Acara makan malam dengan para kru film yang dibintangi oleh aktor ternama Jimmy Frost. Jimmy Frost sekarang berada di puncak karirnya, usianya baru dua puluh tujuh tahun, tubuhnya segar bugar, citra publiknya bagus, dia tampan dan menjadi idola para wanita. Aktor berambut hitam alami tersebut hampir muncul di iklan apa saja, bahkan posternya untuk iklan perusahaan cola terkenal pun terpampang dengan sangat jelas di restoran keluarga ini.
Jake menenggak minumannya, duduk santai diapit oleh sutradara dan penulis naskah. Jake memasang wajah bosan dan sesekali menggaruk bagian dalam telinganya. Ia paling tidak suka dengan acara basa basi semacam ini.
"Jake, kalau kau bukan temanku, pasti akan ada stuntman lainnya yang memerankan adegan jatuhnya Jimmy," terang si sutradara.
"Aku tidak masalah, Tom. Memangnya syuting film action cuman ada setahun sekali? Tentu saja ada banyak tawaran," balas Jake tanpa perasaan. Suasana mulai menggila, beberapa orang sudah mabuk dan lainnya bernyanyi-nyanyi dengan mesin karaoke yang disediakan di depan. Aroma asap rokok menguar bercampur dengan bau minuman keras. Jake ingin muntah sesekali, namun ia menahannya.
"Maksudku, ini kesempatan bagus untukmu agar bisa melebarkan sayapmu. Kalau kinerjamu bagus kau bisa direkomendasikan Jimmy ke sutradara yang lebih senior," ucap Tom sambil manggut-manggut. Pembicaraan mereka berdua tidak bisa didengar dengan jelas oleh lainnya kecuali mereka sendiri.
"Ah, apa pentingnya. Lagipula saat stuntman jatuhpun yang disorot nanti muka aktornya. Aku tidak seambisius itu, Tom. Aku tidak tertarik, aku bekerja untuk senang-senang saja. Lihat, bedebah itu datang …, aku pergi dulu."
Jake beranjak dari duduknya, ia mengenakan topinya dan menepuk pundak Tom sebelum pergi. Disaat yang bersamaan Jimmy Foster datang, kehadirannya membuat riuh semua orang. Ia mengenakan pakaian kasual, kacamata dan masker kesehatan. Jake mendengus ketika menoleh sebelum pergi, sambutan palsu yang berlebihan untuk aktor angkuh seperti Jimmy terdengar sangat memuakkan baginya.
Bagi Jimmy lebih baik pergi meninggalkan tempat ini daripada harus berbincang-bincang dengan Jimmy Foster.
Di luar, Jake mengangkat panggilan telepon Peter. Pemuda itu merengek lapar dan minta dibelikan makanan cepat saji dari merk ternama yang cabangnya tersebar di seluruh dunia.
"Bisakah kau berhenti meminta ini itu saat aku keluar?" Jake memutar matanya. Ia memang mengeluh begini pada Peter atau Jeff, tapi biasanya dia akan tetap membelikannya. Mereka sudah tinggal bersama setahun belakangan, dan sekarang menjadi akrab bagai saudara.
"Kau pesan apa Jeff?" tanya Peter pada Jeff yang sedang berolah raga keras.
"Terserah." Jawab Jeff, suaranya agak jauh dan tidak terlalu terdengar oleh Jake.
Jake bisa membayangkan kedua teman serumahnya itu dengan kegiatan mereka masing-masing. Peter yang sedang menggubah lagu, sibuk dengan berbagai alat musik di kamar dan sekaligus studionya. Sementara Jeff yang bisa berada di depan kamar Peter untuk berolah raga, sit up, push up, atau apa saja.
"Oke, aku tutup," ucap Jake mengakhiri pembicaraan..
Tidak sulit menemukan di mana letak makanan cepat saji yang Peter maksud. Jake berjalan sebentar dan langsung menemukan satu di kiri jalan. Ia masuk saja karena tidak ada terlalu banyak antrean, sampai pada gilirannya, Jake menyebutkan paket pesanan serta kuantitasnya. Tak butuh waktu lama ia sudah mendapatkannya dan membayar di kasir.
Ia menyesap kopinya, berhari-hari syuting dan ia tidak bisa tidur nyenyak. Sesekali ia membutuhkan kopi, sementara ini syuting film rehat sejenak karena Jimmy Frost bilang dia kelelahan dan kulitnya yang bersih menjadi jerawatan. Itulah mengapa aktifitas syuting berhenti mendadak.
Brukk!
Kopi di tangan Jake tumpah saat tubuhnya tertubruk oleh wanita yang menurutnya sangat besar, Jake mengeraskan rahangnya karena kesal tapi dia tidak suka memperpanjang masalah. Wanita gemuk di depannya pasti tadi melamun, Jake mengernyitkan dahi memandang kaosnya.
"Ugh, sialan," desisnya pada dirinya sendiri.
"Maafkan aku, maafkan aku …."
"Aku tidak apa-apa, lanjutkan saja perjalananmu," ucap Jake ingin segera mengakhiri ini.
Perempuan itu bersikeras ingin bertanggung jawab. Jake asal saja menerima kartu namanya untuk mengusaikan ini, Jake memang tidak suka terlibat dengan sesuatu yang rumit, apalagi remeh temeh seperti ini.
Jake membenarkan letak topinya, ia meninggalkan wanita gemuk tadi, berjalan menyusuri gang. Ia sekilas membaca nama yang tertera dan perusahaan apa yang menerbitkan kartu nama tersebut. Saat ada tong sampah, ia lalu meremasnya untuk membuangnya.
***
Brakk!!
Pintu rumah dibuka dengan kasar, Jeff yang sedang sit up dengan bertelanjang dada langsung terlonjak kaget, ia mengerang sambil memegangi perutnya yang seperti papan cucian. Ia tadinya sedang berolah raga di lantai dua, di area kosong dekat pagar pembatas yang letaknya diantara depan kamar Peter dan kamar Jake, Jeff menjereng matras yoganya membujur dan menghadap ujung tangga, dari tempatnya jika berdiri bisa melihat Jake masuk dengan muka ditekuk, setengah berlari menaiki tangga.
"Hampir saja kalian keram, nak …," katanya sembari meratap cemas memandangi perutnya yang six pack. Ia masih berada di angkatan pemula, Jeff sangat menjaga pola makan dan tidurnya agar mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
Sementara Peter yang tadinya bermain biola di kamarnya langsung meletakkan biola beserta dawainya untuk melihat kedatangan si sulung Jake, meski bukan saudara kandung tapi diantara mereka bertiga Jake-lah yang paling tua. Jake berjalan dengan cepat menaiki tangga dan membuat rambut yang sepanjang kuping dan berponi sebelah di sisi kanan bergoyang-goyang, baik Peter maupun Jeff sama-sama terkejut melihat kaos Jake kotor oleh noda berwarna coklat kehitaman.
"Jake, ada apa dengan bajumu?" Peter mendekatinya, ia dengan sigap menangkap kantong makanan yang dibawa Jake.
Jake mencopot topinya lalu menaruhnya di atas meja, kemudian dilanjutkan kaosnya dan melemparkannya asal. Jeff cekatan menangkapnya, ia mengernyitkan dahi ketika menghirup baunya.
"Kopi?" alisnya berkerut, memandang Jake dan Peter bergantian.
Mereka tinggal serumah, Jeff adalah petarung bebas, sedangkan Peter adalah komposer lagu dan Jake adalah stuntman. Perbedaan mereka tidak menyurutkan keakraban dan perasaan butuh satu sama lainnya.
Jake sudah berganti kaos ketika Peter dan Jeff duduk di ruangan ketiga di tengah, ruangan santai tempat semua orang berkumpul.
"Ayamnya tumben enak, biasanya rasanya hanya tepung," puji Peter setelah menelan kunyahan ayamnya. Yang jelas, tugasnya di rumah ini adalah bagian mencuci baju dan mengeringkannya di mesin cuci. Ia tadi sudah memeras dan merendam kaos putih Jake.
"Semuanya sama saja bagiku, ada apa dengan Jake?" Jeff menoleh ke kiri menunggu kedatangan Jake.
Jake datang dengan sebotol air dan sandal rumahan. Ia tidak tertarik untuk membahas apa yang Jeff dan Peter bicarakan.
"Aku benci sekali pada perempuan yang tidak bisa menjaga berat badannya," gerutu Jake sendiri.
Jeff dan Peter saling pandang tidak mengerti apa maksudnya.