"Bagaimana caraku untuk menyiapkan teh? Diriku bahkan tidak tahu cara membuat api karena aku tidak pernah bepergian sebelumnya," sahut Zophie secara spontan.
Mendengar kata-kata pelayan itu, Baron Albert mengguncang bel yang tergeletak di atas meja, seolah memberi tanda agar tidak perlu khawatir. Pria itu berkata, "Pelayan bawakan aku botol kaca yang digunakan Yang Mulia saat perjalanannya biasa."
Pelayan berambut coklat dengan penampilan yang baik melangkah keluar atas perintah Albert dan datang beberapa saat kemudian dengan membawa sesuatu. Albert mengambil botol kaca yang memiliki ukuran sedikit lebih panjang dari telapak tangannya dan mengulurkan benda itu pada Zophie. "Ini adalah botol kaca ajaib yang dapat menjaga tehnya pada suhu yang sama sepanjang waktu."
Botol kaca transparan dengan varian perak warna-warni di bagian atasnya. Itu adalah termos yang sangat indah dan mahal untuk dirinya sentuh. Albert mengulurkan tangan seolah meminta Zophie untuk mengembalikannya setelah dia melihat botol kaca tersebut.
Pria itu memberikan demonstrasi singkat dengan membuka tutupnya dan menuangkan air secara langsung ke cangkir teh yang ada di atas meja. Benar-benar luar biasa. Zophie merasa kagum sebab saat dia menyentuhnya, botol itu terasa dingin, tetapi udara mengepul keluar dari botol itu saat di buka.
Albert berkata secara spontan, setelah melihat ekspresi Zophie yang masih terkejut dan tak mengamati penjelasan darinya. Zophie jelas mengenal benda itu sebagai termos modern.
"Kamu masih terkejut. Tidak salah sih soalnya benda ini benar-benar luar biasa," sebut Albert.
Zophie yang menonton tanpa memikirkan apa pun, hanya mengungkapkan kekagumannya. Gadis itu merasa bahwa dia melakukan kesalahan. "Aku sangat terkejut karena diriku berpikir bahwa itu hanyalah benda kosong. Tapi di mana aku harus merebus air untuk dimasukkan ke dalam botol kaca itu?"
Albert mengambil ketel di sebelah cangkir teh atas pertanyaan yang diajukan oleh Zophie padanya. Pria itu lalu mengisi air yang ada ke dalam botol kaca itu. Albert membalas, "Ini cukup untuk ukuran tiga cangkir teh sekaligus. Kau tidak harus merebus air secara terpisah, cukup masukkan saja air rebusan pertama ke dalamnya. Ari yang ada pasti akan tetap mendidih. Panasnya juga tetap sama di dalam botol ini dan akan terkunci pada suhu tersebut."
Kali ini, Zophie benar-benar terkejut. Dia mengetahui bahwa benda itu adalah sebuah termos tetapi, air di dalamnya akan tetap mendidih seperti yang diharapkan adalah sesuatu yang baru baginya. Sebuah item ajaib lain yang dimiliki oleh keluarga kerajaan yang tampaknya memang berbeda dengan yang dimiliki oleh masyarakat biasa.
"Kamu harus menjaganya tetap aman. Aku tidak perlu memberitahumu seberapa mahal harganya, bukan?" tegur Albert mengingatkan Zophie.
Pelayan itu tidak tahu berapa biayanya, tapi dia tentu yakin bahwa termos tersebut akan sangat mahal di pasaran. Dirinya hanya mengangguk saat memberikan jawaban.
"Nah, kalau begitu, kita akan berangkat satu jam lagi dari sekarang. Mengenai sisanya akan dijelaskan langsung oleh Countess Margarette," tutur Albert pada Zophie.
Gadis itu menyadari bahwa dia hidup di level yang berbeda dari saat dia menjadi Jeanne. Benar-benar sebuah keajaiban baginya untuk terlahir kembali dalam sebuah kehidupan yang baru. Benar-benar berbeda dari kehidupan dimasanya.
Mengendarai kereta kuda yang paling mahal diantara kereta dengan beragam warna yang berdiri berjejer di depan Kastil Luna. Zophie berkendara selama satu jam keluar dari kastil terbesar lalu tiba di sebuah kastil kecil yang dikelilingi parit. Memasuki paviliun kastil, dia melangkah secara perlahan ke arah kompleks dimana dirinya adalah anggota terakhir dari rombongan Pangeran Lucius Artorius.
Pemandangan di sekelilingnya berubah menjadi sedikit berbeda saat dia menunggu di Carre Magique bersama para pengawal dan pelayan lainnya. Dia berdiri di sana dengan mulut terbuka lebar dan bibir yang bisu. Dia hanya bisa mendengar cibiran dari sebelahnya. "Hei kamu, gadis gemuk yang paling jelek di dunia. Kau tahu, dirimu baru saja mengendarai kereta kedua yang paling mahal itu."
Sejak hari pertama, Joseph yang merupakan pelayan pangeran suka menegur dan mempermainkan dirinya karena tampilan fisiknya yang pria itu anggap terlalu jelek. Namun ,karena itu adalah masalah sepele yang tidak menyakitkan sama sekali, Zophie hanya menatap Joseph lalu naik ke bangku kereta yang ditunggangi oleh sang pangeran.
Dia membalikkan matanya saat dia melihat Joseph melangkah dan mengikutinya dari belakang. Dirinya menunjukkan sikap cemberut dan perkelahian kecil mereka tertangkap basah oleh Baron Albert.
Namun, Zophie tak pernah menduga bahwa saat dirinya harus mengikuti perjalanan bersama rombongan pangeran di Carre Magique akan ada banyak tradisi yang harus dilakukan. Dia bahkan merasa bahwa hal tersebut mirip seperti pesta yang diselenggarakan hanya untuk perjalanan seorang anggota keluarga kerajaan.
Sejauh mata memandang, gadis itu melihat sekitar selusin kereta pertanda bahwa banyaknya rombongan sang pangeran. Dia menatap keadaan yang berbeda, suasana ramai dengan banyaknya orang yang tak dikenalnya. Jumlah ksatria yang berjaga dan para pelayan yang mengikuti mereka mungkin lusinan saking banyaknya.
Pada akhirnya Zophie hanya berusaha untuk berbaur sebaik mungkin dengan perasaan bingung yang menghantui dirinya selama perjalanan pertama itu. Zophie sekarang lebih kagum dengan hal-hal baru yang tampak bersinar dan besar di matanya.
Gadis itu sangat senang karena dia belum bertemu pangeran di dalam kereta. Dia berpikir bahwa dia harus bersyukur akan hal itu karena dirinya bisa bersikap santai belakangan ini. Dia dengan mudah melupakan apa yang sebelumnya dia sebut sebagai konspirasi buatan Maker dan mulai menikmati pemandangan yang ada di sekitarnya.
Bagi Zophie yang hanya tinggal di kota besar dan padat seperti Ibu Kota Kekaisaran Castus, pemandangan yang ditatapnya sekarang begitu baru dan indah. Meskipun dia tidak mampu bepergian ke luar negeri, dia sangat bersemangat sehingga dirinya tanpa sadar menyenandungkan lantunan penuh suka cita.
Saat itu awal musim panas dan cuacanya sangat cerah sehingga dia tidak bisa melihat dengan matanya secara jelas. Seseorang yang sangat baik hati dikenalnya di perjalanan ini hanyalah masinis yang berusia sekitar lima puluh tahunan.
Saat menjalankan kereta itu selama dua jam ke depan, pria itu banyak berbicara dengannya karena Zophie seumuran dengan putri bungsunya. Sebuah pintu kecil yang berada di belakang kini terbuka dan pintu tersebut mengarah ke bagian dalam kereta.
"Yang Mulia sedang menginginkan tehnya, jadi bersiaplah," ujarnya.
Pintu itu lantas dibanting dan kemudian tertutup dengan sendirinya begitu perintah itu diberikan padanya seolah-olah dia tidak ingin menatap wajahnya sendiri. Zophie tanpa sadar menjulurkan lidahnya ke pintu yang tertutup itu. Dia menolak untuk berurusan dengan pria itu karena sikap dan aksi yang ditunjukkan oleh Joseph begitu tidak sopan dan kurang ajar.
**To Be Continued**