"Jangan konyol! Hidupku akan mekar sepenuhnya? Bahkan jika dia adalah seorang adipati, aku tidak bisa tidur dengan pria yang lebih tua dari ayah kandungku. Itu tidak akan pernah terjadi. Aku merasa seperti akan muntah walau hanya memikirkannya. Tak bisa ku bayangkan jika diriku muntah di wajah Yang Mulia atau di tempat tidurnya, maka riwayatku akan selesai saat itu juga. Aku juga tidak ingin mati pada usia tujuh belas tahun. Hidupku adalah milikku. Aku bahkan berpikir hidup dalam penyamaran selama akhir hayat jauh lebih baik daripada mati telanjang di tempat tidur. Aku tidak akan pernah menjalani hidup yang diatur oleh orang lain," batin Zophie.
Gadis ini mengepalkan tinjunya dan menatap ke teater dengan penuh tekad. Dan mulai hari ini, atau beberapa hari kemudian, dia akan mengunjungi Meera dan memberikan pendapatnya.
Jika dia tidak mampu mengumpulkan uang tebusan yang telah ditawarkan, maka dia masih bisa mencoba meminta uang tersebut dari ayah kandungnya, Marquis Armand. Meskipun pria itu tidak pernah mencari dia atau ibunya. Dan juga tidak pernah menawarkan bantuan apapun sejak keluarga bangsawan mengusir mereka ketika dia masih berusia lima tahun.
Zophie merasa pria itu tetap harus bertanggung jawab atas kematian Samantha, ibunya. Hidupnya terlantar di dalam teater. Namun, fakta lain bahwa dirinya adalah anak haram adalah hal yang masih membuat langkahnya tertahan.
Marquis Armand dan keluarganya dulu sering mengunjungi teater dan menikmati pertunjukan opera, tetapi pria itu jarang terlihat lagi sejak kejadian tempo hari. Meskipun ini adalah tempat favoritnya karena di sini dia bertemu dengan Samantha dan merayunya. Mungkin dia tahu wanitanya itu akan ada di sini dan dia mencoba tuk menghindarinya.
Tetapi sehari sebelumnya, Jackson, yang mengelola kursi VIP opera, mengatakan kepada Zophie bahwa dia akan menyiapkan anggur dan minuman di dalam menu favorit. Karena katanya, Marquis akan menghadiri pertunjukan berikutnya pada hari pembukaan.
Zophie mengira ini adalah kesempatan yang datang dari surga untuknya. Namun sayang saja kalau fakta berbicara hal yang terbalik. Jika Marquis tidak mengunjungi teater, maka dirinya harus mencoba cara lain untuk bertemu dengan ayahnya itu.
Untuk pertama kalinya sejak dia mulai tinggal di teater, dia mendengar bahwa ayah kandungnya akan berkunjung. Insiden ini dianggap sebagai pertanda bahwa semuanya akan berjalan dengan baik.
Tapi jumlah yang Meera katakan padanya jauh lebih besar dari apa yang dia kira, dan dia merasa begitu kecewa sekarang. Pikirannya terus melantur. "Akankah Marquis ingin membayar jumlah sebesar itu? Bukankah itu jumlah yang besar untuk para bangsawan?"
Zophie yang tinggal di teater dan tidak pernah menyentuh uang, hanya dapat mengetahui bahwa itu adalah uang yang sangat banyak, tetapi tidak dapat menyadari seberapa besar jumlahnya. Dia sekarang terjebak oleh kebingungan yang ada.
"Aku tidak punya pilihan selain menabraknya, apakah itu akan berhasil atau tidak. Jika diriku tidak akan ditahan di tangan orang yang mesum tentunya. Tak ada pilihan lain, aku harus tetap waspada dan segera mendapatkan uang tersebut," pikir gadis ini.
Zophie menunggu hari kedatangan sang ayah, dirinya berdoa dan menguatkan tekad miliknya untuk tidak bersikap depresi akan situasi yang tengah Ia dihadapi. Dia bahkan telah melatih diri dengan sangat baik.
***
"Jackson, apakah itu Marquis Armand?" tanya Zophie dengan serius.
"Ya, itu dirinya. Sudah sepuluh tahun sejak diriku melihatnya. Dulu dirinya masih terlihat sangat muda, tapi walau di usianya yang sekarang, pria itu masih terlihat cukup tampan. Aku kira dia bahkan belum kelihatan begitu tua," jawabnya pada Zophie.
Saat Jackson berbicara, seorang pria dengan jas abu-abu terlihat sedang berjalan diantar ke tempat duduk yang ada. Sangat menyegarkan melihat sosok bangsawan itu berjalan dengan pengawal yang mengikuti mereka dengan cara yang elegan, sambil bersembunyi di sudut.
Meskipun katanya sosok itu dulu mengunjungi dirinya dan bermain dengannya ketika masih kecil, Zophie hampir tidak ingat melihat Marquis sejak dia berusia lima tahun. Pada pandangan pertama, dia ingat Marquis terlihat jauh lebih muda. Tapi, dia tidak bisa mengingat apapun secara detail. Sejak saat itu, dia berhenti keluar masuk rumah kekasihnya karena istri sahnya melahirkan pewaris tahta.
Seorang anak berambut pirang, berkulit merah muda terang dengan mata hijau, dan tubuh padat yang ramping, kini terlihat bersamanya. Tak terduga, hampir tidak dapat percaya bahwa dia memiliki anak seusia Zophie.
Pria di depannya adalah orang yang telah meninggalkan dirinya dan ibunya secara tidak bertanggung jawab. Dia merasa kenangan pahit itu kembali bermain ketika dia memikirkannya, tetapi sayang sekali gadis ini tak merindukannya.
Tekad milik Zophie lantas menjadi ciut. Pria yang seharusnya menjadi pelindung baginya adalah seorang pria yang tidak berperasaan yang meninggalkan darah dagingnya sendirian. Orang tua lah yang harus bertanggung jawab jika ingin memiliki anak.
Karena sejauh ini pria itu telah meninggalkan tugasnya, maka tidaklah berlebihan jika Zophie ingin meminta uang sebesar lima ribu untuk kehidupannya. Dia ingin keluar dari lubang neraka yang terasa menjerat.
Zophie terus mengawasi pria itu, dengan dada berdenyut kencang dan mencari kesempatan untuk meminta uang. Matanya tampak mulai berkaca dan dirinya terlihat juga cukup panik.
"Ayah?"
Dia sedang melihat ke belakang Marquis Armand berjalan pergi ke kotak opera. Sebuah ruangan tersembunyi yang dibuat secara khusus.
Namun tiba-tiba ada wanita dengan rambut coklat berkilau yang terulur dari kursi boks melambaikan tangan padanya. Zophie yang telah melihat ayahnya, mulai mencoba untuk mendekat dan berbicara dengannya, tetapi gadis ini malah kembali bersembunyi pada area gelap ruangan.
"Aku sangat senang kamu menepati janjimu. Diriku tahu kau tidak suka opera, tetapi karena ini adalah hari ulang tahunku dan ada perayaan upacara kedewasaan, aku ingin menikmatinya bersama ayahku tersayang di sini. Ibu dan Andrew juga akan segera datang."
Sinar kecantikan yang memukau, dengan rambut coklat yang terurai, dia terlihat mencuri perhatian. Sosok itu menatap dirinya sambil menyeringai dan menggenggam lengan Marquis dengan penuh kasih. Para pengawal membuka pintu tersebut lalu keduanya melangkah masuk.
Zophie yang menatap mereka, berbalik, wajahnya terlihat pucat saat ini. Tak ada ekspresi siginifikan yang ditunjukkan olehnya. Dia telah jatuh di bawah ilusi. Meskipun pria itu adalah ayah kandungnya, dia tidak melihat wajahnya selama lebih dari sepuluh tahun.
Zophie yakin bahwa pria yang seharusnya ia panggil sebagai ayah tidak peduli keadaan dirinya. Sekarang dirinya tidak mungkin akan tiba-tiba datang mendekat lalu mengungkapkan bahwa dirinya akan dijual, sedangkan dia butuh tebusan sebesar lima ribu koin emas."
**To Be Continued**