang selalu bikin lo kesel."
***