Chereads / Wanita Lain Di Hati Suamiku / Chapter 7 - Membuat siasat

Chapter 7 - Membuat siasat

Dinda berusaha bangkit dan menatap kedua mata Rehan yang terlihat sudah tidak mencintai Dinda itu.

"Mas, selama ini aku karang apa? Pelayanan seperti apa yang aku belum berikan kepadamu selama kita menikah, sampai kamu memilih Sekar untuk melayani nafsu kamu?" tanya Dinda dengan kesal.

"Dinda, aku kan sudah bilang, sudahlah kamu jangan bahas itu lagi. Aku meminta kamu untuk diam di rumah melayani aku dan anak kita. Dengan begitu, kamu tidak akan kekurangan dan aku tidak akan marah," kata Rehan yang tidak ingin Dinda bersuara dengan segala perbuatannya.

"Mas, aku di sini adalah istri. Bukan budak yang hanya mengikuti semua perintah mu," protes Dinda menahan tangis.

"Dinda! Cukup, jangan buat kesabaran ku benar-benar habis. Kamu mau aku tinggalkan kamu tanpa sepeserpun harta!" bentak Rehan kesal.

Suara yang melengking itu membuat Arka terbangun dari tidurnya, tangisan Arka membuat Dinda buru-buru mendekati ayunan Arka dan menggendongnya.

Rehan merasa sangat terganggu mendengar tangisan Arka yang semakin kencang, hal itu membuat Rehan memilih untuk keluar dari kamar untuk mencari ketenangan.

"Aaahh.... Kamu benar-benar menguras kesabaran Dinda!" hardik Rehan berlalu pergi.

Karena perut yang sangat lapar, membuat Rehan memutuskan untuk mengajak Sekar pergi makan bersama di sebuah restoran.

Sementara Dinda yang menyeka air matanya, juga merasa lapar setelah meyusui Arka dan berhasil membuatnya tertidur kembali.

Akhirnya Dinda pun keluar dari kamar untuk memasak makanan, Dinda membuka kulkas dan mengeluarkan semua bahan yang akan ia masak.

"Non, Bibi bantu, ya?" tawar bi Iyas yang baru saja membersihkan ruangan dan menghampiri Dinda.

"Iya Bi, terima kasih. Tolong cuci ayam ini ya, Bi." pinta Dinda yang ingin membuat sup ayam.

Sejak menyusui, Dinda sangat suka memakan sayur dan kuah, itu juga yang dianjurkan oleh bi Iyas selaku yang sudah lebih tua dari Dinda.

Setelah semuanya siap, Dinda pun mulai menyantap dengan santai, Dinda melamun kan sesuatu dalam pernikahannya di meja makan, sembari mengaduk-aduk semangkuk sup yang ada di tangannya.

Ingin rasanya ia menunjukkan pada Rehan bahwa ia bukan hanya pantas menjadi pelayanan dan pemuas nafsu sekaligus pencetak anak untuk Rehan semata, Dinda berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa mencari jalan agar tidak selamanya bergantung hidup dengan Rehan.

'Apa mungkin dari sekarang aku harus menabung tanpa sepengetahuan mas Rehan, atau mungkin aku akan baik-baikin mas Rehan dan porotoin semua harta mas Rehan?' batin Dinda saat mengunyah makanannya.

Tiba-tiba muncul sebuah ide yang membuat Dinda mengulas senyum di tengah kerapuhan batinnya, Dinda pun mempercepat makannya, karena ia akan pergi ke sebuah bank untuk membuat rekening baru tanpa sepengetahuan Rehan, rekening atas namanya sendiri yang akan ia gunakan untuk memindahkan sebagian uang bulanan yang dikirimkan oleh Rehan untuk kebutuhan Dinda dan lainnya.

"Bi, saya mau pergi, saya titip Arka ya, Bi," kata Dinda setelah membawa piring kotor bekas makannya ke dapur.

"Memangnya Non mau ke mana?" tanya bi Iyas menghentikan kegiatannya yang membersihkan dapur.

"Saya ingin membeli sesuatu, Bi. Nanti saya perahkan asi untuk Arka sebelum saya pergi." jawab Dinda tidak memberitahukan niat hatinya pada siapapun.

Bi Iyas pun hanya mengangguk pelan, Dinda pergi ke kamar untuk bersiap-siap. Dinda menyisir rambutnya dan menempelkan make-up sederhana di wajahnya.

Setelah menyiapkan asi untuk Arka, Dinda pun pergi dengan leluasa.

Sampainya di tempat yang di tuju, sambil menunggu sampai rekening barunya jadi, sempat terpikir di benak Dinda untuk membeli pil KB. Agar ia tidak akan bisa hamil lagi dari anak keturunan suami yang telah berkhianat itu.

Cukup Arka, yang menjadi korban pertama dan terakhir. Karena sejak Arka lahir, Rehan sama sekali tidak menunjukan rasa kasih sayangnya kepada Arka.

"Ibu Dinda," panggil salah satu pegawai bank itu.

"Iya Mbak, saya," sahut Dinda melangkah maju.

"Ibu Dinda mau menabung berapa rupiah untuk kartu rekening baru ini?" tanyanya dengan ramah.

"Oh, saya mau menabung sebanyak 50 juta di rekening baru ini, Mbak." jawab Dinda yang sudah mencairkan terlebih dahulu uang dari rekening atas nama Rehan, suaminya.

Dengan cepat semuanya diproses sesuai dengan rencana Dinda, setelah semuanya selesai. Dinda pun pergi menuju Apotek dan membeli pil KB secara sembunyi-sembunyi.

'Dengan ini aku tidak akan bisa hamil meskipun mas Rehan memintanya, aku tidak sudi jika hanya menjadi mesin pembuat anak!' batin Dinda yang sudah membeli segepok pil yang ia butuhkan.

Setelah itu Dinda segera pulang karena ia tidak mau bi Iyas kewalahan mengurus rumah dan Arka.

Tibanya di rumah, Dinda sudah menjadi sosok wanita yang baru, seperti ada sebuah semangat baru yang merasuki jiwanya, berniat untuk bisa memulihkan bentuk tubuhnya yang berlemak.

"Bi, bagiamana Arka, apa dia rewel?" tanya Dinda menyapa bi Iyas.

"Enggak kok Non, den kecil sudah tidur siang, baru saja. Non dari mana saja, kok baru pulang?" tanya bi Iyas lirih.

Karena bi Iyas sudah seperti pengganti ibu bagi Dinda, bi Iyas selalu khawatir saat Dinda keluar rumah lama-lama, apalagi saat ini rumah tangga Dinda dengan Rehan sedang tidak baik-baik saja.

"Saya pergi ke supermarket, untuk membeli keperluan Arka, Bi. O ya, Bibi tahu sesuatu tidak tentang ramuan untuk membuat saya kembali seperti dulu, tanpa lemak. Tapi tidak membuat asi saya berkurang?" tanya Dinda berkonsultasi dengan bi Iyas.

"Ramuan jamu-jamuan saja, Non. Dan rajin olahraga, kalau bisa perut Non diikat dengan kemben untuk membuat perut Non kembali langsing," sahut bi Iyas yang berasal dari jawa itu.

"Kemben, apa itu?" tanya Dinda mengerutkan kening.

Terdengar aneh di telinga Dinda, karena baru kali ini ia mendengar nama itu, bi Iyas tersenyum karena ia lupa bahwa majikannya itu bukan orang jawa.

"He he, sebuah kain panjang yang biasa digunakan para ibu-ibu yang baru saja melahirkan, Non. Nanti Bibi pinjamkan punya Bibi." jawab bi Iyas yang terlihat sangat memberikan semangat.

Dinda pun tersenyum, ia benar-benar akan diet untuk mengembalikan semuanya, ia ingin kembali menjaga tubuhnya.

BI Iyas mengajak Dinda ke kamarnya untuk memberitahukan sebuah kain yang disebut dengan 'kemben' oleh bi Iyas.

"Nah, ini yang disebut kemben, Non," kata bi Iyas menunjukkan sebuah kain berwarna kecoklatan itu.

"Kain panjang ini, Bi? Ya ampun, panjang sekali."

Dinda terkejut dengan kain berwarna cokelat itu, ia tidak pernah melihat kain tersebut sebelumnya. Dinda mulai membayangkan bagaimana tersiksa dirinya jika sampai perutnya diikat oleh kain itu.

"Iya Non, ini gunanya untuk mengikat perut, agar bisa kembali langsing seperti semula, meskipun sebenarnya sudah telat Non," sahut bi Iyas sangat menyayangkan.

"Telat, kenapa Bi?" tanya Dinda bingung.

"Iya Non, seharusnya kemben ini Non pakai waktu baru lahiran itu, tapi tidak apa-apa kalau mau dipakai sekarang, asal Non betah dan telaten." jelas bi Iyas memberi solusi.

Dinda mengulas senyum, tentu saja ia akan melakukannya meskipun telat,berlama-lam dan akan menyiksa dirinya karena ia tidak akan membiarkan dirinya terpuruk berlama-lama.

"Terima kasih, Bi. Saya akan memakainya," ucap Dinda melempar senyum.

"Non, ada apa? Terlihat sekali wajah Non sangat bahagia, apa Non sudah bisa menerima saat den Rehan berselingkuh?" tanya bi Iyas yang tidak bisa memendam rasa penasaran.

"Huh," Dinda menarik napas panjang, dan membuang muka sebelum menjawab pertanyaan bi Iyas, "Bi, saya ingin membahagiakan Arka dan diri saya, kalau selama ini mas Rehan beralaskan saya sudah tidak secantik dulu, maka saya akan berusaha mengembalikan tubuh saya seperti dulu." jawab Dinda meyakinkan bi Iyas.

Dinda tidak ingin sampai ada yang tahu rencananya, meskipun bi Iyas adalah satu-satunya orang yang dekat dengannya.

"Wah, Bibi benar-benar bangga melihat Non yang begitu sangat tenang menerima semuanya," ucap bi Iyas melempar senyum.

"Terima masih Bi, semoga saja niat saya ini berhasil." jawab Dinda membalas senyuman bi Iyas.

Dinda sepertinya sudah mendapatkan aura harapan yang bisa membangkitkan dirinya kembali, ia mulai bisa membuka diri untuk memberikan kesempatan bagi dirinya merasakan kebahagiaan kembali.

Mungkinkah Dinda bisa melewati semua hari-harinya yang saat ini sudah memiliki cara lain untuk membuat dirinya bahagia?