Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Nona Terserah: sistem gacha

Four_Percent
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.7k
Views
Synopsis
Silvi adalah seorang gadis yang selalu mengatakan terserah. Suatu hari, ketika sedang berkendara dengan kekasihnya yang bernama Aldi. Silvi mengalami kecelakaan. Aldi meninggal dalam kecelakaan tersebut, tetapi kemudia roh Aldi datang menemui Silvi. Roh Aldi memberitahukan Silvi bahwa ia akan mengajarkan Silvi agar tidak mengucapkan terserah lagi. Ketika terbangun dari komanya, Silvi memiliki sistem gacha di tubuhnya. Apakah dengan sistem gacha silvi akan belajar untuk memutuskan pilihan dengan baik dan serius?

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Terserah

"Sayang, kamu mau makan malam apa hari ini?" Tanya Aldi dengan lembut kepada kekasihnya Silvi.

"Terserah kamu aja deh," ujar Silvi yang masih terus fokus dengan telepon genggamnya.

"Ayam bakar taliwang mau?" tanya Aldi sambil menyalakan lampu sein ke arah kanan denganhati-hati.

"Sambel ayam taliwang-kan pedas, Di. Kamu mau bikin aku sakit perut ya!" ujar Silvi kesal sambil memutar bola matanya.

"Yaudah deh, kalau begitu jangan makan ayam taliwang. Kalau makan soto ayam, bagaimana?" Tawar Aldi dengan sabar.

"Kemaren kan kita baru makan soto kambing, masak iya kita makan soto lagi?" Protes Silvi.

"Sekarang kan soto ayam santan kuning, yang ada di Blok M itu loh." Jelas Aldi dengan sabar.

"Hari ini aku pakai dress warna putih, Di. Aku baru beli dress ini minggu lalu loh di Pondok Indah, kalau dressnya kecipratan kuah soto, terus kuningnya dangkal dan enggak bisa hilang dari baju, gimana coba?" Protes Silvi. Silvi lalu mengangkat telepon genggamnya dan mengambil sebuuah foto selfie dengan pose yang centil.

"Yaudah... kalau begitu, kita makan satay ayam aja, mau?" Tanya Aldi, pria tersebut tampaknya memiliki seribu lapis kesabaran untuk menghadapi Silvi.

"Aku enggak mau makan satay ayam, nanti rambut aku bau asap. Tadi siang kan aku baru creambath di salon." Silvi tampak memiliki seribu alasan.

Aldi menghela nafas, sekarang ia mulai kehabisan ide. "Ayam bakar madu?" Tanya Aldi lagi.

"Kenapa sih kamu nawarinnya makan ayam melulu?" Ujar Silvi mengambil foto selfie lainnya dan mempostingnya di media sosial.

"Kalau begitu kamu mau makan apa?" Tanya Aldi lagi.

"Kan aku sudah bilang terserah kamu, Di." Ujar Silvi lagi

"Tapi semua ide makan malam yang aku tawarkan, kamu tolak mentah-mentah dengan seribu alasan!" Ujar Aldi pada akhirnya yang mulai kesal.

"Kalau begitu kamu pilih menu makanan yang enak dong, Di. Jangan yang ngebosenin!" Ujar Silvi dengan kesal.

Aldi memutar bola matanya dengan kesal, "Kamu pikir, aku bisa baca pikiran kamu?" Tanya Aldi dengan nada kesal.

"Loh! Kok kamu jadi marah-marah dan bentak-bentak aku sih, Di? Kan kamu bisa tanya akau baik-baik." Ujar Silvi dengan nada bicara yang mulai meninggi.

"Aku enggak marah ataupun bentak kamu Silvi!" Ujar Aldi kesal. Ia tetap berusaha fokus mengemudikan SUV Volvonya di jalan tol.

"Loh, nada bicara kamu tinggi begitu kok! Kamu kan bisa tanya baik-baik, Silvi, kamu hari ini mau makan malam dimana, Sayang?" Ujar Silvi dengan nada sarkasme.

"Silvi, sayangku, cintaku, tadi aku udah udah nanya begitu! Tapi kamu jawab terserah!" Ujar Aldi kesal dan mulai menginjak gas untuk memacu mobilnya dengan kencang di jalan tol.

"Terus, kenapa sekarang kita masuk ke jalan tol?" Ujar Silvi kesal, "memangnya ada restoran enak di jalan tol!" Silvi memutar bola matanya dan melipat kedua tangannya di dada. Wajahnya merengut karena kesal.

"Kita makan ayam panggang aja di restoran sunda di daerah Puncak." Ujar Aldi kesal.

"Tapi aku enggak mau makan ayam panggang, Di." Protes Silvi kesal, "kalau kita ke restoran ayam panggang itu, aku enggak akan makan!" Ancam Silvi dengan muka ditekuk.

Tiba-tiba Aldi kehilangan kendali atas mobilnya. SUV Volvo berwarna abu-abu tersebut menabrak pembatas jalan dan terguling ke sisi lain jalan tol. Para pengemudi di sisi lain jalan tersebut, terkejut dan belum sempat menginjak rem sehingga mobil Aldi yang sudah terguling, tertabrak oleh mobil lain.

Silvi dan Aldi tidak sadarkan diri. Beberapa pengemudi turun dari mobil untuk melihat keadaan SIlvi dan Aldi. Berusaha menyelamatkan nyawa kedua muda dan mudi tersebut. Beberapa pengemudi menelepon ambulans dan polisi untuk meminta pertolongan.

Sekitar lima belas menit kemudian, mobil ambulans tiba dan para petugas medik berusaha mengevakuasi Silvi dan Aldi dengan hati-hati.

Tubuh Silvi dan Adi diperiksa dengan seksama.

"Innallilahi, korban pria meninggal di tempat kecelakaan. Waktu kematian 26 Juni 2022, pukul 11:32 siang." Seorang pria berusia tiga puluh tahunan yang bekerja sebagai petugas medik mengumumkan.

'Meninggal? Aldi meninggal?' Tanya Silvi bingung.

Tubuh Silvi diperiksa dengan seksama. "Masih ada denyut nadinya! Segera bawa ke rumah sakit!" Perintah petugas medik tersebut.

Tubuh Silvi dibawa ke rumah sakit dengan segera. Para dokter di unit gawat darurat bekerja keras untuk menyelamatkannya.

<>

Silvi duduk sendirian di sebuah ruangan berwarna putih. Ia mengenakan pakaian berwarna putih. Silvi memicingkan matanya karena silau, entah cahaya apa ini dan datangnya dari mana, Silvi tidak tahu.

Sesosok pria berjalan mendekatinya.

"Hai, Silvi!"

"Aldi?" Tanya Silvi bingung. "Aldi!" Silvi bereteriak bahagia mengetahui bahwa Aldi masih hidup. "Aku pikir kamu meninggal! Aku sudah yakin kalau petugas medik itu pasti salah. Sok tahu banget sih bapak-bapak petugas medik itu!" Ujar SIlvi bersemangat.

Aldi duduk di sebelah Silvi dan tersenyum dengan sabar/

Silvi tersenyum kepada Aldi, "maaf ya, aku harus bersikap menyebalkan dan membuat kita kecelakaan. Aku tahu kamu sayang banget sama SUV Volvo kamu. Apalagi warnanya abu-abu, edisi terbatas. Sesuai dengan warna kesukaan kamu." Ujar Silvi dengan nada manja.

Aldi menggelengkan kepalanya, "enggak apa-apa, Silvi. Itu cuma barang kok. Cuma benda fana."

Silvi menatap Aldi, "Di, kok kamu tampak aneh ya?"

"Oh iya? Aneh bagaimana?" Tanya Aldi.

"Kamu... Tampak jauh lebih tenang." Silvi memperhatikan wajah Aldi dan menatapnya matanya lekat-lekat. "Kamu tampak damai."

Aldi tersenyum dengan damai, seperti yang diucapkan Silvi, "Sil, sebenarnya, petugas medik itu tidak salah. Ia benar, aku sudah meninggal."

"Ha... ha... ha... Jangan ngaco deh." Silvi memaksakan dirinya untuk teratawa dan tawanya terdengar kaku. "Kalau kamu sudah meninggal, berarti aku juga sudah meninggal dong, karena sekarang kkita bisa saling berbicara kan."

Aldi menggelengkan kepalanya, "kamu belum meninggal. Kamu masih memiliki kesempatan di dunia manusia. Kamu masih bisa hidup dan menjadi lebih baik lagi."

Silvi masih menatap Aldi dengan tatapan penuh kebingungan, ia masih tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Silvi, kita sudah pacaran sejak di bangku SMP dan sekarang kita sudah lulus kuliah. Kamu memiliki suatu kebiasaan buruk. Yaitu bilang 'TERSERAH'." Ujar Aldi tenang.

Wajah Silvi tampak melongok bingung. "Kamu biasanya akan bilang 'TERSERAH' tetapi kemudian kamu akan memeberikan seribu alasan tidak jelas sebagai penolakan."

Silvi tersenyum kecil, ia tidak sadar kalau kebiasaannya bilang 'TERSERAH' ternyata sangat membekas di ingatan Aldi.

"Aku akan membantu kamu memilih sehingga kamu dapat mengucapkan kata 'TERSERAH' lagi." Ujar Aldi tenang.

"Membantu bagaimana maksud kamu?" Tanya Silvi penasaran. Ia dapat merasakan detak jantungnya semakin cepat karena ia khawatir, ALdi akan membuat hidupnya lebih sulit.

Aldi tersenyum, "tenang Silvi, kamu tahukan kalau aku mencintai kamu dengan segenap hatiku. Aku akan membantu kamu. Ini untuk kebaikan kamu juga di masa depan." Aldi tersenyum.

Sebuah cahaya yang menyilaukan menyerang masuk ke mata Silvi.