Jika memang pria sepertinya masih memiliki cinta seperti itu di dalam hatinya, maka dia tidak akan pernah meninggalkannya di teater yang berbahaya sejak awal. Tempat hiburan adalah lokasi yang umumnya terjadi segala macam tindakan mesum dan monopoli terjadi.
Zophie berbicara buruk tentang dirinya sendiri. Dia merasa kacau untuk sekarang, sedangkan dalam beberapa hari dia harus memberikan jawaban pada Meera.
***
"Apa katamu?" teriak Meera
"Beri aku tenor cicilan selama delapan puluh bulan." Tutur Zophie.
Wanita itu terpaku dengan mulut terbuka dengan ekspresi yang penuh keheranan. Dirinya bahkan tidak bisa mengeluarkan satu kalimat apa pun.
Meera hanya memandangi gadis itu di depannya dalam waktu yang cukup lama untuk melihat apakah dia sedang bercanda atau tidak. Tapi, dirinya mulai marah ketika menyadari bahwa Zophie ternyata serius.
"Jika dirimu sedang bermain, sebaiknya keluarlah. Aku tidak cukup bebas untuk bercanda denganmu saat ini," tegas Meera.
"Aku tidak pernah bercanda. Apakah ada orang yang bercanda tentang hidup mereka yang tengah dipertaruhkan?" balas gadis itu dengan menaikkan nada suaranya.
"Jadi, apakah kamu serius?" tanya wanita itu sekali lagi.
"Iya. Aku akan membayarmu kembali pada saat aku mendapat uang dengan upah kerjaku. Soalnya kalau aku hitung-hitung penghasilan dari pekerjaan yang bisa aku dapatkan sebulan sekitar tujuh puluh koin. Jadi aku pikir rasanya aku akan bisa membayarmu dalam waktu delapan puluh bulan," tutur gadis itu dengan begitu serius.
"Aku tak dapat berkata-kata. Mengapa diriku harus mendengarkan kata-kata dirimu dalam situasi di mana aku dapat memperoleh uang secara instan?" tegur sang pemilik teater.
"Kau akan mendapatkan rasa terima kasih dan balasan yang aku janjikan itu. Namun di sisi lain, jika kau menolak tawaran ini, aku bersumpah akan memberimu dendam dan bencana yang takkan kau duga," ujar Zophie.
Meera terdiam sesaat. Dia melihat tatapan tajam dari seorang gadis yang sedang mengajukan kesepakatan bisnis dengannya itu.
Zophie bukanlah orang biasa, tapi dia adalah anak haram dari Marquis Armand. Separuh tubuhnya memiliki campuran darah bangsawan. Bahkan jika garis keturunan itu tidak berguna dan diakui lagi sekarang, dia tidak yakin apa yang mungkin akan terjadi. Lebih jauh lagi, gadis ini pintar, dan bahkan memiliki keberanian yang tidak akan mudah untuk mundur.
Meera mengakui bahwa sesuatu yang merepotkan mungkin akan saja terjadi nantinya. Setelah menimbang-nimbang, kemudian dia berbicara dengan lembut kepada gadis yang ada di depannya, "Baiklah. Aku akan menerima tawaranmu. Tapi diriku harus yakin bahwa kau secara berkala telah memikirkan bunganya karena dirimu akan mencicil uang tersebut selama sekitar enam tahun, bukan? Bagaimana dengan sistem bunganya?"
Gadis ini terkekeh mendengar hal itu. Dirinya menjawab, "Anggap saja bunga yang kau minta itu adalah upah kerjaku di teater selama ini. Aku membayarmu semahal itu sebagai jasa atas kebaikanmu sebab telah membesarkan diriku. Tapi, bukankah seharusnya aku juga patut dibayar untuk semua pekerjaan yang selama ini telah aku lakukan di teater? Mari kita hitung semua keringatku itu sebagai bunga."
Melihat Zophie berbicara dengannya secara jelas seolah-olah dia tidak mau kehilangan uang atau menambah jumlah utang, Meera mendadak berpikir bahwa ia seharusnya tidak membiarkan anak ini pergi dari sisinya.
Namun, dia melampiaskan keinginannya dan mengangguk, berpikir bahwa dia akan dalam bahaya jika gadis itu kembali menyimpan dendam padanya. Dia tampaknya lebih menyayangi anak yang putus asa ini daripada yang dia kira.
"Baik. Aku akan menerima tawaranmu. Mari tulis semuanya dalam surat perjanjian. Itu akan menjadi bukti yang akurat tentang apa pun yang telah kita bahas di sini. Mari kita perjelas juga bahwa jika dirimu tidak dapat membayar kembali selama delapan puluh bulan, yang kau sendiri telah tentukan, maka suka atau tidak kau tetap harus menjual dirimu sendiri demi membayar kembali setiap koinku itu," ungkap Meera dengan tegas.
Setelah memeriksa isi surat perjanjian yang ditulisnya dengan Meera, gadis itu masih menolak untuk menandatanganinya. Dia berkata, "Aku ingin membuat salinan lagi, tolong! Aku juga butuh dua orang saksi. Diriku akan menandatangani kedua surat perjanjian ini dengan tanda tangan dua orang saksi yang dengan telah tertera secara jelas."
Meera menertawakan kecerdasan dan keberanian gadis yang tumbuh di dalam teater ini walau tanpa banyak pendidikan, dia bisa belajar menulis dan memiliki sikap tata krama, sama dengan anak-anak teater lainnya.
"Ya, aku mengerti. Diriku akan mencarikan saksi yang kau butuhkan. Setelah dapat, aku akan memanggil dirimu segera saat semuanya telah siap. Itu yang kau inginkan, bukan?" tutur Meera.
"Baiklah. Aku akan mulai meninggalkan teater ini jika aku telah mendapatkan surat perjanjian itu. Aku akan keluar untuk menghasilkan uang agar dapat membayar semuanya padamu sesuai dengan kesepakatan kita," jelas Zophie.
***
Beberapa hari setelah kesepakatan yang dibuatnya dengan Meera terwujud, Zophie memberi tahu Lylia dan Layla hal tersebut. Lagi pula keduanya adalah orang yang juga telah membesarkannya dari Ia kecil. Dia rasa mereka berhak tahu mengenai keputusan yang akan dibuatnya.
"Kau telah memutuskan untuk meninggalkan teater?" Lylia tercengang mendengar ucapan Zophie yang begitu secara tiba-tiba.
"Ya, aku harus menjalani hidupku sendiri mulai sekarang. Lylia, kau sendiri yang mengatakan bahwa teater adalah tempat paling berbahaya bagi seorang gadis biasa yang baru saja melakukan upacara kedewasaan untuk tinggal," ujar gadis itu padanya.
"Benar, aku memang mengatakannya. Namun, apa yang bisa kamu lakukan diluar sana? Banyak pekerjaan yang juga sangat beresiko," balas Lylia dengan khawatir.
"Tenanglah. Diriku akan menjadi seorang pembantu," ungkap Zophie.
"Pembantu?" Layla terlihat cukup terkejut mendengarnya.
"Iya begitulah," kata Zophie secara singkat.
"Apa yang kamu tahu tentang pekerjaan itu? Menjadi seorang pelayan juga sama resikonya. Itu adalah pekerjaan yang tidak biasa kau lakukan, bahkan kemungkinan dirimu untuk dianiaya dan dilecehkan juga cukup tinggi. Resiko besar akan datang dan pergi menghantui hidupmu," tutur Layla.
"Memang benar. Tapi, bagaimana Jika diriku menjadi seorang pelayan yang sangat jelek, maka aku tidak perlu khawatir tentang hal itu sama sekali," ucap Zophie.
"Apakah kamu akan hidup sebagai sosok seperti itu walau telah keluar dari teater, dan tidak akan menghapus riasan yang selalu kau kenakan?" singgung Lylia.
Zophie mengangguk oleh kata-kata Lylia. "Iya. Dan aku akan melakukan transformasi pada diriku sendiri baik itu dengan penampilan wajah ataupun pada pakaian yang kukenakan. Mereka takkan berani untuk mendekat padaku."
Layla bertanya pada gadis itu dengan suara yang terdengar khawatir, "Apa menurutmu kamu bisa bekerja dengan baik jika merasa tidak nyaman selamanya?"
**To Be Continued**