Pagi itu merupakan hari yang cerah di kediaman keluarga Arnold. Ia tengah menikmati sarapan yang telah disajikan oleh juru masak mereka. Bersama dengan Vi dan seorang putra, Arnold melakukan rutinitas paginya itu dengan santai. Setelah ini, dirinya akan mengantarkan putranya ke sekolah. Ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Rencananya, tahun depan Arnold dan Vi akan mulai memilih sekolah yang bagus di Distrik 10 untuk melanjutkan pendidikan putra mereka. Perbincangan terjadi di antara mereka bertiga layaknya sebuah keluarga kecil yang bahagia. Rasanya, tidak ada satu pun yang kurang dari kebahagian keluarga ini. Padahal, penampilan bisa dengan mudah menipu semua orang. Tapi, tetap saja manusia sering kali menilai seseorang dari luarnya saja.
"Harry, bagaimana nilai ulanganmu kemarin?" tanya Vi.
"Aku memperoleh nilai sempurna, Ibu. Seperti biasanya, aku selalu dapat nilai sempurna," jawab Harry dengan bangga.
"Wah, kau memang anak yang pandai. Kita harus memberinya hadiah, bukan begitu, Arnold?" Pandangan Vi melirik ke arah suaminya.
Arnold yang tengah sibuk dengan selembar surat kabar dan kopi pun sedikit terkejut mendengar namanya disebut-sebut. "Oh, tentu saja. Kau memang anak yang pandai, Harry. Bagaimana jika besok kau masuk ke salah satu sekolah terbaik di Distrik 10?"
"Benarkah? Ayah akan memasukkanku ke sana? Yeay!" seru Harry riang gembira.
"Tentu saja, Nak." Arnold melirik ke arah jam tangannya. "Habiskan sarapanmu segera, ini sudah hampir jam setengah delapan. Setelah itu, ambil tasmu dan kita akan berangkat bersama."
"Baik, Ayah."
Harry mempercepat sarapannya dan dalam sekejap roti isi di atas piringnya telah habis. Ia pun segera naik ke lantai dua, mengambil tas, dan kembali menemui kedua orang tuanya di meja makan.
"Ayo kita berangkat, Ayah," ajak Harry sambil berlari ke pintu depan.
"Ayah segera menyusulmu, Nak!" seru Arnold kemudian. Ia pun beranjak dari tempat duduknya, melangkah ke ruangan kerja pribadinya, dan mengambil tasnya sendiri. Lalu, ia pun berpamitan kepada Vi.
"Kau mau berangkat sekarang?"
"Iya, Sayang. Aku harus mengantarkan Harry terlebih dahulu ke sekolah. Jadi, aku berangkat sedikit lebih awal." Arnold memberikan kecupan manis kepada istrinya.
"Baiklah, hati-hati di jalan," kata Vi seraya membalas kecupan Arnold.
Sebelum berangkat, Arnold merasa Vi sangat sibuk dengan ponselnya pagi ini. Apakah ia sedang sibuk mengurus sesuatu dengan teman-temannya? Tentu saja perilaku Vi membuat Arnold penasaran.
"Lain kali, kalau kita sedang makan bersama, setidaknya matikan dulu ponselmu itu."
"Ah, iya. Maafkan aku, Sayang. Tapi, aku baru saja mendapatkan kabar yang menghebohkan. Sayang sekali kalau dilewatkan."
"Kabar macam apa yang membuatmu terlihat begitu bersemangat seperti itu? Skandal baru, atau yang lain?"
"Kali ini berbeda, Arnold. Aku rasa kau pun harus tahu soal ini. Lihatlah." Vi memperlihatkan berita yang tengah ia baca kepada Arnold. Sontak saja raut wajah suaminya itu langsung berubah. "Distrik 8 sedang dilanda kehebohan. Selembaran brosur promosi bertaburan di mana-mana, memenuhi jalanan kota. Seseorang telah sengaja menyebarkannya semalam. Brosur itu berisi pembukaan perdana sebuah kasino baru yang selesai dibangun baru-baru ini."
"Terdengar tidak asing."
"Iya, Sayang. Kita baru saja mendengar kabar di perjamuan Walikota soal perusahaan yang ingin membangun bisnis baru di sana. Tidak kusangka, mereka sudah akan melakukan pembukaan perdana nanti malam."
Ini sungguh aneh. Arnold baru saja mendengar kabar soal bisnis itu belum lama ini. Dalam sekejap, mereka akan melakukan pembukaan perdana secepat itu. Tetap saja ada sesuatu yang janggal dalam semua ini. Kasino baru tidak dibangun secepat itu. Lagipula, kenapa berita ini menjadi sangat menghebohkan? Distrik 10 sering membuka kasino baru, tapi beritanya tidak seheboh ini. Atau mungkin karena mereka membukanya di Distrik 8, tempat termiskin dan terkumuh di negeri ini? Arnold sudah mencium banyak sekali kejanggalan. Ia harus kembali memeriksanya segera sebelum ada sesuatu yang menimpa bisnisnya juga.
"Terima kasih atas informasinya. Aku berangkat dulu, Vi Sayang."
Arnold bergegas menyusul putranya, Harry, yang telah menunggunya di mobil. Pagi ini, ia sengaja mengantarkan Harry ke sekolah supaya dirinya bisa menjalin hubungan yang dekat dengan putranya. Banyak kasus anak-anak yang kurang perhatian dari orang tuanya lantaran mereka telalu sibuk bekerja. Ia tak mau hal serupa terjadi kepada putranya. Itulah sebabnya setiap beberapa hari sekali ia akan mengantar anaknya sekolah, begitu juga Vi. Kadang-kadang kalau memang keduanya sama-sama tengah terjebak dalam urusan mendesak, baru mereka akan menyuruh sopir untuk melakukannya. Selama Arnold dan Vi masih memiliki waktu, mereka akan selalu membersamai Harry. Mereka akan meluangkan waktu bagaimana pun caranya demi memastikan Harry tumbuh dewasa dalam asuhan yang baik.
Keluarga Arnold tinggal di Distrik 5, sebuah wilayah yang hijau dan asri. Hamparan perkebunan gandum dan jagung mewarnai perjalanan Arnold dan Harry. Distrik ini memang dikenal dengan lahan pertaniannya yang subur serta peternakan yang maju. Berbagai macam sumber makanan nabati dan hewani diproduksi di sini. Distrik 5 juga menjadi satu-satunya distrik yang jauh dari hiruk-pikuk kota meotropolitan. Namun, entah kenapa jarang sekali ada yang mau bermukim di sini karena penduduk di sini identik dengan pekerjaan sebagai petani. Tapi, menurut Arnold pribadi itu sama sekali bukanlah alasan. Udara bersih dan lingkungan yang ramah seharusnya menjadi tempat yang bagus untuk semua orang.
Rata-rata para petani dan peternak di sini memiliki lahan puluhan hektar. Mereka biasa memanfaatkannya untuk bercocok tanam atau hanya sekadar untuk mengembalakan hewan ternak. Walau begitu, kegiatan di sini sudah cukup modern. Tanah dibajak menggunakan mesin pembajak. Pengairan telah menggunakan mesin modern. Sapi-sapi diperah menggunakan mesin khusus, serta tempat pemotongan hewan yang sangat higienis dan steril. Arnold sendiri memiliki lahan yang cukup luas peninggalan keluarganya. Tapi, karena ia tak memiliki waktu untuk mengurusnya, ia menyerahkan lahannya untuk digarap oleh para petani penggarap. Ia akan memberikan bagi hasil kepada mereka secara adil supaya mereka masih tetap mau bekerja untuknya.
Setelah beberapa kilometer melaju, sampailah Arnold di sekolah dasar tempat Harry menuntut ilmu. Ia pun mengantarkan putranya itu sampai ke depan gerbang sekolah.
"Aku pergi dulu, Ayah. Sampai jumpa," kata Harry seraya keluar dari mobil.
"Belajar yang rajin, ya? Dengarkan apa kata Bu Guru. Jangan nakal, siang nanti Pak Supir yang akan menjemputmu."
"Baik, Ayah."
Untuk beberapa saat, Arnold hanya termenung melihat Harry berjalan memasuki gedung sekolah. Setelah putranya itu menghilang dari pandangan, ia kembali teringat soal berita yang dikatan oleh Vi. Mungkin sebaiknya, ia langsung pergi ke Distrik 8 untuk memeriksa keadaan. Pertambangannya di Distrik 9 bisa menunggu sebentar.
"Aku mencium kelicikan di sini."
***