Kerajaan Eldamanu, Tahun 1350
Tumbuhan pertama yang Grizelle lihat adalah bunga warna ungu. Dia belum pernah melihat bunga itu sebelumnya. Dia juga tidak tahu nama tumbuhannya. Tiba-tiba muncul sebuah potongan ingatan di pikiran Grizelle. Grizelle ingat jika dia pernah melihat ladang yang dipenuhi oleh bunga ungu. Seorang petani memetik bunga itu dengan tangan berbalut kain, sumpit, dan pisau. Lalu, bunga itu dimasukkan ke dalam karung yang bertuliskan aconite.
"Aconit," ucap Grizelle tiba-tiba.
"Kau tahu nama bunga ini?" ucap pria misterius sambil menunjuk bunga ungu.
Kini Grizelle membuka matanya lebar-lebar. Dia berkonsentrasi untuk mengingat jenis-jenis tumbuhan yang berjajar di depan matanya. Dia sangat fokus hingga rasa sakitnya hilang tiba-tiba. Beberapa saat kemudian, dia berhasil mengingat beberapa jenis tumbuhan yang lainnya.
"Belladonna, Henbane, Mandrake, Aconit, Colchicum, Hellebore, Yew. Sebentar, bukankah semua ini adalah bahan membuat racun," ucap Grizelle.
"Ya, benar. Semua ini adalah bahan untuk membuat racun. Setahun yang lalu, seseorang meninggal karena racun campuran dari semua bahan ini," jawab pria misterius.
"Siapa?" tanya Grizelle.
"Seseorang dari Tirtanu. Coba tebak siapa?" tanya balik pria misterius.
Pertanyaan dari pria misterius itu membuat Grizelle berpikir. Tiba-tiba muncul potongan kenangan di pikiran Grizelle. Kenangan itu muncul dengan sangat jelas dan mengakibatkan kepala Grizelle sakit.
Di dalam pikirannya, Grizelle melihat badannya yang terikat tali tambang. Bajunya yang awalnya putih, kini dipenuhi banyak noda darah. Bingung, Grizelle segera mengangkat kepalanya dan melihat ada banyak prajurit berbaju biru berjalan membawanya ke sebuah tempat. Saat berjalan, dia melihat sebuah bangunan dengan papan tulisan "Aula Ednura".
Sakit kepala Grizelle semakin menjadi-jadi setelah melihat tulisan itu. Grizelle menggeliat kesakitan di atas meja hingga semua tanaman yang ada di depannya jatuh ke lantai. Pria misterius itu menahannya agar tidak jatuh ke lantai. Semakin lama, gerakan Grizelle semakin tak karuan. Takut jika tiba-tiba jatuh, pria misterius itu memindahkan Grizelle ke lantai sambil bersadar ke dinding.
Kenangan masa lalu Grizelle terus berputar bagai film walaupun Grizelle duduk di lantai. Grizelle tiba di sebuah halaman rumput yang luas. Di depannya sudah berdiri seseorang pria yang tingginya sekitar 180 cm dan pakaiannya sangat mencolok. Grizelle tidak tahu siapa pria itu tapi dirinya yakin jika pria ini sosok yang pangkatnya paling tinggi di sana. Grizelle mengarahkan pandangannya ke bangunan di belakang pria itu dan di sana tertulis "Istana Amayuni Kerajaan Tirtanu".
"Ratu Alatariel Artanis Rin, apakah kamu benar-benar membunuh Raja Cedric?" ucap pria itu pada Grizelle.
Grizelle memang kaget saat pria itu memanggilnya sebagai Ratu Alatariel Artanis Rin. Namun, dia lebih kaget lagi saat dituduh sebagai seorang pembunuh. Seingatnya, Grizelle belum pernah sekalipun membunuh seseorang.Grizelle hanya terdiam, berjuang untuk mengingat semua masa lalunya. Tiba-tiba sebuah pukulan kayu panjang mengenai punggung Grizelle.
"Kau akan tetap diam seperti ini?" sindir pria itu.
Grizelle tetap diam karena bingung. Diamnya membuat para prajurit yang ada di belakang menyerbunya dengan banyak pukulan hingga Grizelle mau berbicara. Di sini, Grizelle mulai merasakan sakit di punggungnya. Di sinilah, Grizelle baru sadar bahwa ini bukan mimpi. Sambil menahan rasa sakit, dia berusaha untuk melihat ke arah pria misterius itu.
"Aku ulangi sekali lagi! Apakah kamu benar-benar membunuh Raja Cedric dengan sarin?" ucap pria 180 cm sambil memegang sebuah botol.
Sekarang Grizelle ingat, mendengar kata sarin membuat Grizelle menyadari sesuatu. Kejadian ini, mirip dengan apa yang dialaminya dalam mimpinya saat berada di Kepanu. Bedanya jika saat itu dia hanya bisa mendengar Rin dan Sarin, sekarang dia bisa mendengar dengan jelas semua kalimat yang dikatakan pria 180 cm.
"Jadi aku benar-benar Ratu Alatariel Artanis Rin? Apakah aku benar-benar membunuh Raja Cedric? Jika aku adalah Alatariel, maka dia adalah… Raja Ehren Enzi Alsaki", pikir Grizelle.
Tepat setelah Grizelle mengingat nama Ehren, tiba-tiba muncul beberapa memori masa lalu Grizelle seperti sebuah tayangan slideshow powerpoint. Hanya potongan gambar, tapi detail dan runtut. Kenangan itu muncul mulai dari hari pertama mengenal Ehren, membuat permen bersama, menyelamatkan beruang kecil, bertemu dengan Selir Adeline, belajar dan berlatih bersama Ehren, menikah dengan Ehren, membantu Ehren menyelesaikan misi, hingga hari terakhirnya bersama Ehren, yaitu hari eksekusi.
Mengingat memori masa lalunya, membuat Grizelle kembali pingsan di lantai ruang makan rumah pria misterius. Pria misterius itu segera mengguncangkan badan Grizelle untuk membangunkannya. Namun Grizelle tidak terbangun. Tiba-tiba Jenderal Aiden masuk ke ruangan tempat Grizelle dan pria misterius berada.
"Ada apa ini, Bang Azzo?" tanya Jenderal Aiden pada pria misterius itu.
"Dia pingsan saat berusaha mengingat masa lalunya," jawab Azzo, sang pria misterius.
"Apa dia baik-baik saja? Atau perlu perawatan lainnya?" tanya Jenderal Aiden.
"Dia baik-baik saja. Kita hanya perlu membiarkan semuanya mengalir alami", jawab Azzo.
"Bagaimana kalau kita pindahkan saja dia ke kamar yang lebih nyaman? Aku yakin di kastil sebesar ini masih ada kamar kosong," usul Jenderal Aiden.
"Ok. Kalau begitu, bantu aku untuk memindahkannya," ucap Azzo.
Lima jam kemudian, Grizelle terbangun di sebuah kamar pada malam hari. Grizelle sadar jika dia berbaring di tempat yang berbeda dari sebelumnya. Grizelle mulai memandangi lingkungan sekitarnya. Ternyata dia berada di atas kasur empuk dengan sprai warna putih bersih.
"Aku ada di mana lagi ini?" batin Grizelle.
Grizelle segera mengingat-ingat apa yang sedang terjadi di dunia nyata. Dia juga berusaha membedakan mana mimpi dan masa lalu. Pandangan matanya lurus ke arah plafon kamarnya.
"Sepertinya, aku sudah ingat semuanya sekarang!" ucap Grizelle.
***
H-7 Sebelum Hari Eksekusi Ratu Alatariel, Tahun 1348
Hari ini adalah hari interogasi pertama Ratu Alatariel Artanis Rin. Interogasi pertama dilakukan di sebuah ruang bawah tanah yang tertutup. Ratu Alatariel duduk terikat di atas sebuah kursi. Dia memakai jubah putih polos yang masih bersih.
"Apa Anda yang membunuh Raja Cedric, Yang Mulia?" tanya Dawn sebagai kepala tim investigasi gabungan.
"Aku tidak melakukannya," jawab Ratu.
"Ya, tentu saja. Itu yang dikatakan semua orang," sindir Dawn.
"Aku sungguh tidak melakukannya. Untuk apa?" jawab Ratu.
"Ada seorang dayang yang melihatmu saat memasukkan sesuatu ke botol di dalam kamar Raja Cedric pada sore hari sekitar 4 jam sebelum meninggal," kata Dawn.
"Apa? Itu tidak mungkin? Di hari itu, di sore hari, aku masih menyelam di Danau Abbot untuk mencari tumbuhan," jawab Ratu.
"Siapa yang bisa membuktikan keberadaan Anda di sana saat itu?" tanya Dawn.
"Eiham dan Ian dari tim Araukaria", jawab Ratu.
"Ok, akan saya ingat itu. Lalu bagaimana bisa cairan sarin masuk ke dalam kamar Raja Cedric? Tidak mungkin jalan sendiri, kan?" sindir Dawn.
"Aku tidak tahu. Aku tidak membunuh beliau. Untuk apa aku membunuh ayah mertuaku sendiri?" kata Ratu membela diri.
"Benar sekali! Itu juga yang ingin saya ketahui. Mengapa Anda membunuh mertua Anda?" tanya Dawn.
"Aku tidak membunuhnya", sangkal Ratu.
"Lalu mengapa ada cairan sarin di kamar Anda? Tidak mungkin milik Raja Ehren, kan? Anda sudah lama pisah kamar dengan beliau," kata Dawn.
"Aku membutuhkannya untuk membuat penawarnya. Kau tahu kan bahwa wabah dua tahun lalu di Kepanu bukan 100% faktor alam. Sebagian warga di sana meninggal karena sarin. Aku butuh sarin asli untuk menguji khasiat penawar sarin buatanku," ucap Ratu Alatariel.
Di tempat lain, pada hari yang sama, Yudanta menemui seorang dayang diam-diam. Dia mengambil sekantong uang yang berasal dari balik jubahnya. Dia memberikan uang tersebut pada seorang dayang yang dia temui.
"Benar kan kataku? Mereka tidak akan terlalu keras padamu. Terima kasih sudah menjawab pertanyaan sesuai dengan yang aku ajarkan kemarin," kata Yudanta.
"Apakah semuanya akan baik-baik saja? Saya takut kalau ketahuan Yang Mulia Ratu," kata dayang itu.
"Bisa apa lagi dia? Sebentar lagi dia akan dieksekusi. Keadaan tidak akan menguntungkan untuknya. Setelah eksekusi dilakukan, kamu aman," ucap Yudanta.
Ternyata Yudanta menyuap seorang dayang untuk membuat kesaksian palsu. Dayang itu membuat kesaksian palsu bahwa dia melihat Ratu Alatariel masuk ke kamar Raja Cedric dan memasukkan cairan sarin ke botol oksigennya. Yudanta juga mengajarkan dayang itu untuk menjawab beberapa pertanyaan dari tim investigasi gabungan dalam penyelidikan insiden meninggalnya Raja Cedric.