"Kau harus menikah denganku, dan aku akan membantumu menyelesaikan seluruh masalah keuangan suamimu termasuk biaya perawatannya di rumah sakit." Kevin berkata datar dan dingin dengan sorot mata tajam yang masih belum terlepas dari wajah Carla.
Mendengar hal itu jelas saja Carla merasa sangat terkejut dan tak dapat mempercayai persyaratan yang diajukan teman suaminya sendiri, "Menikah denganmu? Apa kau sudah gila?"
"Kau akan segera gila kalau kau tak menerima tawaranku, karena kehidupanmu dan suamimu sudah diambang kematian!" tegas Kevin lagi penuh penekanan.
Kali ini perkataan Kevin memang benar adanya, kehidupan Carla dan Fathan sudah begitu memprihatinkan bahkan mereka tak lagi memiliki sepeserpun uang bisa digunakan untuk makan.
Terlebih saat ini Carla harus memikirkan biaya perawatan Fathan di rumah sakit akibat kecelakaan yang menimpa lelaki itu beberapa hari lalu, menghadapi situasi yang tak mudah ini sudah membuat Carla putus asa dan hampir gila.
Tetapi sayangnya Carla sangat mencintai suaminya, hanya Fathan yang selalu membuatnya bahagia selama ini. Sehingga rasanya mustahil sekali jika Carla harus menerima tawaran Kevin meski ia sudah tak punya harapan lagi, "Aku tidak akan pernah meninggalkan Fathan dalam keadaan apapun, aku sangat mencintainya."
"Cintamu tidak akan bisa menyelamatkan Fathan, bahkan kau sendiri tahu kalau sekarang ini Fathan harus mendapatkan pertolongan medis yang terbaik. Belum lagi kau juga harus memikirkan bagaimana caranya membayar semua hutang yang dimiliki suamimu, bukankah untuk makan kau dan anakmu saja sudah sangat kesulitan?" ujar Kevin dengan nada meledek dan meremehkan Carla.
Seketika wajah Carla menyala merah membara sebab merasakan amarah yang begitu memuncak di dalam dirinya apalagi ia tak terima dengan perkataan Kevin yang sangat merendahkannya, "Kau benar-benar kelewatan!"
"Pikirkan baik-baik lagi, Carla Stevia! Kau tidak ingin melihat keluargamu semakin hancur, bukan?" bisik Kevin tepat di samping telinga Carla.
Melihat Kevin semakin berada di dekatnya membuat Carla sangat tak nyaman dan ia segera menjauh dari tubuh lelaki itu, tatapan Carla penuh kebencian masih tersorot jelas dari kedua matanya pada Kevin.
Brakkk
Dengan keras Carla menggebrak meja kerja Kevin kemudian kembali menegaskan, "Aku tidak membutuhkan bantuanmu, aku bisa melewati semua masalah ini sendirian demi menyelamatkan suamiku!"
"Baiklah, kita lihat saja. Aku akan menyaksikannya," sahut Kevin dengan nada yang lebih angkuh dari sebelumnya.
Sudah merasa muak berada di hadapan Kevin akhirnya Carla memilih melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat itu meninggalkan Kevin sendirian, hatinya benar-benar hancur dan masih belum sepenuhnya percaya jika lelaki yang ia kenal sangat dekat dengan suaminya sama sekali tidak bisa membantu mereka dalam keadaan sulit begini.
Bahkan parahnya lagi Kevin malah meminta Carla untuk menikah dengannya sebagai imbalan jika lelaki itu mau menolongnya, jelas saja Carla takkan sudi menikah dengan teman suaminya sendiri.
Di sisi lain Kevin Zaydan yang baru saja ditinggalkan, masih terdiam terpaku di tempatnya sembari terus memperhatikan punggung Carla hingga benar-benar tak terlihat lagi.
"Aku akan membuatmu menerima tawaran ini, Carla. Segala cara pasti ku lakukan agar bisa menikah denganmu, bahkan jika tidak selama kau hidup hanya penderitaan yang harus kau terima." Kevin bergumam seorang diri dengan tatapan yang kosong.
Sedangkan Carla yang sudah berada di luar gedung perusahaan milik Kevin mulai meneteskan air mata kesedihannya, ia tak dapat membendung lagi kesedihannya yang begitu besar.
Apalagi suara-suara panggilan di ponselnya terus berbunyi, ada banyak sekali orang yang berusaha menghubunginya. Para penagih hutang, rumah sakit dan keluarganya terus mencari keberadaan Carla.
Rasanya Carla sudah tak tahan lagi menanggung semua masalahnya tetapi memang tak ada yang bisa ia lakukan saat ini, "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku benar-benar sudah kehabisan akal, bahkan aku tak tahu lagi bagaimana caranya untuk bernafas."
Hembusan nafas yang berat dan kasar berulangkali keluar dari mulut Carla, tatapannya yang mengelilingi sekitar membuat wanita itu merasa semakin kebingungan dan frustasi.
Hingga tiba-tiba seseorang baru saja menyenggol bahu Carla sampai membuatnya terjatuh ke atas trotoar, "Argh!"
"Ma-maafkan aku, aku benar-benar tidak senga--."
Wanita itu menghentikan ucapannya ketika melihat wajah Carla dengan jelas, raut wajahnya yang semula penuh rasa bersalah kini berubah datar dan dingin seakan tak mempedulikan Carla lagi.
"Carla?" panggilnya lirih masih merasa tak percaya akan bertemu dengan Carla di tempat ini.
Carla yang juga baru menyadari keberadaan teman lamanya semasa sekolah dulu langsung tersenyum lebar dengan ramah, "Julia? Kau Julia teman SMA dulu, bukan?"
Julia hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Carla kemudian ia berniat bergegas pergi dari tempat itu, namun Carla yang merasa masih merindukan teman baiknya segera berusaha mencegah kepergian Julia sembari bangun dari jatuhnya.
"Kau mau ke mana? Aku sangat senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, bagaimana kabarmu sekarang?" tanya Carla dengan sangat antusias.
"Kau bisa melihatnya sendiri," sahutnya masih dengan nada yang sangat ketus.
Namun Carla yang tak merasa tersinggung sama sekali memilih kembali mengajukan pertanyaan pada Julia, "Aku harap kau selalu baik, jadi sedang apa kau di sini?"
Suasana hati Julia yang sedang tak baik membuatnya muak mendengar semua pertanyaan Carla kepadanya hingga ia menatap wanita itu dengan sangat tajam dan penuh amarah, "Aku sedang berusaha menemui suamiku! Tidak, maksudku mantan suamiku. Tapi sekarang aku malah bertemu denganmu, sungguh menyebalkan."
Carla yang cukup terkejut mendengar perkataan Julia langsung mengerutkan keningnya kencang, ia benar-benar tak mengerti apa yang terjadi pada Julia hingga bersikap begini terlebih ia merasa tak punya masalah apapun.
"Baiklah, maafkan aku jika kau merasa tak senang karena terlah bertemu denganku."
"Tentu saja aku tidak senang, sejak sekolah dulu kau selalu menjadi saingan untukku dalam hal apapun. Dan sekarang kau juga telah merusak semua kehidupanku!" teriak Julia emosi.
Carla yang semakin kebingungan segera menjawab, "Aku? Merusak kehidupanmu? Apa maksudmu, Julia? Kita bahkan baru bertemu lagi setelah sekian lama, jadi bagaimana caranya aku bisa merusak kehidupanmu?"
"Kau wanita munafik, dasar jalang murahan!" umpat Julia sebelum benar-benar pergi dari hadapan Carla.
Dalam hening Carla terus berpikir keras mengenai perkataan Julia barusan, sepertinya tak ada satupun hal yang berpihak pada Carla saat ini karena semua orang yang ia temui selalu menambah masalah juga pikiran di kepalanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Mengapa hidupku dipenuhi masalah seperti ini? Padahal tadinya aku merasa sangat senang karena bisa bertemu dengan Julia lagi," gumam Carla seorang diri.
Tak ingin mengambil pusing sikap aneh yang ditunjukkan teman lamanya akhirnya Carla memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah sakit tempat Fathan dirawat, "Lebih baik sekarang aku menemui suamiku, semoga saja keadaannya semakin membaik."