"Tentu saja saya ingin bertemu dengan suami saya, Risa. Kenapa kamu bertanya seperti itu!"
Dinda menatap penuh curiga, karena merasa bahwa Risa ikut menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
"Di mana kamu menyimpan kunci ruangan mas Rehan? Cepat berikan pada saya!" titah Dinda yang menatap kesal.
Karena takut dengan wajah Dinda yang semakin terlihat marah dan tidak sabar, akhirnya Risa memberikan kunci itu pada Dinda. Dinda dengan cepat meraihnya dan segera berjalan menuju ruangan Rehan.
Rasa takut Risa membuatnya mengikuti Dinda dari belakang, ia tahu bahwa selama ini sudah ikut berbohong dengan imbalan uang yang cukup banyak dari Rehan jika ia bisa menyembunyikan kebohongan Rehan selama ini.
Dengan cepat Dinda membuka pintu bermodalkan kunci di tangannya, dan setelah itu membuka pintu tersebut dengan segera. Sebuah ruangan kantor yang sengaja di desain khusus oleh Rehan sendiri, memiliki satu kamar dan kamar mandi. Dinda dengan cepat menuju pintu kamar itu setelah mendapati suaminya tidak ada di meja kerja.
"Mas!"
Dinda terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Rehan bersama wanita yang pernah dikenal oleh Dinda sebelumnya. Rehan pun ikut terkejut lantaran ia dan wanita itu sedang asik bercinta di atas ranjang tanpa menggunakan satu helai pakaian pun, dan saat ini ia di pergoki langsung oleh Dinda.
Rehan duduk bersandar kan dipan dengan berbalut selimut putih bersamaan dengan Sekar, yang saat itu juga ketakutan lantaran perselingkuhannya dengan Rehan saat ini telah diketahui oleh Dinda.
"D-Dinda, kenapa kamu ada di sini?" tanya Rehan gugup dengan wajah yang memerah.
Risa menutup matanya dengan kedua tangan, ia sangat takut Rehan akan murka karena sudah mengizinkan Dinda masuk, juga karena malu melihat atasannya yang telah berbuat aib di kantornya tersebut.
"Jadi seperti ini cara bekerja kamu di kantor ini, Mas! Dengan wanita itu!" maki Dinda dengan tatapan penuh dendam.
Tak menunggu waktu lama, Dinda dengan cepat meraih tali pinggang yang masih menyatu dengan celana dasar Rehan dan memecut tubuh Sekar yang hanya tertutupi dengan selimut tipis milik Rehan di atas kasur.
"Auu, Auu, sakit!" teriak Sekar merintih mendapatkan siksaan Dinda.
Dinda menyerang Sekar dengan membagi buta, melihat hal itu membuat Rehan segera meraih boxser miliknya dan memakainya, dengan cepat Rehan menghentikan perbuatan Dinda yang menyiksa kekasih gelapnya itu.
"Dinda, hentikan. Apa yang kamu lakukan ini salah!" bentak Rehan merebut tali pinggang yang digunakan Dinda untuk menyakiti Sekar.
"Lepaskan aku, Mas. Wanita ini pantas untuk diperlakukan seperti ini, kamu juga! Kenapa kamu melakukan perbuatan menjijikkan di luar rumah, Mas. Kenapa kamu begitu murah!" maki Dinda yang sangat kesal dengan perlakuan Rehan.
"Dinda cukup, sekarang aku perintahkan kamu untuk pulang, kita akan bicarakan semua ini di rumah!" titah Rehan penuh amarah.
"Mas, sakit!"
Tiba-tiba Sekar mengeluh saat Dinda diminta pulang oleh Rehan, Rehan segera mendekati Sekar dan mengelus lembut luka lebam akibat amukan Dinda di bagian punggungnya.
Dinda semakin meradang melihat tingkah Rehan yang menyentuh tubuh wanita yang selama ini ia benci di hadapannya, wanita yang berusaha menggagalkan pernikahannya dengan Rehan selama bertahun-tahun silam, bahkan berani mengancam akan merebut Rehan dari Dinda.
"Keterlaluan kamu, Mas!"
Dinda keluar dari ruangan Rehan dengan rasa kesal yang teramat sangat, wajahnya memerah saat menuju lift sebagai jalan pintas untuk segera tiba di lantai dasar.
Dinda meluapkan emosinya dengan cara menangis di dalam lift, tiada satu orang pun yang tahu bahwa saat ini Dinda sedang merasa sakit hati, bahkan ke dua orang tuanya yang telah menjodohkan dirinya dengan Rehan.
'Jahat kamu, mas. Ternyata kamu masih berhubungan dengan mantan kekasih kamu dulu, jadi selama ini kamu sudah mengkhianati pernikahan kita!' batin Dinda tidak menyangka.
Dinda memilih untuk kembali ke rumah sakit, memberikan perhatian penuh untuk Arka yang saat ini tengah berjuang untuk sembuh, sebuah hadiah yang begitu istimewa dalam pergantian tahun baru yang Dinda dapatkan.
Yaitu menyaksikan putranya terbaring di rumah sakit dan menyaksikan perselingkuhan suami yang ia percayai selama ini.
Kedatangan Dinda yang terlihat lelah dan pucat membuat bi Iyas merasa khawatir, ia segera meminta Dinda untuk duduk dan memberikan air minum untuknya.
"Non, apa Non baik-baik saja?" tanya bi Iyas menyodorkan air minum yang ia bawa.
"Nggak papa kok, Bi. Bagaimana keadaan Arka, Bi. Apa Arka sudah ada perubahan?"
Pikiran Dinda ia fokuskan pada bayi mungil yang ada di hadapannya, ia juga tidak ingin membawa masalah yang terjadi di ruangan Arka. Namun, hal itu tak membuat bi Iyas percaya melihat Dinda yang berubah, suaranya serak dan tangannya gemetar menggenggam gelas yang ia sodorkan.
"Non, kalau Non lelah biar Bibi saja yang menjaga den Arka," kata bi Iyas merasa kasihan.
"Saya tidak apa-apa kok, Bi." jawab Dinda singkat.
Tak lama kemudian, Dinda mendapatkan telepon dari Rehan yang sudah menunggunya di rumah, Rehan menelpon Dinda karena tidak mendapati dirinya saat tiba di rumah.
[Mau apa lagi kamu menelpon, mas?]
[Dinda, aku memintamu untuk pulang. Kenapa sampai sekarang kamu belum juga tiba di rumah!]
Tuut
Tanpa menjawab pertanyaan Rehan, Dinda memilih segera mematikan ponsel nya begitu saja, dan setelah itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
"Bi, ada masalah. Saya harus pulang menemui mas Rehan," ucap Dinda menyeka air matanya yang tidak bisa bekerja sama di saat ia ingin terlihat baik-baik saja.
"Silahkan Non, biarkan saya yang menjaga den Arka," sahut bi Iyas melepas kepergian Dinda.
"Saya titip Arka, ya Bi. Nanti kalau ada apa-apa segera kabari saya." pinta Dinda yang langsung keluar dari ruangan Arka.
Meskipun rasanya sangat enggan bertemu dengan Rehan, namun Dinda tetap mematuhi keinginan Rehan yang menginginkan dirinya pulang.
Tibanya di depan rumah Dinda sudah dihadapkan dengan Rehan yang sudah menunggu lebih dari dua puluh menit.
"Dari mana kamu, Dinda?" tanya Rehan dengan memangku kedua tangannya.
"Dari rumah sakit. Arka sakit, Mas! Dan Arka sedang mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan kamu justru bermain api di luar sana dengan wanita kotor itu," maki Dinda meluapkan kekesalan nya.
"Dinda, jaga bicaramu!!"
Rehan tak kalah meninggikan suaranya karena Dinda menyebut Sekar sebagai wanita kotor, Dinda tahu bahwa Sekar bukanlah wanita baik- baik, ayahnya pergi meninggalkan ibunya dan sampai saat ini Sekar tidak tahu siapa ayahnya.
Dinda memilih masuk ke dan duduk di ruang tamu, sementara Rehan mengikuti langkah kaki Dinda yang terlihat sangat kesal itu.
"Kenapa kamu selingkuh dariku, Mas. Apa salah dan kurangnya aku selama ini?" tanya Dinda yang mencoba menahan emosinya.
"Karena aku tidak sanggup menunggu sampai kamu bisa melayani aku seperti dulu." jawab Rehan dengan enteng.
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Rehan, membuat Dinda mendongak dan menatap kesal, Dinda bangkit dari tempat duduknya yang ia rasa memang sudah tidak nyaman.
Plak!!
Sebuah tamparan mendarat bebas di pipi Rehan.
"Jadi kamu selingkuh lantaran aku belum bisa melayani kamu?" tanya Dinda yang sudah ada di hadapan Rehan.
"Ya. Dinda, kamu tahu kan kalau aku tidak bisa dianggurkan seperti ini, aku tidak sanggup menunggu kamu sampai kamu bisa melayani aku. Sejak kamu hamil tua kamu tidak pernah mau melayani aku, kamu selalu mengeluh lelah, lelah, dan lelah! Dan sekarang saat anak kita lahir kamu masih tidak bisa melayani aku lantaran kamu mengatakan jahitan luka itu terlalu lebar dan masih terasa nyeri, sampai kapan aku menunggu kamu siap!"
Rehan menumpahkan perasaannya yang ternyata merasa dianggurkan oleh Dinda yang belakangan ini tidak pernah lagi memberikan jatah untuk Rehan.
Plak... Plak... Plak... Plak....
Empat tamparan sekaligus mendarat di pipi Rehan dengan cepat, Dinda penuh emosi menatap suaminya yang tidak tahu diri itu, ingin sekali rasanya merobek dan mencabik-cabik tubuhnya yang sudah kotor itu.