"Diriku tidak memiliki posisi untuk memilih." Zophie bergumam. Gadis ini mengingat saat nasibnya berubah tiga belas tahun yang lalu, dan jiwanya dipindahkan ke tubuh anak berusia lima tahun. Memikirkan hal konyol itu membuatnya merasa sangat malu.
***
Ini adalah satu kejadian di tiga belas tahun yang lalu. Jeanne sedang makan malam sendirian. Dia hanya ditemani oleh sebuah layar TV yang tidak berfungsi dengan baik selama beberapa hari terakhir.
Dua tahun lalu, setelah orang tuanya meninggal mendadak dalam kecelakaan mobil, dia benci rumah yang tampak begitu sepi, makanya dia menyalakan TV saat dia berada di rumah atau pun saat dia bahkan sedang tidur. Sepertinya benda itu rusak sekarang. Dia tidak ingin menelepon customer service. Jadi, dia membiarkannya saja. Tapi entah kenapa sekarang suara dengungan yang ia dengarkan tampak kembali terdengar dan TV nya kembali berfungsi.
Pada hari itu, Jeanne sedang menonton TV tanpa berpikir panjang, dan tiba-tiba layarnya menampilkan gambar bertaburan dengan berbagai varian warna, lalu berubah kembali menjadi putih. Saat dia melihat ke layar yang tengah berubah, dia mengira benda itu kembali berjalan dengan semestinya. Namun, sebuah ruangan putih pun muncul di hadapannya, dan di tengah ruangan, dia melihat banyak kejadian. Perangkat yang umumnya hanya menampilkan satu gambar di dalam layer, kini menampilkan banyak gambar yang berbeda.
"Apakah ini sebuah drama? Tapi tidak ada siapa-siapa di sini. Jadi, mengapa TV itu hanya menunjukkan kamar yang kosong padaku?"
Setelah sepuluh menit terpapar terus-menerus pada adegan yang sama, Jeanne mengira itu sangatlah aneh. Jadi, dia mulai mencari remot kontrol dan menekannya secara acak, sebab benda kecil itu tampak tidak merespon dengan baik..
"Yah, remot ini harus dipukul lagi."
Dia berbalik untuk membersihkan meja, berpikir, "Aku akan menelepon pusat perbaikan atau membeli produk yang baru di tempat barang bekas besok." Setelah itu, dia mendengar sebuah suara yang keras.
"Apakah kau memimpikan kehidupan yang penuh warna? Apakah kau memimpikan dunia baru? Hubungi aku kapan saja jika kau ingin keluar dari kehidupanmu saat ini. Namaku adalah Maker."
Terkejut dengan suara ceria yang tiba-tiba terdengar dan tidak tahu dari mana asalnya, Jeanne menoleh ke belakang, dan sekarang ada seekor anjing kecil yang lucu di dalam layar TV.
Dia berpikir bahwa dia mungkin berhalusinasi, sebab dirinya berada dalam banyak tekanan karena mengambil pekerjaan tambahan untuk membayar uang sekolahnya semester depan. Kini dia menggelengkan kepalanya untuk mendapatkan kembali fokusnya, sebab ia berpikir dirinya pasti kelelahan. Tapi, saat itu juga dia mendengar suara itu lagi.
"Tidak ada yang salah dengan dirimu. Ini adalah kesempatan dan kau telah dipilih. Jika kau ingin melarikan diri dari kehidupan kerasmu, maka kau hanya perlu memanggil namaku, 'Maker'."
"Maker? Apakah aku akhirnya menjadi gila? Tolonglah, kehidupanku sudah cukup buruk tanpa teman, tanpa orang tua, dan beban hidup sebesar seratus ribu won sebulan. Tapi, aku juga tidak ingin menjadi gila," gumam Jeanne dengan suara melankolis dan mendengar suara yang sama lagi.
"Yah, kedengarannya seperti kehidupan yang sangat gelap. Bagaimana perasaanmu? Panggil saja 'Maker' sekali dan semuanya akan berubah. Diriku berani bertaruh."
"Mempercayai dirimu? Aku tidak tahu apakah ini nyata atau mimpi. Apa yang kau ingin diriku percayai?"
"Kamu bingung, jadi panggil saja aku dengan namaku, dan percayalah kamu tidak akan rugi. Sebut saja Maker Maker Maker."
Jeanne akhirnya mengucapkan nama tersebut. Dirinya kesal dengan seekor anjing visual yang tak dikenal olehnya tapi, malah berpura-pura ramah. Dia meneriakkan Namanya seperti orang yang tengah kesurupan.
"Sial, kamu berisik sekali Maker. Tolong berhentilah! Aku pasti sedang bermimpi sekarang. Jadi, maukah kamu keluar dari mimpiku sekarang?"
"Oh, selamat! Kau baru saja membuat pilihan yang sangat bagus."
Saat anjing yang bernama Maker berteriak dengan suara yang penuh semangat, lingkungan sekitar Jeanne tiba-tiba mulai berubah dengan sendirinya.
"Apa? Apa ini?" Jeanne berteriak dengan takjub saat dia menemukan dirinya berdiri di ruangan putih yang kosong dan melihat dirinya muncul di dalam layar hanya dalam kedipan mata.
"Selamat datang di ruang kesempatan. Bagaimana perasaanmu? Ini sangat keren, bukan?" sahut sosok anjing tersebut.
Ada enam multi penglihatan di ruangan kecil tanpa ada apa pun lagi di sana kecuali mereka berdua. Tapi, Maker menunjukkan penampilan bangga akan apa yang terjadi.
"Hah? Apa yang terjadi? Bukannya aku tengah bermimpi?" Ucap Jeanne karena ia yakin bahwa situasi saat ini adalah mimpi. Dia masih berusaha memprosesnya tanpa ekspresi.
Maker berseru dengan gembira, "Oh Iya. kau pasti ingin segera bangun dari mimpimu. Namun ini bukan mimpi, tapi tidak masalah. Sekarang, waktunya bagimu untuk membuat pilihan dunia baru. Manakah dari enam layar yang ada di depanmu yang menjadi favoritmu?"
Jeanne yang masih terkejut berusaha mengabaikan pernyataan bahwa hal yang tengah dialaminya bukan mimpi. Tatapannya kini beralih ke enam layar.
Layar pertama menunjukkan gambar para ksatria berbaju zirah berbaris di depan kastil yang mengibarkan bendera dengan latar belakang Abad Pertengahan. Layar kedua menunjukkan seorang suku Indian yang tengah berada di Wild West. Dan orang-orang bersenjata mengejar mereka sambil menunggang kuda.
Jeanne mengerutkan kening pada kedua layar tersebut. Dia tak melihat adanya tampilan mimpi atau pertunjukkan romansa sama sekali. Matanya kini beralih ke layar berikutnya. Yang ketiga adalah adegan seorang raksasa, dia mengenakan helm Viking, tiba di pantai dan menjarah kota, sedangkan yang keempat adalah adegan wanita Harlem dengan pernak-pernik sembari tengah merokok dan mengobrol.
Jeanne beralih ke layar yang kelima, bingung dengan pemandangan yang ditampilkan. Di aula perjamuan besar, seorang wanita kurus berambut merah dengan gaun perak dan seorang pria tampan yang juga berambut perak dengan jubah biru menari. Jeanne beralih ke layar terakhir, berpikir sejenak tentang kostum berwarna yang dikenakan orang-orang dan ruang dansa. Penampakan yang ada di hadapannya mirip seperti adegan dalam dongeng.
Ada sebuah adegan dimana seorang wanita cantik sedang duduk di ranjang mewah sembari memeluk seorang bayi. Layar terakhir, terhimpit dalam rasa dan sikap keagungan, dinamisme, kemelekatan, serta kemewahan, membuatnya terlihat begitu hangat. Jeanne tersentuh pada pemandangan yang ia lihat dan secara tak langsung menyentuh layar terakhir tanpa ragu-ragu.
"Oh, kau menyukai kehidupan yang seperti itu. Sebuah pilihan yang tidak biasa. Senang melihat kau memilih dunia yang berbeda. Aku turut bahagia bahwa kau memiliki mata yang jelih. Tapi ada satu hal yang kurang. Aku tidak bisa mengirim jiwa baru ke dalam dunia yang kau pilih.
**To Be Continued**