Chereads / Bima Sinta / Chapter 13 - -12-

Chapter 13 - -12-

"Bukan hanya kamu yang kesulitan, Sa. Tapi aku juga." Kata Sinta kepada Saka dengan berdiri untuk menaruh kembali buku biru miliknya.

"Kesulitan apa?"

"Aku kesulitan untuk menolak semua perlakuan manismu."

"Kamu sendiri yang bilang jika ingin membantuku, kan?"

"Ya, aku membantumu bukan karena kamu yang pertama kali memintaku. Tapi karena memang aku mau."

"Baiklah, kurasa sudah cukup."

"Sudah cukup untuk apa?" Tanya Sinta.

Ruri meremas lengan Banu ketika dilihatnya Saka berdiri menghampiri Sinta. Saka berjalan perlahan, ia menatap mata Sinta dalam-dalam hingga Sinta mematung dibuatnya.

"Semua orang tahu tentang kita. Kita yang tak lain adalah seorang sahabat ini, mereka nilai sebagai dua orang aneh. Mereka tahu jika aku suka kepadamu dan yang mereka tahu, kamu hanyalah perempuan yang suka bermain-main dengan lelaki. Tapi menurutku mereka salah, kamu justru tak suka bermain-main. Mereka yang mendekatimu, merekalah yang bermain-main, berpikir jika mendekati dirimu adalah hal yang menarik. Sebab banyak lelaki yang juga melakukannya."

Sinta menatap Saka lekat-lekat saat Saka melanjutkan, "Mungkin aku bukan Tama, yang akan rela berlari demi mengejar dirimu. Dan aku bukan Reksa, yang rela memenangkan pertandingan untuk mendapat perhatianmu. Tapi aku adalah aku. Seseorang yang akan berlari bersamamu dan seseorang yang sangat berharap memenangkan perhatian juga hatimu."

Saka memegang kedua tangan Sinta, "Aku tak bisa merangkai kata-kata indah seelok dirimu, tapi aku ingin belajar untuk itu. Karena kamu yang sudah banyak membantu usahaku tanpa sedikit pun menolaknya, aku ingin kamu membantuku untuk terakhir kalinya. Aku ingin sekali menjadi kekasih untukmu, walau diriku ini tak sempurna, tetapi aku mencoba untuk itu. Jadi, apakah kamu mau membantuku?"

Ruri semakin memegang erat lengan Banu ketika menunggu respon dari Sinta. Sinta terlihat gugup kali ini, ia sempat diam beberapa saat sebelum berkata, "Tak perlu lagi kamu bertanya, Sa. Aku akan selalu membantumu. Dan ya, aku tak perlu dirimu yang sempurna. Sebab ketidaksempurnaanmu itu justru menyempurnakanku. Menyempurnakan kita."

Saka tersenyum mendengar penuturan Sinta, "Terima kasih."

Sinta membalas senyuman Saka dan berkata, "Bolehkah aku bertanya?"

"Tentu."

"Apakah sekarang kita adalah sepasang kekasih?"

Saka tertawa, "Kamu sudah mau membantuku, jadi ya. Kita sekarang adalah sepasang kekasih."

Sinta tersenyum lebar dan tiba-tiba, "Bunda! Anakmu ini sudah punya kekasih!" Teriak Sinta kuat-kuat dan semua orang di kamarnya itu tertawa terbahak-bahak.

Sinta resmi menjadi kekasih Saka saat mereka berada di tahun kedua masa SMA. Saat itu mereka sedang berada di kamar Sinta untuk bersama-sama mengerjakan PR bahasa Indonesia. Berawal dari puisi-puisi Sinta yang dibaca oleh Saka dan Banu, mereka berempat terbawa suasana hingga sampai di mana Saka mengungkapkan perasaannya. Segala usaha manis milik Saka berbuah sama manisnya.

Mendengar teriakan Sinta, Bunda berlari dari lantai bawah menuju ke kamar anaknya itu. Terlihat Bunda datang dengan celemek dapur yang terpasang di tubuhnya, serta tangan yang membawa spatula. Saat ia melihat tangan Sinta dan Saka saling bertautan, Bunda tersenyum lebar. Lalu kejadian selanjutnya adalah Sinta dan Bunda berteriak bersamaan.

"Bunda pesankan katering! Kita syukuran!" Bunda berkata sambil berlari ke lantai bawah.

"Hah, Tante... ." Kata Ruri tak habis pikir dan semua orang tertawa.

Beberapa saat kemudian, mereka memutuskan untuk pergi ke lantai bawah. Sinta mendekati Bunda yang sedang memasak.

"Bunda, Bunda bercanda soal katering tadi, kan?" Tanya Sinta.

"Memangnya kita tidak perlu syukuran?" Sinta mengerucutkan bibir saat digoda oleh Bunda.

"Harus syukuran, ya. Iya, kan?" Tanya Bunda kepada Saka dan yang lainnya.

"Woiya, Tante. Harus. Kalau perlu pengajian juga. Nanti biar saya yang cari ustadnya." Kata Banu.

Saka, Ruri, dan juga Bunda tertawa mendengar penuturan Banu. Seperti biasa, Sinta akan mendebat perkataan Banu.

"Cari juga penghulunya, siapa tahu kalian mau dinikahkan."

"Kami atau kalian?" Goda Banu dengan menaik-turunkan alisnya.

"Kalian semua saja." Usul Bunda.

Melihat ekspresi datar tiap orang yang memandangi dirinya, Bunda tertawa sambil mengambil beberapa piring.

"Daripada kita berdebat, lebih baik kita makan dulu. Kita rayakan sepasang kekasih yang akhirnya jadian juga ini." Kata Bunda dan semua orang duduk di kursi ruang makan rumah Sinta.

Bunda meletakkan piring ke atas meja dan kembali ke dapur untuk menata nasi serta lauk pauk. Bunda memasak sayur sop dengan ceker, ayam goreng tepung, serta sambal goreng udang. Tak lupa sambal kecap yang diulek halus menambah cita rasa sayur sop.

"Silakan kalian ambil nasinya." Saat Bunda berkata demikian, terdengan suara mobil Ayah datang memasuki halaman rumah.

"Nah itu Ayah sudah datang. Bunda ke depan dulu, ya." Kata Bunda kepada Sinta.

"Iya, Bunda."

Mereka berempat mengambil nasi ke dalam piring masing-masing dan menunggu Bunda serta Ayah datang. Beberapa menit setelah Bunda pergi ke depan, terdengar suara langkah kaki yang kembali.

"Siapa yang akhirnya menyatakan cinta terlebih dulu? Saka atau Sinta?" Tanya Ayah.

"Tentu saja Saka. Memang aku perempuan yang blak-blakan, tapi jika urusan perasaan, aku adalah kucing yang pemalu, Ayah." Kata Sinta.

"Kalau kamu itu bukan kucing yang pemalu. Sinta ini kucing apa, Banu?" Tanya Ayah kepada Banu.

"Kucing garong." Semua orang tertawa kecuali Sinta.

Orang tua Sinta kenal betul sosok Banu. Kekasih dari sahabat anaknya ini memang terkenal sebagai lawan bicara yang kuat bagi anaknya. Sinta dan Banu, mereka jika bertemu, maka mereka pasti akan selalu menemukan waktu untuk berdebat. Mereka akan beradu argumen, saling serang, dan tak mau kalah. Mereka baru akan berhenti jika dilerai atau salah satu mengalahkan yang lainnya.

Sebelum perdebatan semakin panjang, Bunda melerai dengan berkata, "Dilarang berdebat di depan makanan."

Ayah segera pergi ke kamar untuk mandi dan membersihkan diri sebelum menggabungkan diri di meja makan. Namun sebelum masuk ke kamar, Ayah berkata, "Kalian makan saja dulu. Nanti biar Tante dan Om makan setelah kalian."

"Iya, Om." Sahut Ruri, Banu, dan Saka.

Semua orang yang ada di meja makan meskipun setuju untuk makan terlebih dulu, mereka tetap menunggu orang tua Sinta untuk makan. Sehingga pada akhirnya, mereka semua makan bersama-sama.

Setelah Sinta dan Saka resmi menjadi sepasang kekasih, makan malam dilakukan oleh keluarga Sinta bersama dengan sepasang kekasih yang baru itu. Ruri dan Banu juga ikut bergabung. Mereka mengobrol membicarakan Sinta dan Saka yang baru saja jadian, mereka mengkritik jika Sinta terlalu tidak peka atas Saka dan terlalu menjadi perempuan yang garang sehingga membuat Saka takut untuk mengungkapkan perasaannya lebih cepat.

"Kamu, sih. Seharusnya jangan terlalu garang. Kamu ingin terlihat keren dengan menolak banyak lelaki, jadilah Saka baru saja mengungkapkan perasaannya sekarang, bukan sejak dulu. Kamu sudah suka Sinta sejak lama, kan?" Tanya Ayah kepada Saka.

"Lumayan lama, Om."

"Tuh, kan!" Seru Ayah.

"Justru kalau aku menerima dengan baik lelaki yang mendekatiku, Saka akan semakin lama mengungkapkan perasaannya. Sebab aku telah lebih dulu menjadi kekasih orang lain." Jelas Sinta.

Ayah terdiam, "Benar juga."

Ruri, Banu, Saka, serta Bunda tertawa.

"Tapi memang semua itu sudah diatur. Coba waktu itu yang duduk di sebelah Sinta sewaktu masa orientasi bukanlah Saka, melainkan orang lain, pasti tidak akan seperti sekarang." Kata Bunda.

"Betul. Memang semuanya sudah diatur. Kegagalan percintaanku ternyata berakhir dengan keberhasilan Saka mendapatkanku sebagai kekasihnya. Siapa yang menyangka sahabatku sendiri yang menjadi kekasihku." Kata Sinta dan dihadiahi senyum milik Saka.

Acara makan-makan telah selesai, saat ini semua orang berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, Saka disambut dengan riuhnya suasana rumahnya. Di halaman rumah miliknya terparkir dua sepeda motor, sudah pasti milik teman kakaknya.

Suara teriakan terdengar saat ia memasuki ruang tengah, diikuti dengan suara tawa. Saat ia melihat ke dalam kamar kakaknya, kakak serta teman-temannya itu sedang bermain permainan online. Terdengar suara tembakan dan suara-suara serangan lain yang keluar dari dalam ponsel kakak serta teman-teman kakaknya.

"Ayo gabung, Sa." Ajak salah satu teman kakaknya.

"Iya, Mas. Mau mandi dulu."

Saka pun mandi untuk membersihkan dirinya sebelum ikut bergabung bermain permainan online di kamar kakaknya. Beberapa saat kemudian, ketika dirinya telah bersih, berjalanlah ia menuju kamar kakaknya.

"Kalian sudah makan?" Tanya Saka.

"Belum." Jawab Prada.

"Mau aku pesankan makan?" Tanya Saka.

Prada yang mendengar perkataan adiknya itu segera meletakkan ponselnya dan menatap Saka lekat-lekat. Ia merasa aneh dengan pertanyaan itu. Memang Saka sering membelikan dirinya serta teman-temannya makanan, tapi saat itu terjadi, pasti ada sesuatu yang menjadi alasan adiknya melakukan itu.

"Ada acara apa?" Tanya Prada dan Saka terkekeh.

Teman-teman Prada yang tadinya fokus dengan ponselnya, kini menatap Saka yang tertawa aneh, kecuali satu orang. Mereka ikut menatap Saka lekat dan menunggu jawaban dari Saka.

"Tak perlu menatapku seperti itu." Kata Saka.

"Kalau begitu ceritakan." Sahut Prada.

"Sinta telah resmi menjadi kekasihku hari ini."

Satu orang yang tadinya mengabaikan Saka, kini menatap dirinya. Bima menatap Saka setelah mendengar perkataan Saka itu. Prada dan teman-temannya tak langsung merespon perkataan Saka. Mereka mencari-cari kebohongan di mata Saka, namun mereka tak menemukannya. Barulah setelah itu mereka semua berteriak. Prada bangkit dari duduknya dan menghampiri Saka. Ia merangkul pundak Saka dan berkata, "Kali ini aku yang traktir!"

Teman-teman Prada ikut senang mendengar perkataan Saka. Mereka tahu tentang kisah cinta dua orang sahabat ini, banyak cerita yang Saka bagikan yang menyangkut Sinta. Sinta yang sulit di dapatkan, Sinta yang cuek, Sinta yang ini, Sinta yang itu. Banyak sekali. Hingga kabar yang dibawa Saka ini terdengar, sorak kebahagiaan mereka menggaung memenuhi ruangan.

Kebahagiaan yang kala itu hadir di antara Saka dan Sinta dirasakan juga oleh orang lain. Bunda, Ayah, Ruri, Banu, Prada, hingga teman-teman Prada. Mereka senang akhirnya kedua sahabat ini bermuara di akhir yang bahagia. Sahabat yang berhasil sampai di tahap sepasang kekasih bukanlah jalan yang mudah untuk dicapai. Banyak kisah milik orang lain yang justru menjadi asing setelah salah satu sahabat mengungkapkan rasa, dan Saka menjadi orang yang beruntung bisa diterima cintanya oleh Sinta.

Sinta yang telah resmi menjadi kekasih Saka tak membuat dirinya selalu diantar ke sekolah oleh Saka. Saka memang menawarkan jika Sinta ingin diantar, ia akan dengan siap mengantar. Tapi Sinta berkata jika dirinya akan naik bus saja dengan Ruri.

Pagi ini Sinta bersiap ke sekolah seperti biasa. Dirinya akan dijemput oleh Ruri sebelum berangkat ke sekolah bersama. Sinta menunjukkan ekspresi riang saat ini. Di sepanjang jalan ia banyak menebar senyum serta tawa.

"Kamu terlihat sangat senang, Ta. Aku juga ikut senang saat melihatmu pagi ini." Kata Ruri sambil meremas lengan Sinta dengan gemas.

Sinta tertawa, "Iya, aku juga merasa jika pagi ini aku sudah terlalu banyak tertawa."

"Aku yakin jika kebahagiaanmu akan semakin besar saat bertemu dengan Saka nanti." Sinta tersenyum mendengar ucapan Ruri.

Saat tiba di sekolah, Sinta dan Ruri melihat Saka yang juga baru saja tiba.

"Selamat pagi sahabatku dan juga kekasihku." Sapa Saka kepada Ruri dan Sinta.

Ruri serta Sinta tertawa dan berkata bersamaan, "Selamat pagi."

"Kamu tahu, Saka? Hari ini aku melihat Sinta yang murah senyum. Dia bahkan bukan hanya murah senyum, tapi juga senyum-senyum sendiri."

"Oh ya? Sempat kukira apa saat kulihat kalian dari jauh. Aku bertanya kepada diriku sendiri, dengan siapa Ruri berjalan. Lalu saat aku dekati, ternyata itu adalah kekasihku. Pagi ini wajahnya begitu bersinar hingga aku silau dibuatnya."

"Kalian berdua berhentilah menggodaku." Kata Sinta dengan tersipu.

Mereka berjalan menuju kelas, lalu saat mereka hendak masuk ke dalam kelas, Sinta menggerutu kepada tiga orang teman yang berdiri di depan pintu, "Kalau mengobrol jangan sampai menghalangi jalan, dong."

"Awas, minggir dulu. Kekasihku mau lewat." Kata Saka sambil memberikan jalan kepada Sinta.

Salah satu teman yang mendengar ucapan Saka segera bertanya, "Kekasih? Kalian berdua jadian?" Sinta yang ditanya hanya diam dan memilih terus berjalan, sedangkan Saka hanya terkekeh.

"Iya, mereka resmi menjadi sepasang kekasih sejak kemarin." Jawab Ruri.

Ketiga teman sekelas Sinta yang tadinya berdiri di depan pintu, kini saling berpandangan. Mereka tersenyum dan salah satu dari mereka berteriak, "Teman-teman, hari ini kita ditraktir Saka di kantin!"

"Memangnya ada acara apa?" Sahut teman sekelas lain yang duduk di kursi belakang.

"Sinta dan Saka telah resmi menjadi sepasang kekasih." Dan kelas pun riuh dengan teriakan senang.

Saka tertawa keras saat melihat suasana kelas sangat riuh hingga mengundang tanya kelas sebelah, sedangkan Sinta hanya menggeleng-gelengkan kepala. Saka menyanggupi celetukan salah satu teman sekelasnya itu. Ia berkata jika ia memang mau membelikan makan seluruh teman sekelasnya di kantin. Pelajaran sebelum jam istirahat pun dilalui dengan tidak sabaran, mereka berkata jika mereka tak sabar untuk pergi ke kantin. Sehingga semua guru yang mengajar pagi itu tahu jika Saka dan Sinta telah menjadi sepasang kekasih.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun datang, teman sekelas Sinta beramai-ramai pergi ke kantin.

"Ayo, dicatat dulu kalian mau pesan apa." Kata salah satu teman sekelas Sinta yang mengkoordinasi pesanan teman-teman sekelasnya.

"Mereka sangat bersemangat untuk menghabiskan uangmu, Sa." Kata Sinta.

"Tidak masalah, kali ini aku memang mau membelikan mereka makanan. Aku ingin membagikan kebahagiaan kita." Kata Saka diikuti dengan tawa.

"Kamu beruntung, Ta. Untuk orang yang hobinya makan dan beli buku sepertimu mendapatkan Saka sebagai kekasih. Dia sangat loyal. Dan Saka, kamu beruntung mendapat Sinta sebagai kekasihmu, sebab dia tahu caranya menghabiskan uangmu." Kata Ruri dengan tawa.

"Astaga dia benar. Tapi tenang saja, Sa. Aku tidak akan membuatmu banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhanku. Hanya saja aku akan membuatmu banyak mengeluarkan waktu, sebab saat aku belanja buku, aku memerlukan waktu yang sangat banyak." Kata Sinta.

Saka tertawa lepas, "Tentu."

Setelah mereka bercakap-cakap, Saka berdiri dari duduknya dan segera membayar pesanan semua teman sekelasnya. Teman-teman sekelas Sinta yang ramai dan memenuhi meja kantin membuat semua orang yang berada di sana bertanya-tanya.

Keramaian kantin waktu itu mengundang perhatian banyak orang. Orang-orang yang cenderung memiliki keingintahuan yang tinggi itu pada akhirnya tahu jika dua sahabat itu kini telah menjadi sepasang kekasih. Kabar bahagiaan itu pun pada akhirnya sampai ke telinga Tama dan juga Reksa.