Tak ada yang bisa menebak, apa yang akan terjadi dalam waktu 1 jam ke depan, bahkan dalam waktu semenit saja segala hal bisa terjadi. Entah itu perihal baik atau buruk, semua adalah misteri. Begitu juga dengan Naya, yang tak pernah menyangka kalau dalam waktu singkat ia sudah menjadi pacar seorang Andrean, walaupun itu hanya sebatas pacar kontrak.
Tetapi Naya tak begitu memperdulikan hal itu, baginya tak masalah walau hanya jadi pacar bohongan, ia terlihat bahagia dengan status barunya sekarang. Bagaimana ia bisa menolak permintaan dari seorang Andrean. Andai saja boleh, ia berharap agar kisahnya bisa sama seperti drama yang ada di film-film, awalnya sering berantem, jaim-jaiman terus terlibat hubungan kontrak yang ujungnya saling jatuh cinta, menikah, punya anak, dan berakhir bahagia.
Tapi sayangnya, ini bukan drama yang ada di film-film atau pun sinetron, ini dunia nyata, di mana sebuah kisah tidak bisa tercipta dengan mudahnya, bisa berjalan sesuai alurnya, namun butuh proses yang panjang untuk menggapainya, bahkan terkadang sangat rumit, serumit hidup Naya yang selalu berakhir kecewa, bukan karena kecewa putus cinta, tapi kecewa karena tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, apa lagi pacaran, Naya belum pernah mengalaminya.
Bagaimana tidak, di usianya yang sudah menginjak 28 tahun, ia masih saja betah sendiri, kalah gesit dengan anak SD yang ada di zaman sekarang, di mana sudah mengenal yang namanya jatuh cinta, pacaran, sayang-sayangan, bahkan ada yang nekat untuk menikah. Mereka pikir menikah itu gampang apa, mengurus diri sendiri saja belum lurus, apa lagi mau mengurus rumah tangga.
Entah lah, setiap manusia memang punya kisahnya masing-masing.
Masih di ruangan yang sama, Naya terlihat belum beranjak dari tempatnya, namun ia tampak lebih bersemangat hari ini, ia sudah tak sabar menunggu waktu jam makan siang tiba, layaknya sedang menunggu seorang pacar.
"Masih satu jam lagi meeting pak Andrean baru selesai, " bisik Naya pelan sambil menatap jam yang tertera pada layar ponselnya. Dari tadi ia hanya menyibukkan diri dengan membereskan beberapa berkas yang masih tercecer di atas meja.
"Apa gue ke ruangan Milea aja ya," ucapnya terlihat bersemangat, lagi pula ia sudah tak sabar untuk berbagi cerita dengan sahabatnya itu.
Sambil tersenyum ia mulai beranjak dari tempat duduknya, segera turun untuk menemui sang sahabat, beruntung waktu keluar tadi ia tak melihat keberadaan Stefi, kalau tidak bisa-bisa mereka melanjutkan lagi pertarungan yang belum selesai, 'pergi kemana wanita genit itu,' batinnya.
Ia segera berjalan menuju lift, mengingat ruangannya dulu berada di lantai bawah, tepatnya di lantai 2, sehingga mengharuskan ia untuk menggunakan fasilitas ini. Naya segera menekan tombol lift anak panah untuk menuju lantai bawah, hanya persekian detik pintu lift pun terbuka.
Ting !
Naya bergegas masuk sebelum pintu lift kembali tertutup, dengan cepat ia menekan tombol angka 2, lift pun berjalan dengan tenangnya, di dalam lift ia tak henti-hentinya tersenyum, kala mengingat statusnya kini yang telah menjadi pacar seorang direktur, ya walaupun itu hanya sekedar pacar bo'ongan.
Ting !
Tak menunggu waktu lama pintu lift pun terbuka dengan anggunnya.
Naya segera keluar tepat di lantai 2, dengan wajah yang sumringah, terlihat jelas kalau ia sangat bahagia hari ini, ia sudah tak sabar untuk memberitahukan kabar baik ini kepada Milea.
Suasana tampak hening saat Naya menyelinap masuk ke dalam ruangan, matanya mengintai ke sana ke mari, persis seperti seorang maling yang sedang mengincar buruannya, terlihat beberapa karyawan yang masih sibuk berkutat dengan tugasnya masing-masing, termasuk juga Milea.
Naya segera mendekat tanpa sepengetahuan dari sahabatnya itu.
"Hai Mil," bisik Naya pelan tepat di samping Milea, sontak hal itu membuat Milea terkejut.
"Ihh Naya, ngapain lo ke sini," gumamnya kesal.
"Hee, ada yang mau gue omongin," balas Naya cengengesan.
"Nggak sekarang juga kali Nay, kan bisa nunggu sampai jam istirahat," Milea mendengus sambil menatap lagi ke arah monitor.
"Kelamaan Mil, istirahat juga masih satu jam lagi, sekarang aja ya gue ngomongnya,"
"Aduh Nay, lo gak liat apa gue lagi banyak kerjaan gini,"
"Kan bisa sambil kerja Mil, lo cukup pasang telinga aja dengerin gue ngomong,"
Milea hanya menggeleng.
"Ya elah Mil, gue mau berbagi cerita sama siapa lagi kalau bukan sama lo," ucapnya lagi tak menyerah.
"Ini satu hal yang sangat serius Mil, lo bakalan nyesel kalau tau dari orang lain," ucap Naya lagi, namun Milea masih mengabaikannya.
"Beneran lo gak mau denger," rengeknya lagi memastikan, sedangkan Milea hanya membalas dengan sebuah anggukan, ia masih terus fokus dengan tugasnya. Merasa di acuhkan Naya pun berniat untuk pergi, namun terlebih dahulu ia membisikkan sesuatu ke telinga Milea.
"Gue udah jadian sama pak Andrean," bisiknya pelan, namun Milea sudah pasti mendengarnya, lagi-lagi Milea mengangguk namun sedetik kemudian ia tersadar.
"Apaaa,?"
Teriakan Milea terdengar ke penjuru ruangan, hal ini tentu saja mengundang tatapan kesal dari rekan kerjanya yang lain, terlihat Naya meminta maaf dengan sedikit membungkukkan badannya, sedangkan Naya terlihat cengengesan, Milea menyeringai menatap Naya.
"Eh, lo ngomong apa barusan ? Gue gak salah denger kan Nay, ?" Tanya Milea terlihat bingung bercampur aneh, apa mungkin sahabatnya itu sedang berhalusinasi akibat tak pernah memiliki pacar.
"Gue serius Mil," Naya menjawab dengan pasti. Hal ini semakin membuat Milea bingung, segera ia meletakkan tangannya di kening Naya, merasakan hawa sang sahabat apakah masih normal atau panas.
"Lo gak sakit kan Nay, kening lo gak panas," ucapnya lagi.
"Mil, gue serius, lo gak bisa liat apa dari tampang gue yang terlihat bahagia ini," kembali Naya meyakinkan, Milea menaikkan sebelah alis matanya, tatapannya menyelidik ke arah Naya, bagaimana mungkin Andrean bisa jadian dengan sahabatnya itu, tak ada petir apa lagi hujan, sungguh hal yang sangat mustahil, pikirnya lagi.
"Lo masih gak percaya, ? Ya udah, ntar siang kami mau makan bareng, gue cuma pengen kasih kabar bahagia ini aja sama lo, secara lo kan sahabat gue, tapi sayangnya lo masih gak percaya, kalo gitu gue pergi dulu, lanjutin aja kerjanya ok, fighting!" celoteh Naya panjang lebar, setelah itu ia berlalu dari hadapan Milea. Sedangkan Milea masih tampak tertegun melihat tingkah Naya, tanpa sempat ia merespon ucapan sang sahabat.
Satu jam sudah berlalu, Naya terlihat sudah tak sabar menunggu Andrean, sebenarnya bukan hanya Andrean yang ia tunggu, tapi juga menunggu menu makanan apa saja yang akan ia santap siang ini. Naya memutuskan untuk kembali menunggu, siapa tau saja Andrean akan segera tiba.
Satu jam...
Dua jam berlalu...
Waktu istirahat pun selesai, mungkin Andrean sudah melupakan janji makan siangnya.