Nit.. Nit.. Nit..
Suara mesin EKG pendeteksi Aktvitas Jantung berdenyit menggema di dalam sebuah ruangan ICU dimana seorang pria tengah berbaring tidak sadarkan diri dengan sebuah perban melilit di kepalanya dan juga selang bantu pernafasan yang di terpasang masuk kedalam mulut pria itu membuat seorang perempuan yang tengah terduduk disisi ranjang sambil menggenggam erat jari jemari pria itu, meneteskan air matanya entah untuk yang keberapa kalinya dalam satu bulan ini.
Perempuan yang terduduk di sisi ranjang bernama Alina Sky Shaelya atau biasa di panggil Alin, seorang Auditor Eksternal dan pria yang terbaring tidak sadarkan diri dalam keadaan koma diatas ranjang rumah sakit bernama Argio Zhian Dimitra, biasa di panggil Gio, seorang Chariman perusahaan keamaan ternama di benua Asia dan Eropa.
Alin yang masih tengah menggenggam erat jari jemari Gio memejamkan kedua matanya erat untuk menahan agar dirinya tidak kembali menangis tersedu sedu lagi. Karena meski dirinya menangis kencang pun Gio tidak akan mungkin langsung sadarkan diri, sebab dokter pun juga tidak tahu dan tidak dapat memastikan kapan sang kekasihnya ini dapat kembali tersadar membuka kembali kedua matanya dan memanjakan dirinya lagi.
Ceklek..
Alin yang mendengar suara pintu ruangan Gio terbuka pun langsung mengarahkan sebelah tangannya yang tidak menggenggam jari jemari sang kekasih untuk mengusap linangan air mata yang jatuh menetes membasahi wajahnya.
Tap. Tap.. Tap..
Alin yang mendengar suara langkah kaki mendekat kearah dirinya pun dengan vepat merubah ekspresi wajahnya, mengulaskan senyum teramat kecil terulas diwajahnya saat ini untuk menyapa orang yang saat ini tengah berjalan menghampiri dirinya.
Puk..
"Alin.." Panggil seorang pria yang baru saja datang memasuki ruang ICU sambil menepuk pelan sebelah pundak Alin, mmebuat perempuan itu kini menolehkan kepalanya kearah pria tersebut.
"Ka Bara." Balas Alin memanggil nama pria yang saat ini berada di hadapannya dengan seulas senyum kecil terulas diwajahnya.
Bara yang melihat senyuman kecil terulas diwajah Alin mendesah panjang dalam hati. Dirinya merasakan ada sebuah tangan tidak kasat mata kini tengah meremas hatinya, melhat senyuman yang kini terulas diwajah Alin, kekasih dari adik bungsunya dan juga sudah dirinya anggap seperti adik sendiri, begitu juga dengan seluruh anggota keluarga besarnya yang sudah mengganggap Alin dalam bagian keluarga.
"Alin, kau pulanglah sekarang. Sejak kemarin kau belum beristirahat. Jika Gio melihat dirimu yang tidak berisitarahat cukup, kami semua pasti akan di marahi oleh nya." Ucap Bara sedikit mencoba untuk menghbur Alin, meski dirinya sangat mengetahui hal itu tida akan bisa menghibur sama sekali bagi Alin.
Alin yang mendengar perkataan Bara yang mencoba menghibur dirinya pun mencoba untuk terkekeh pelan, meski dirinya merasa sulit.
"Hahaha baiklah kak Bara, aku akan pulang nanti." Ujar Alin sambil terkekeh pelan.
Bara mengulaskan senyum kecil di wajahnya dan menghela nafas lega pelan mendengar apa yang di kataan oleh Alin.
"Kau tidak perlu memesan taksi ataupun ojek online. Aku sudah menghubungi pak Ilham untuk mengantar mu kembali ke apartemen." Ucap Bara membuat Alin terdiam sesaat di tempatnya sebelum menganggukan kepala dengan seulas senyum terulas diwajahnya.
"Terimakasih ka, aku jadi merepotkan kakak dan yang lain."
Sebelah tangan Bara kembali terulur, kali ini untuk menepuk nepuk pelan puncak kepala Alin.
"Kau tidak perlu berterimakasih Alin. Karena kamu sudah menjadi bagian dari anggota keluarga Dimitra, kamu tidak perlu merasa sungkan." Ujar Bara sambil mengusap ngusap pelan puncak kepala Alin.
Alin yang mendengar dan merasakan usapan pelan pada puncak kepalanya pun menganggukan kepala dalam diam. Jika dirinya kembali membuka suara saat ini, Alin yakin, dirinya pasti akan terisak, Karena merasakan usapan pada puncak kepalanya saat ini sangat mengingatkan dirinya kepada Gio yang selalu mengusap puncak kepala dan juga memeluk dirinya.
Bara pun menyudahi dirinya menepuk nepuk pelan puncak kepala Alin dan kembali membuka suaranya.
"Ayo, kalau begitu aku akan mengantar mu ke bawah bertemu dengan pak Ilham."
Alin yang mendengar perkataan Bara pun langsung menolehkan kepalanya kearah pria itu dan menggelengkan kepalanya cepat.
"Kak Bara tidak perlu mengantar aku sampai bawah. Aku bisa pergi sendiri. Lebih baik kakak tetap disini menemani kak Gio. Kak Gio tidak suka jika hanya seorang diri saja."
Bara terdiam sesaat ditempatnya setelah mendengar perkataan Alin, sebelum dirinya kini memilih untuk menganggukan kepala dengan seulas senyum tulus terulas diwajahnya.
"Baiklah kalau begitu. Jika kau sudah sampai apartemen, kau harus mengabari diriku. Mengerti?"
Dengan patuh Alin pun menganggukan kepalanya dengan seulas senyum kecil terulas diwajahnya.
"Baik, ka. Kalau begitu aku akan pulang sekarang." Ucap Alin yang kini tatapan matanya beralih kearah Gio yang masih tertidur lelap diatas ranjang rumah sakit.
"Ka Gio, Alin pulang dulu ya. Besok pagi Alin datang lagi untuk menemani kak Gio disini. Kakak jangan bertengkar dengan Kak Bara." Ujar Alin mengajak bicara Gio seolah olah pria itu sudah sadar dan akan merespon apa yang dirinya katakan saat ini.
Bara pun terkekeh pelan merespon perkataan Alin tadi.
"Kau tenang saja, kami tidak akan bertengkar, Alin."
Alin menganggukan kepalanya pelan dan kini dirinya mulai melangkahkan kakinya berjalan menuju pintu keluar ruangan ICU Gio, meski dirinya merasa sangat berat sekali untuk pergi meninggalkan Gio, namun apa yang di katakan Bara tadi benar, jika dirinya juga harus tetap beristirahat dengan cukup dan menjaga pola makannya, agar nanti saat Gio sudah siuman nanti, dirinya tidak akan membuat khawatir karena jatuh sakit.
Sejak hari dimana Gio menjadi korban dari salah seorang klien nya, Alin terus beharap dan berandai-randai jika saja waktu bisa dapat diputar kembali, seharusnya dirinya lah yang berada di posisi sang kekasih saat ini, terbaring koma karena tindakan kliennya sendiri.Bukan justru Gio yang harus menanggung akibatnya dan terbaring koma dirumah sakit seperti ini.
Dengan geram Alin mengepal kedua tangannya erat mengingat wajah kliennya yangsama sekali tidak merasa bersalah saat para polisi berhasil membekuknya dan hanya di jatuhi hukuman penjara dua puluh tahun saja.
"Tsk, seharusnya dia mendapatkan hukuman penjara seumur hidup." Geram Alin yang benar benar merasa kesal dengan hasil keputusan hakim di persidangan. Bukan hanya dirinya saja yang merasa kesal, melain Bara dan para anggota keluarga besar Dimitra pun ikut merasakan kesal dengan hasil tersebut.
Alin yang sudah keluar dari pintu utama rumah sakit pun menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari dimana keberadaan mobil milik keluarga Dimitra yang di kendarai oleh Ilham, salah satu driver pribadi keluarga Dimitra.
Tin.. Tin.. Tin..
Alin yang mendengar suara klakson mobil pun langsung menolehkan kepalanya keasal suara dan dirinya dapat melihat mobil miliki keluarga Dimitra yang berada di seberang jalan dengan sosok Ilham tengah melambaikan sebelah tangan dari kursi pengemudi.
Alin pun ikut balas melambaikan sebelah tangannya agar Ilham mengetahui jika dirinya sudah mengetahui dimana keberadaan pria parubayah itu.
Setelah itu Alin pun melangkahkan kakinya berjalan menghampiri mobil milik keluarga Dimitra. Saat akan menyeberangi jalan raya, Alin pun menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jika tidak ada keandaraan yang akan melintas, lalu menekan tombol khusus untuk pejalan kaki.
Saat lampu lalulintas sudah berubah merah untuk para kendaraan dan berubah hijau untuk para pejalan kaki, Alin pun segera melangkahkan kakinya menyebrangi zebra cross takut jika akan ada kendaraan lain yang melintas.
Namu ketika Alin masih berada di tengah tengah jalan khusus pejalan kaki, tiba tiba saja dari arah sebelah kiri melaju sebuah mobil dengan kecepatan penuh sambil menekan tombol klakson beberapa kali, membuat Alin tersetak kaget, begitu juga dengan para pejalan kaki dan Ilham yang berada di sana.
Ilham yang terkejut pun langsung meneriaki Alin yang diam mematung di tengah jalan.
"Nona Alin! Segera menyingkir!!" Seru Ilham yang kini sudah keluar dari dalam mobil. Para pejalan kaki yang lain pun juga ikut meneriaki nama Alin, namun Alin sama sekali tidak merespon, tetap diam mematung di tempatnya dengan kedua mata yang menyipit tajam menatap sang pengemudi mobil yang tengah melaju dengan kecepatan penuh kearah dirinya.
Alin dapat melihat sosok orang yang berada di balik kemudi itu dan seulas seringai pun tercetak di wajah Alin dengan kedua telapak tangannya yang mengepal kuat.
"Jika malam ini adalah malam terakhir ku, aku tidak akan membiarkan mu dan keluarga mu hidup tenang di dunia ini." Ujar Alin sambil memejamkan kedua matanya erat.
Ilham yang melihat Alin masih belum bergerak sama sekali pun kembali membuka suaranya lagi, berteriak dengan sekuat tenaga sambil berlari kearah perempuan muda itu.
"Nona Alin! Segera menyingkir!" Seru Ilham sekuat tenaga dengan sebelah tangannya yang sudah terulur untuk mendorong tubuh Alin, namun sangat amat di sayangkan, di depan matanya langsung Ilham melihat tubuh Alin yang ditabrak cukup keras oleh mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi itu, hingga menimbulkan bunyi tubrukan cukup keras.
Ilham merasakan kedua kakinya melemas melihat tubuh Alin yang tergeletak bersimbahan darah di tengah jalan dan kini sudah mulai banyak orang mengerubungi nya.
Tatapan mata Ilham pun mengarah kearah mobil yang menabarak tubuh Alin, Ilham melihat mobil itu berhenti sebentar lalu kembali melaju pergi begitu saja.
"Cepat bawa kerumah sakit! Denyut nadi perempuan ini sangat lemah!" Seru salah seorang pejalan kaki membuat llham kembal tersadar dari keterkejutannya dan kini kembali melangkahkan kakinya berjalan menghampiri tubuh Alin yang bersimbahan darah sambil mencoba menghubungi Bara.
Sedangkan itu Bara yang sedang berada di ruangan ICU Gio, mengerutkan dahinya heran saat dirinya melihat beberapa orang tengah mengerubung di depan jalan raya rumah sakit.
"Ada apa mereka berkerubung di jalan raya seperti itu?" Gumam Bara sambil mengerutkan dahinya dalam.
Bara yang baru saja ingin beranjak, berjalan menghampiri jendela ruangan ICU pun mengurungkan niatnya saat merasakan getaran pada ponselnya yang berada di dalam saku celana.
Tanpa menunggu lama Bara langsung mengulurkan sebelah tangannya untuk mengambil ponsel dan melihat siapa orang yang tengah menghubungi dirinya saat ini.
Kerutan semakin tercetak jelas diwajah Bara saat melihat nama Ilham muncul di layar ponselnya sebagai sang penelepon.
Ibu jari Bara pun bergerak untuk menggeser ikon hijau gagang telepon untuk menjawab panggilan telepon itu.
"Hallo Pak Ilham, ad-
Belum selesai Bara mengatakan apa yang ingin dirinya tanyakan, dari seberang sana Ilham terlebih dulu menyelak pembicaraannya dengan nada panik menyampaikan informasi yang membuat dirinya merasa seperti tersambar petir di malam hari dengan kedua matanya yang mengarah pada pemandangan orang orang yang mengerubung di tengah jalan tadi kini berjalan menuju bangunan rumah sakit.
'Tuang Bara! Nona Alin! Nona Alin tertabrak mobil di depan jalan raya rumah sakit dan kini kami sedang membawanya untuk masuk kerumah sakit dan mendapatkan pertolongan pertama!'
Sebelah telapak tangan Bara pun mengepal kuat, perasaannya kini bercampur aduk mendengar informasi yang di berikan oleh Ilham dan juga saat melihat senyuman yang di berikan oleh Alin tadi saat sebelum perempuan itu pergi keluar dari ruangan ini.
"Baik, aku akan turun kebawah dan meminta para dokter untuk memberikan pertologan pertama pada Alin!"
Tanpa menunggu lama Bara langsung memutuskan sambungan telepon dan kini berjalan keluar dari ruangan ICU.
"Seharusnya aku tetap memaksa untuk mengantarmu ke bawah, Alin!"