Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

PARIS RAPUNZEL

🇮🇩Chika_Takarai
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.5k
Views
Synopsis
Alvania Van Horrsen (Vania) adalah seorang gadis cantik, sombong dan senang mempermainkan cinta laki-laki. Tapi sejak hatinya memilih Radhika (tetapi sayangnya cowok itu menolak mentah-mentah dan justru memilih Andita sahabatnya), hati Vania hancur dan sifatnya jadi jauh berubah. Diapun meninggalkan Bandung dan melanjutkan sekolah di Jogya, kemudian kuliah di Paris. Selain mengejar cita-citanya menjadi seorang fashion designer, dia juga berharap Paris dapat menghilangkan bayangan Radhika dari pelupuk matanya. Usahanya ternyata sia-sia. Radhika tak mampu dia usir dari hatinya, sampai akhirnya Vania menemukan Cyril, yang mengingatkannya akan Radhika. Cyril adalah pemilik toko buku kecil di kawasan Quartier Latin. Kecintaan Cyril akan buku mau tidak mau membuat Vania jatuh cinta, sama ketika dia jatuh cinta pada Radhika yang dunianya dekat dengan buku. Vaniapun mencoba menjalin cinta dengannya sambil berusaha melupakan cinta pertamanya itu. Hatinya kembali patah karena Cyril dia dapati sedang bersama perempuan lain. Vania tidak tahu jika itu adalah bagian dari skenario yang dirancang seseorang yang sakit hati padanya. Siapa laki-laki itu? Apakah Vania akan kembali pada perasaan lamanya yang dia tinggalkan di Bandung, ataukah tetap mempertahankan Cyril karena sebetulnya dialah cinta sejati Vania?
VIEW MORE

Chapter 1 - Part 1 - A Mademoiselle Van Horrsen

Bila rasa itu tak sanggup menguap, mungkin begitulah jalannya cinta. Cinta yang tadinya saling melukai kemudian bisa saling menemukan. Atau bisa saja kebalikan.

Cinta yang mulanya merebak seperti Dandelion di musim semi, mungkin suatu saat akan menghitam seperti jelaga.

Rasailah. Maknailah, selagi bisa, wahai Pecinta.

Engkau tidak akan pernah tahu rasanya bahagia jika tak pernah tergores luka.

Alvania Van Horrsen menyibakkan gorden dan membuka kunci jendela balkon studionya. Tampak di kejauhan, masih terlilit kabut yang samar-samar, muncul sosok wanita tercantik di Prancis yang berdiri anggun dengan roknya yang panjang menjuntai dan melebar, Eiffel tower. Menara setinggi tiga ratus meter yang dibuat untuk memperingati seratus tahun Revolusi Prancis itu menyapanya ceria, menggugah semangat. Udara segar di pagi hari spontan menyentuh hidung bangirnya dan seketika itu senyum mengembang di wajahnya yang berseri-seri. Dua tahun sudah aku disini, bisiknya lirih. Jauh beberapa meter dibawahnya sana, aktivitas les Parisiens menggeliat, meramaikan rue[1] Olivier de Serres, siap menghias wajah Paris dengan sejuta karya yang akan memesona dunia.

Diliriknya sebuah undangan tebal berwarna kuning gading yang mewah. Sejak didapatnya seminggu lalu, tak bosan-bosannya ia buka dan ia baca. Berulang-ulang. Gadis berambut dark brown lurus sebahu itu masih tidak percaya haute couture [2]sekelas Audrey Deneuve, mengundangnya untuk hadir pada acara pagelaran adibusana untuk memamerkan koleksi terbaru mereka.

Undangan itu tak sembarang orang bisa dapat. Hanya mahasiswa dan mahasiswi berprestasi saja yang berhak memegang undangan itu. Dibacanya sekali lagi nama yang tertera di sampul undangan; À Mademoiselle [3]Van Horrsen. Untuk Nona Van Horrsen. Meski ada dua nama Van Horrsen di apartemen ini, tetap saja dia yakin undangan itu untuknya. Sebab Nona Van Horrsen yang satu lagi tidak mungkin dapat undangan ini.

Ia beringsut menuju lemari pakaian dan mengambil gaun hitam satin yang tergantung anggun. Gaun itu hasil rancangannya sendiri yang memang disiapkan untuk acara-acara spesial. Dia menempelkan gaun itu ke tubuhnya, kemudian mematut-matutkan diri di depan kaca seraya tersenyum.

Nanti malam adalah saat terindah sepanjang hidupnya karena inilah yang dimimpikan seluruh mahasiswa School of Fashion de Paris: Diundang dalam acara fashion show oleh sebuah rumah mode kenamaan dunia. Dia, bersama para undangan lain, akan menjadi orang pertama yang tahu sebelum busana-busana itu dilempar ke pasaran. Oh, betapa beruntungnya. Belum lagi disana nanti, dia akan ketemu sejumlah perancang busana terkenal yang mayoritas adalah alumnus sekolah fesyennya sekarang.

"Vania!" sebuah suara dari luar kamarnya, membuyarkan lamunan.

Itu suara sepupunya, Maharani Tania Van Horrsen, atau Vania biasa memanggilnya Tania. Ayah Vania dan ayah Tania adalah kakak beradik. Dulu, ketika Vania masih sekolah di Bandung dan Tania tinggal di Jakarta mereka sering sekali bertemu, berpisah sebentar ketika Vania memutuskan pindah ke Jogyakarta dan kembali bertemu lagi di Paris. Mereka seumur. Wajah, model rambut, dan postur tubuh hampir mirip, memungkinkan mereka selalu disangka kembar.

Nasib merekapun sama. Sama-sama menjadi korban ambisi orangtua yang terlalu sibuk mencari harta yang berujung pada ketidakharmonisan rumah tangga. Mereka anak-anak broken home yang mencoba bangkit dari keterpurukan. Dengan berbagai kesamaan itu, merekapun percaya Paris sebagai 'new land', yang akan mengubah hidup. Mereka melepaskan beban yang menghimpit dengan cara yang sangat positif. Vania memilih sekolah fesyen, Tania memilih kuliah jurusan Ekonomi dan Management di sebuah Grands École [4] . Harta melimpah milik orangtua mereka yang dicari sampai mengorbankan keutuhan keluarga itu, dirasa lebih dari cukup untuk membiayai sekolah dan hidup selama di Paris. Harus dimanfaatkan.

"Vaniaaa!"

"I'm coming!" serunya dan buru-buru mengamankan baju hitam itu sebelum terlihat sepupunya. Dia mau kasih kejutan nanti malam. Tania pasti ternganga.

"Ada apa, sih panggil-panggil?" tanyanya sambil membuka pintu dan didapatinya raut wajah Tania yang tengah tersenyum lebar disisi seorang laki-laki bule berambut coklat bergelombang yang agak gondrong. Senyum laki-laki itu sama lebarnya dengan Tania.

"Hallo!" cowok itu melambaikan tangan "I'm Back" katanya dalam bahasa Inggris logat Prancis.

Tidak terlalu exited. Sebab Etienne bukan cowok baru Tania. Maksudnya, beberapa waktu lalu mereka sudah pernah jadian lalu putus. Selama hampir tiga tahun di Paris, Tania sudah belasan kali menggandeng cowok yang diakuinya sebagai kekasih, termasuk si Etienne ini. Sedangkan dirinya, belum satupun. Entah kapan dia akan memulai hubungan lagi dengan cowok setelah putus dengan Raditya.

Bukan.

Lebih tepatnya lagi, entah kapan dia bisa jatuh cinta sama cowok selain Radhika.

"Okey" jawab Vania dingin.

"Ayolah Vania, jangan jutek gitu dong sama A' Iyen" ujar Tania. Vania mengerut alis. Jadi sekarang panggilannya adalah A' Iyen?? Kebagusan banget orang kayak begini dipanggil Aa'!!

"Sudah ya, kami ngantuk. Maklumlah semalaman suntuk gak tidur. Daahh!" kata Tania lalu mengamit lengan Etienne, menggiring masuk ke kamar yang letaknya berhadapan dengan kamarnya. Vania menepuk dahi. Fisik dan nasib boleh sama, tapi soal yang satu itu, Vania bakalan menolak dibilang sama. Aku tidak segila Tania dalam urusan laki-laki, cinta dan perasaan.

Mungkin dulu iya, tapi tidak lagi, setelah mengenal Radhika.

"Nanti malam elo jadi ke fashion show?" tanya Tania sebelum benar-benar masuk kamarnya.

"Jadi," jawabnya "Mau titip apa?"

"Titip salam aja buat Mas Bernard Fabian." Tania bisik-bisik sambil nyengir nakal.

"Ya ampun, orang paling judes sedunia itu? Lo suka sama dia??" Vania mendelik. Tania meringis dan menghampirinya, berbisik-bisik.

"Gue janji mau tobat dan gak akan gonta ganti cowok, kalau bisa jadian sama Mas Bernard. Gue mau menikah sama dia" kata Tania, lalu melesat dalam kamarnya.

Vania geleng-geleng kepala. Biar disumpahi tidak lulus kuliah, tidak akan dia nyamperin fotografer majalah mode yang terkenal jutek itu hanya untuk menyampaikan salam dari Tania. Tidak akan!

[1] Jalan

[2] Rumah Mode

[3] Kepada Nona

[4] Sekolah Tinggi Terspesialisasi