Semua tim yang sebelumnya berpencar kini mulai bergabung kembali di ruang makan seperti yang telah disepakati pada waktu matahari berada tepat di atas kepala.
Tiap-tiap maklumat yang mereka bawa akan jadi bahan pertimbangan Aden dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan— menemukan artefak suci terlebih dulu baru bergabung dengan tiga perempat prajurit Maxima kah, atau bahkan melakukan keduanya secara bersamaan.
Berbeda pada saat pagi tadi, adik bungsu dari baginda raja Firmus, William Vorwister II ikut bergabung ke dalam rapat penting ini agar dapat membantu sekaligus memberi masukan pada keponakannya supaya tidak salah langkah dalam mengambil keputusan.
Harus diakui, penggalian informasi dengan metode tim kecil seperti ini amatlah tidak efektif mengingat jangkauannya tak luas, tetapi mereka tidak memiliki pilihan lain sebab semua pengawal dan pelayan yang ada sedang bertugas dan tidak bisa diganggu.
Pasangan yang akan mempresentasikan penemuannya pertama kali ialah Edelweiss dan Nozra. Dengan cakap, mereka berdua menceritakan isi keseluruhan dari bagian buku yang dipelajarinya, bahkan teori mereka mengenai sosok "Arthria" dalam buku tersebut juga tak lepas dipaparkan.
"Yang Mulia, jika leluhur kita, Richard Vorwister adalah seorang Arthria, maka bukan tak mungkin jika artefak suci berada di Firmus," ucap sang paman memberi komentar takkala pemaparan telah berakhir.
Aden yang sebelumnya terlihat seperti sedang melamun kini mulai terbangun. "Paman, bisa jelaskan alasan dari pernyataanmu tadi? Dan sebenarnya apa itu Arthria?"
"Ini adalah istilah lama, Tuan— ditujukan bagi tubuh yang di dalamnya terdapat 'dua jiwa'. Salah satu dari mereka mampu memproduksi magis," terang William.
Dirinya juga menambahkan, berdasarkan pengetahuannya tidak semua orang bisa mengendalikan artefak suci seperti mawar beku. Hanya mereka— yang amat 'bersatu' dengan energi magis sajalah yang bisa melakukannya, dan seorang Arthria adalah salah satunya.
"Cukup penjelasannya Ayah," mendadak Alira menghentikan ayahnya bicara. "Kembali ke topik, tadi kalian bilang benda itu ada di sebuah lingkungan yang tandus. Pertanyaannya, apakah Firmus memiliki wilayah seperti itu?"
Benar juga, Edelweiss beserta rekan timnya tidak menduga akan munculnya pertanyaan seperti itu, sebab semua orang tahu betul bahwa negara ini berada di iklim empat musim.
Mereka berdua pada akhirnya malah bergeming untuk beberapa saat karena memikirkan pertanyaan itu. Sejauh yang mereka pahami saat ini, satu-satunya lingkungan yang secara harfiah betul-betul 'kering' ialah gurun pasir, dan mustahil bagi sebuah tempat gersang seperti itu terkena salju.
"Aku tahu di mana tempat itu!" Secara mengejutkan, Phillip menggebrak meja agak kuat sehingga mengagetkan sebagian orang di sana.
Tanpa merasa bersalah, ia segera membentangkan sebuah kertas tua lebar yang agak koyak pada tiap ujungnya pada atas meja, sehingga semua orang bisa melihatnya. Pada kertas tersebut, tampak jelas peta wilayah Firmus lengkap dengan simbol-simbol ilustrasi dari setiap kenampakan alam yang ada.
Adik laki-laki dari Alira mendaratkan telunjuknya ke suatu daerah pada utara peta, lokasi tersebut nampak agak cukup dekat dengan 'kota' Firmus, tempat para sepupunya dibesarkan.
"Ini adalah Cyrus, satu-satunya wilayah di Firmus yang mirip sekali dengan gurun," terangnya.
Ia juga menuturkan, bahwa tak ada satupun orang tinggal di sana, boleh jadi disebabkan tempatnya memang tak bisa ditinggali. Namun, berdasarkan sumber dari beberapa pedagang yang berhasil diwawancarai, sebuah rumah mirip mansion berdiri dengan megahnya tepat di sekitar rute perjalanan.
Rumor mengatakan bahwa sesosok makhluk mirip seorang wanita menghuni tempat itu. Dengan tatapan merah darahnya, ia meneror setiap pengunjung yang melewati atau memasuki tempat tinggalnya, beberapa bahkan diculik dan tak pernah ditemukan lagi. Itulah kenapa daerah wastu itu begitu dihindari oleh orang-orang.
William merenungi setiap perkataan yang terlontar dari mulut anaknya. Seandainya wanita itu adalah pribadi yang sama seperti perempuan dalam buku tadi, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia bukanlah manusia, mengingat tak ada manusia yang hidup selama 250 tahun. Tapi, hal itu rasanya tidaklah penting selama artefak mawar beku masih dalam keadaan aman.
"Paduka Aden, kita jug perlu menyiapkan langkah untuk menghadapi Bizantium," ujarnya menggiring topik lain ke dalam pembicaraan.
Benar juga, mereka hampir saja meninggalkan satu topik penting lainnya yang perlu dibahas.
Walaupun tiga perempat dari jumlah pasukan Maxima dikirimkan sebagai bala bantuan, tidak menjadi jaminan dapat memukul mundur lawan yang membawa mesin mematikan tersebut.
"Paman, bisakah beritahu berapa banyak sisa pasukan bisa dikirim?"
"Dari 314 tentara di kota, sebanyak 174 prajurit bisa dikirim ke medan pertempuran, Paduka!" Jawab William mantap. "Jumlah itu sudah termasuk regu kavaleri, infanteri, pembawa proyektil, dan para penyembuh."
Mendengar akan hal tersebut, Aden menyandarkan kepalanya pada kepalan tangannya sejenak. Kalau jumlah segitu diluncurkan sebagai bala bantuan terakhir, kira-kira apakah cukup mengimbangi lawan? Mengingat mereka semua belum mendapatkan informasi pasti mengenai jumlah musuh.
Bukan hanya itu saja, pasokan makanan, kereta-kereta kuda, dan kesiapan mental para pasukan juga patut diketahui kejelasannya. Untuk itulah, Aden menanyakan hal-hal di atas sebagai bahan pertimbangan yang cukup berpengaruh, sebab dirinya tak boleh gegabah dalam menentukan langkah.
Di tengah pengecekan sumber daya yang diperlukan, seseorang dengan spontannya mendobrak masuk ke dalam ruangan makan sehingga mencuri perhatian segenap orang yang ada di sana.
Alira yang mendapati bawahannya berlaku seperti itu langsung naik pitam. "Hei, di mana tatakramamu?"
"Maafkan saya Nyonya Alira," sahutnya terengah-engah, "saya adalah pembawa pesan dari pasukan yang dikirim."
Semua yang mendengarnya sontak tersentak, inilah salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu kedatangannya. Mereka berharap, dengan sangat, pria tadi membawa sebuah berita yang baik.
"Katakanlah, bagaimana kondisi terakhir Floria?" Phillip yang sudah tak sabar langsung "mengintrogasi" prajurit yang kelelahan itu.
"Tidak baik Tuan, menara-menara pertahanan kota berhasil dihancurkan ketika bala bantuan tiba. Sampai saat terakhir, semua kesatuan masih berusaha keras memukul pergi lawan."
Oh tidak, bukan berita seperti ini yang mereka ingin dengar, benar-benar buruk. Dengan datangnya kabar seperti itu, bukan semestinya bagi Pangeran Firmus untuk terus terperangkap dalam kebingungan.
Seluruh pandangan peserta rapat saat ini tertuju pada Aden, ini tentu saja memberikan sebuah penekanan secara tidak langsung baginya untuk segera menarik keputusan, tinggal selangkah lagi.
"Kita tak punya pilihan lain. Semuanya, persiapkan segala yang dibutuhkan untuk berperang!"