Chereads / ARKANA :Imperfect Love / Chapter 3 - Bukan Dilan!

Chapter 3 - Bukan Dilan!

--Dengarlah...

Dengarkan apa yang perlu kamu dengar, dan jangan dengarkan sesuatu yang tidak perlu kamu dengar.--

Gue memilih untuk menyibukkan diri bermain gitar di kamar yang tak seberapa besar, hingga larut malam. Iya. Untuk apa tidur terlalu sore, besok hari minggu. Dan gue nggak ada jadwal manggung. Nggak ada tugas sekolah juga. Hal yang paling asik dilakukan, ya, main gitar sambil coba bikin lagu. Kalau bosan tinggal main game atau tidur. Sesimpel itu gue menjalani hidup.

Gue tipe orang yang nggak terlalu suka nongkrong lama-lama. Kalau pun mau, itu karena nggak enak menolak ajakan teman. Gue lebih suka menyibukkan diri dan mengasah apa yang ada dalam diri gue. Mengeksplore diri sendiri. Ditengah-tengah lamunan gue membayangkan kata-kata indah, tiba-tiba...

Klung.. Klung.. HP berbunyi. Pas gue lihat, ternyata WhatsApp dari Naira.

'Arka maafin gue.'

Gue sengaja nggak mau langsung balas. Karena gue mau isengin dia. Enak saja, sudah bikin orang khawatir, masa langsung dimaafkan begitu saja.

'Arkaa... Please maafin gue. Jangan diemin gue kayak gini dong. Gue nggak punya sahabat lagi nih.

Gue janji deh nggak bakal bikin lo khawatir lagi. Gue tahu gue salah. Gue minta maaf. Arka.. Balas dong Woy...'

Dasar Naira. Memang paling bisa bikin orang nggak tega.

Dan kalian bisa tebak, detik berikutnya, gue udah ketawa-ketawa di telepon. Percayalah sekesal apa pun gue sama Naira. Gue tetap nggak bisa marah sama dia.

"Ka, sebagai permintaan maaf gue. Besok gue mau traktir lo makan. Kali ini bebas lo mau makan apa," ucapnya sebelum mengakhiri telepon.

"Serius lo? Terserah gue ya. Dan lo nggak boleh protes."

Ya Tuhan. Ini seperti angin segar yang menghunus kalbu di tengah perekonomian gue yang kacau. Dapat tawaran makan gratis itu artinya gue bisa sedikit lebih hemat. Nggak perlu beli makanan. Perbaikan gizi. Hahaha.

"Iya deh iya. Terserah bapak Arka Derrien Mahendra yang terhormat. Hahaha."

"Oke bye. Sampai jumpa besok."

Tut tut tut

Suara sambungan telepon sudah terputus. Niat mau isengin Naira malah gagal total, karena nggak tega. Gue yakin kalau gue ada di sana, pasti makin nggak tega lihat raut wajahnya yang memelas. Ditambah lagi rambut keritingnya yang agak berantakan dan dicepol ke atas, poni agak panjang menyamping. Itu cewek memang jago akting.

Padahal apa yang dia lakukan sudah keterlaluan, menurut gue. Pertama, dia bohong. Bilang nggak akan datang, ternyata datang. Sendiri. Dan gue paling nggak suka lihat orang yang berbohong. Apa pun itu alasannya. Apalagi ini sahabat gue sendiri. Kedua, pas gue tanya, udah dikasih ijin belum sama mama, papa? Dia bilang pergi diam-diam. Dan yang ketiga, dia hampir diganggu orang karena kecerobohannya dia.

Dasar cewek aneh. Bikin pusing orang saja kerjaannya.

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

"Gimana? Gue udah mirip Dilan belum?"

Dengan raut muka yang sedikit aneh, dia mencoba untuk menengok ke arah gue. Kedua alisnya mengernyit, tatapan matanya tajam.

"Dilan???"

"Iya."

"Harus banget? Gue bilang mirip?"

"Lo nggak lihat? Motor udah sama, jaket, sepatu. Gaya. Ya mirip lah."

"Dilan mah keren. Panglima tempur."

"Gue juga keren kali. Gue bukan hanya panglima, tapi juga layaknya pangeran."

"Pangeran apaan? Pangeran tupai?"

"Hahaha."

Sekali lagi dia memukul gue. Kali ini di punggung gue. Apa semua perempuan seperti itu? Kalau ketawa sambil nabok, mukul, nyubit. Aneh.

Gue nggak tahu apa rencananya hari ini. Dari jam 10 pagi sudah membuat gaduh tetangga kos gue dengan teriak-teriak sambil gebrak pintu kayak orang kesurupan.

"Lain kali selesaikan masalah lo baik-baik, Ka. Biar pacar lo nggak ngamuk lagi. Bikin onar aja kalian."

"Iya. Ganggu orang tidur. Masih pagi juga."

Sindir dua orang tetangga kos gue yang kebetulan seorang mahasiswa tingkat akhir. Dia melihat ke arah Naira dengan tatapan aneh. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka tentang sikap bar-bar Naira tadi.

Naira yang hendak naik ke atas motor pun mengurungkan niatnya dan berbalik menghampiri dua laki-laki tadi.

"Eh mas kalau ngomong jangan asal ya. Siapa yang pacaran?"

Dua laki-laki yang sudah berjalan ke arah gerbang itu berhenti dan kembali menengok ke belakang.

"Kalau bukan pacar terus apa?!"

"Dia sahabat gue. Bukan pacar gue!" bentak Naira sambil menunjuk ke arah gue.

"Hahaha dasar anak jaman sekarang. Sembunyi dibalik kata sahabat."

Tak terima dengan ucapan itu, Naira langsung memukul pundak laki-laki berambut cepak, namanya Aldo. Dan juga yang satunya lagi, si Jangkung. Kami sepakat memanggilnya jangkung karena postur tubuhnya yang kurus dan tinggi.

"Dasar lo cewek singa. Bar-bar banget kelakuannya," teriak Aldo.

Naira yang hendak pergi pun kembali mengurungkan niatnya.

Oh astaga, kenapa gue harus dihadapkan dengan masalah sepele yang menjadi besar? Lebay banget. Asli. Sebenarnya apa sih yang ada di kepala perempuan? Pola pikir mereka itu seperti apa? Kenapa selalu bikin pusing?

"Astaga Naira, apalagi sih ini???"

Gue yang sudah siap mau berangkat, kembali turun dari motor dan mau nggak mau harus melerai mereka. Gue kasih tahu, di sini, Naira lebih seperti orang yang lagi presentasi di depan kelas, dan sedang memperdebatkan sebuah materi. Enggak mau mengalah sama sekali. Mereka bertiga saling lempar kata. Bahkan si jangkung hampir saja menyebutkan nama-nama hewan yang ada di kebun binatang.

"Nai stop! Lo ngapain sih?! Katanya tadi buru-buru. Sekarang malah berantem sama mereka." Gue mencoba mengajak Naira agar segera pergi. Tapi kalian tahu sendiri kan, seperti apa dia. Enggak akan tenang sebelum menang.

"Udah lo diem Arka. Gue lagi ngomong sama mereka. Mereka ini, asbun kalau ngomong," sergahnya.

"Nai, lo menang pun enggak akan dapet apa-apa. Enggak dapat hadiah juga. Buang-buang waktu, tau nggak!"

Dan setelah hampir 10 menit drama percek-cok-an itu selesai juga. Di waktu yang sama, mereka menghasilkan sebuah perjanjian yang sudah disepakati bersama. Bahwa, Aldo dan jangkung tidak akan lagi mengganggu Naira, kalau sewaktu-waktu kesini lagi, sedangkan Naira, tidak akan mengganggu ketenangan tidur mereka. Deal.

"Gue mau bilang sesuatu sama lo. Ini serius," ucap gue pas udah di jalan.

"Apaan," jawab Naira dengan ketus.

"Ternyata benar apa kata si Aldo. Elo memang cewek singa. Galak, jutek, pengen menang sendiri."

Sambil cubit pinggang gue, dia berkata, "Lo mau ikut-ikutan dua makhluk astral itu?!"

Meskipun Naira galak, tapi gue suka gangguin dia. Apalagi saat dia lagi badmood. Seperti kala itu. Gue pernah gangguin dia saat dia lagi nyeri PMS. Ingat sekali, waktu itu dia lagi duduk sambil menyenderkan kepalanya di meja perpus. Gue tahu Naira tidak akan lemas dan malas gerak, kecuali dia sedang PMS. Gue datang sambil lari dan mengagetkan dia, lalu teriak tepat di telinga kirinya, wooyyy..

Spontan dia angkat kepalanya dan langsung menengok kearah gue. Tatapan matanya seperti tidak ada kekuatan untuk berkedip. Nafasnya terengah-engah dan...

Plak...

Dia nampar pipi gue. Sambil terus nyerocos tiada henti. Astaghfirullah, rasanya gue lagi membangunkan singa yang sedang tidur. Tapi meskipun begitu, gue nggak pernah punya niat untuk berhenti usilin dia.

Oke. Kembali lagi. Jadi rencana hari ini sebenarnya Naira traktir gue makan sesuai janjinya kemarin. Tapi dilaksanakan beberapa jam lebih awal dari kesepakatan. Gue nggak tahu apalagi yang akan dia dilakukan. Gue cuma berharap dia nggak akan melakukan hal yang memalukan atau mungkin mengganggu ketenangan orang lain.