Chereads / Wanita Lain Di Hati Suamiku / Chapter 3 - Jatuh sakit

Chapter 3 - Jatuh sakit

"Apakah Anda suami ibu Dinda?" tanya dokter itu saat berhadapan dengan Rehan.

"Benar Dok, saya suami Dinda. Bagaimana keadaan istri dan anak saya?" tanya Rehan membenarkan pertanyaan dokter.

Rehan terlihat sangat cemas menunggu jawaban sang dokter yang menjadi saksi pengorbanan Dinda di dalam.

"Selamat ya, Pak. Bu Dinda dan bayinya selamat," ucap dokter Via mengulurkan tangannya.

"Sukur lah, terima kasih banyak, Dok. Boleh saya masuk?" tanya Rehan dengan tatapan girang, tak sabar ingin bertemu bayi yang telah ia tunggu itu.

"Silahkan, bu Dinda sedang proses menyusui putra kecilnya." jawab dokter Via memberikan jalan untuk Rehan.

Dengan segera Rehan membuka pintu dan melihat keadaan Dinda bersama bayinya sedang saling mendekap, tidak ada sambutan baik dari Dinda tatkala melihat kedatangan Rehan yang seakan-akan tidak ada masalah itu.

"Sayang."

Cup

Rehan memberikan sebuah kecupan di kening Dinda dan membelai pucuk kepalanya dengan bahagia, Rehan sama sekali tidak merasa bersalah sekalipun telah berselingkuh dan berbohong, sikapnya masih saja sama seperti biasa seolah-olah meratukan Dinda di hatinya.

"Terima kasih sayang, kamu sudah melahirkan seorang putra untukku," ucap Rehan melempar senyum.

Dinda tak merespon, ucapan yang keluar dari Rehan. Dinda justru menyingkirkan tangan Rehan yang sejak tadi berada di pundaknya.

"Tinggalkan aku sendiri di sini, Mas!" usir Dinda tanpa ragu.

Deg

Rehan terkejut mendengar permintaan Dinda yang tiba-tiba bersikap kasar dan menolak kehadirannya, degup jantung Rehan mengalir deras penuh tanya.

"Apa maksudmu, Dinda?" tanya Rehan dengan tatapan tajam mengarah pada Rehan.

"Bukannya kamu meeting kan malam ini, lalu kenapa kamu ada di sini sekarang? Kehadiran kamu sungguh terlambat, Mas! Anak yang aku perjuangkan sudah berada di dunia tanpa ada kamu, yang justru sedang asik di luar sana!" maki Dinda yang tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Kamu ini bicara apa, Dinda. Aku ini bekerja, mencari uang untuk kamu, untuk anak kita! Kenapa kamu justru menuduhku seperti itu?"

Rehan pura-pura bingung dengan ucapan Dinda yang sepertinya tahu sesuatu tentang rahasia yang ia sembunyikan selama ini. Namun, ia tetap berusaha berpura-pura lugu.

"Sayang, kalau kamu melahirkan tanpa ada aku, maafkanlah. Karena aku tidak tahu jika kamu melahirkan malam ini, kalau aku tahu tidak mungkin aku memilih untuk pergi meeting." elak Rehan yang masih berusaha menutupi semuanya.

Karena rasa sakit yang masih teramat terasa pasca melahirkan dan juga jahitan yang cukup banyak, membuat Dinda mencoba untuk melupakan sejenak masalah yang ia baru ketahui itu.

Dinda terdiam menahan sakit saat putra kecilnya memompa asi dengan lidah kasarnya.

'Lebih baik aku fokus dengan kesembuhan ku terlebih dahulu, barulah aku bisa menyelidiki lagi apa yang dilakukan oleh suamiku ini.' batin Dinda menahan napasnya karena sakit.

Rehan membelai putranya yang masih menikmati makanan pertamanya, dan setelah itu mencoba untuk merayu Dinda agar terlihat tidak ada hal yang mencurigakan.

"Sayang, kamu baru saja melahirkan seorang putra, aku akan memberikan kamu seorang perawat untuk membantu kamu menjaga putra kita selama kamu belum sembuh," kata Rehan merayu Dinda.

"Terserah kamu saja!" celetuk Dinda.

***

3 Bulan Kemudian

"Non, sepertinya den Arka sakit, badannya panas," ucap Iyas dengan tatapan cemas.

"Apa, Arka sakit Bi. Coba sini saya periksa."

Dinda meraih tubuh Arka dengan kedua tangannya, dan memeriksa suhu tubuh Arka yang panas tinggi.

"Astaga! Bibi benar, Arka sakit," kata Dinda panik.

"Kita harus ke dokter, Non. Kasihan Den Arka," usul bi Iyas tak kalah panik.

"Bibi benar, ayo kita ke rumah sakit."

Dengan langkah kaki yang masih tertatih karena belum terlalu sembuh dari luka jahitan membuat Dinda kesulitan dalam berjalan, bi Iyas selaku yang menjaga Arka dari bayi itu meminta Dinda untuk menyerahkan Arka kepadanya, karena melihat Dinda kesulitan.

"Non, biar Bibi saja yang menggendong Den Arka," pinta bi Iyaa menyodorkan tangannya.

"Iya Bi, Bibi yang bawa Arka, ya." jawab Dinda yang akhirnya menyerah.

Sampai nya di rumah sakit Dinda dan bi Iyas segera meminta dokter untuk memeriksa bayi mungil yang baru berumur tiga bulan itu. Dengan wajah yang begitu panik juga perasaan yang tidak bisa diartikan, Dinda ikut masuk bersama dokter yang memeriksa keadaan Arka.

"Bagaimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Dinda yang sejak tadi mendampingi putranya.

"Sepertinya Arka terkena demam berdarah, Bu Dinda. Arka harus dirawat," sahut dokter Via menjelaskan.

"Apa Dok, Arka masih sangat kecil, bagaimana bisa terkena serangan demam berdarah!" protes Dinda yang tidak percaya dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter Via.

"Penyakit ini bisa mengenai siapa saja, Bu. Mungkin karena cuaca sedang sering hujan, Arka harus dirawat dulu di sini untuk memastikan kesembuhannya." jelas dokter Via memberikan usulan.

Dinda pun mengangguk pelan dan pasrah dengan keputusan yang diberikan oleh dokter Via, setelah itu dokter Via memilih pergi dari ruangan tersebut.

"Sayang, kamu masih terlalu kecil untuk mendapatkan sakit ini, apa mungkin Mama sanggup melihat kamu berada di rumah sakit seperti ini?"

Dinda menangis haru melihat keadaan Arka yang terpasang selang, Dinda berusaha menghubungi Rehan yang sudah dua hari ini tidak pulang ke rumah. Sejak Dinda sibuk dengan Arka dan kesembuhan dirinya Rehan memilih untuk bersenang-senang di luar rumah.

"Mas, kamu di mana si. Kenapa kamu mematikan ponsel kamu!"

Dinda menatap kesal ke arah ponsel yang tidak kunjung berhasil menghubungi Rehan itu, wajahnya memerah karena merasa benar-benar kecewa.

"Non, lebih baik Non istirahat. Agar jika den Arka bangun untuk meminta asi, Non tidak kelelahan untuk memberikannya," kata bi Iyas yang merasa kasihan dengan Dinda.

"Bagaimana saya bisa istirahat dengan tenang, Bi. Suami saya tidak bisa dihubungi dan keadaan Arka sedang sakit seperti ini!" sahut Dinda memasang wajah cemasnya.

Karena penasaran dengan nomor ponsel yang sama sekali tidak bisa dihubungi, Dinda memutuskan untuk mencari Rehan ke kantornya. Untuk memeriksa ke mana Rehan pergi.

"Bi, saya harus mencari suami saya. Tolong jaga Arka, ya," pinta Dinda menitipkan Arka pada bi Iyas.

"Tapi Non, Non mau mencari tuan ke mana? Non masih belum sesungguhnya sembuh," sahut bi Iyas menatap khawatir karena melihat Dinda yang masih kesulitan berjalan.

"Saya bisa meminta bantuan pak Tio, Bi. Sudah ya, saya harus pergi sekarang."

Dinda memutuskan untuk segera keluar dari ruangan Arka. Karena memang Dinda sudah lama menunggu saat-saat seperti ini, Dinda ingin mencari tahu ke mana selama ini Rehan pergi hingga lupa pulang.

Bahkan Rehan selalu menggantikan waktunya dengan uang saat Dinda meminta waktu untuk menjaga Arka bersama.

"Pak, antar saya ke kantor mas Rehan," titah Dinda yang sudah berada di samping mobil.

"Baik Non, silahkan." jawab pak Tio dengan cepat mengikuti perintah Dinda.

Kali ini Dinda setengah tenaga mencari tahu tentang Rehan, bahkan Dinda tidak memiliki bekal apa-apa yang dapat menguatkan dirinya jika sesuatu terjadi pada pernikahannya.

Mungkin inilah yang dinamakan firasat seorang istri yang jarang meleset, jauh-jauh Dinda pergi dari rumah sakit ke kantor Rehan hanya untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Rehan.

Langkah kaki Dinda semakin mendekati ruangan Rehan, Rehan tidak menyadari kedatangan Dinda yang sedang asik bersama dengan Sekar di ruangannya.

'Kenapa ruangan ini di kunci?' batin Dinda yang merasa aneh.

Dinda berjalan mendekati ruangan Risa karena ingin meminta kunci ruangan Rehan.

"Risa, saya minta kunci ruangan mas Rehan," pinta Dinda saat sudah berada di ruangan Risa.

"U-untuk apa, Bu?" tanya Risa gugup.

Tatapan mata Dinda mengarah tajam pada Risa yang justru mempertanyakan untuk apa Dinda meminta kunci, Risa takut bahwa hari itu adalah hari terakhir dirinya bekerja jika sampai menyerahkan kunci itu pada Dinda. Apakah Risa akan mempertahankan kunci ruangan Rehan?