Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

EX-WIFE REVENGE

🇮🇩Sweety_Situmorang
--
chs / week
--
NOT RATINGS
7.7k
Views
Synopsis
Suaminya mencintai wanita lain saat menikahinya. Hidup selama pernikahan bagai neraka untuknya. Hingga satu titik, di mana kucing berubah menjadi macan. Di mana Hanna sakit hati ketika Jefan tidak menganggap bayi dalam kandungan Hanna hasil perbuatannya. "Mencaciku, merendahkanku, bahkan tidak menganggapku ada, itu bukan masalah! Tapi untuk bayimu sendiri? Jangan harap ada kata maaf untukmu!" Hanna menyeka air matanya dan pergi dari hadapan Jefan. Hidup Hanna berubah 180° sejak pisah dengan Jefan. Seseorang yang baik membantunya untuk balas dendam. Apa rencana Hanna akan berhasil? Menjatuhkan harga diri Jefan dengan sebuah cinta menyakitkan yang direncanakan. Atau, justru Hanna terjebak dalam rencananya sendiri? Yuk, simak!
VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Menolak Kehamilanmu

"Tidak, tidak, tidak mungkin! Dia bukan anakku! Mana mungkin aku melakukannya denganmu!" tolak Jefan setelah mendengar dokter mengatakan selamat pada Jefan kalau Hanna istrinya sedang hamil.

Senyuman di bibir dan hati Hanna yang semula terukir kini musnah diganti pertanyaan, mengapa suaminya bersikap seperti ini? Bukankah semua Suami akan bahagia kala mendengar Istrinya hamil? Itu berarti dia adalah laki-laki tangguh yang memiliki persediaan 'calon bayi' terbaik untuk menembus indung telur dan membuahi rahim calon ibunya.

Namun Suami Hanna ini justru bertindak sebaliknya. Tampaknya Jefan tidak suka kalau Istrinya hamil.

"Mas, kenapa mas aneh gini kelakuannya?" tanya Hanna dengan berbisik. Ia sangat sopan berbicara pada suaminya. Rumah sakit termasuk ruang publik, jadi harus banyak menyembunyikan sifat buruk. Cukup orang rumah yang tau sifat asli, jangan orang lain.

"Apa lagi sandiwaramu itu?!" suara Jefan cukup menggelegar untuk membuat orang yang sedang menunggu antrian di luar ruangan bertanya-tanya, ada apa dengan calon ibu dan ayah di dalam ruangan itu.

"Sandiwara apa, Mas? Hanna tidak sedang bersandiwara, Hanna hanya tanya, kenapa Mas bertindak seperti ini?!" Hanna sungguh terbakar emosi.

Suaminya membentaknya di ruangan terbuka sungguh menjadi hal mengesalkan untuknya. Bukan pertama kali hal ini terjadi di antara mereka. Dan siapa yang memulai? Tentu Jefan. Namun ini adalah kali pertama Hanna istrinya membalas bentakannya dan itu adalah hal baru di mata Jefan.

"Kau…" geram Jefan dengan tangan tergenggamnya. Namun itu segera terhenti saat Suster memisahkan keduanya dari amarah.

"Sudah-sudah… bapak ibu, jangan berdebat lagi. Ini rumah sakit, masih ada banyak pasien di luar menunggu. Mereka ingin memeriksakan kandungan, bukan menyaksikan kalian bertengkar di sini!"

"Aku mau pulang, kalau kau mau lama-lama di sini, itu bukan urusanku lagi! Masih ada pekerjaan yang lebih penting dari melihatmu hamil… entah dari benih pria mana!"

Hati Hanna seperti diiris pisau yang cukup tajam yang mampu membuatnya menangis. Wanita itu sudah sering menghadapi kemarahan Jefan suaminya. Tapi rasa sakit ini, tidak sesakit ketika suaminya mencaci, merendahkan, bahkan tidak menganggapnya ada.

Hanna menyaksikan bagaimana ketidakpedulian Jefan pada Hanna yang langsung pergi dari ruang pemeriksaan tanpa mengajak Hanna selaku Istri sah dimata agama dan negara itu pulang.

"Dia benar yang tadi itu suami Ibu?" tanya dokter tampak prihatin.

Hanna melihat Dokter. Terus mengangguk. "Ya, dok. dia suami saya," balas Hanna dengan senyum kesedihan.

"Kalian ada masalah di rumah ya, maka berdebat di sini."

"Mungkin, tapi saya tidak tau yang pastinya, dok."

"Saya memang hanya dokter kandungan. Tapi saya bisa memberi Ibu tips agar Suami Ibu tidak marah lagi."

"Apa itu dok?" Hanna tetap bertanya meski ia tidak tertarik lagi untuk mengetahui cara agar suaminya itu berubah.

"Suami Ibu mungkin marah karena ada hal yang kurang cocok di hatinya. Coba saja cari di mana letak kesalahan sampai suami Ibu melimpahkan kemarahan pada Ibu. Pasti Suami Ibu akan kembali menyayangi Ibu lagi."

"Makasih tipsnya dok." Walau mungkin mas Jefan tidak mungkin jadi laki-laki baik.

Hanna tetap berterimakasih. Hanya saja hatinya berkata lain karena ia sudah menyerah untuk pernikahan yang bagai neraka untuknya itu.

Hanna turun dari ranjang dibantu suster. Dokter memberikannya gambar janin yang tengah dikandungnya dan Hanna menerimanya dengan senang hati. Wanita itu bahkan memeluk foto itu dengan senyum haru. Ia akan menjadi seorang ibu untuk tujuh bulan kedepan!

Hanna keluar dari ruangan, senyum terukir dengan Hanna yang mengelus perutnya. "Mama harap kamu jangan sakit hati dengan kata-kata yang diucapkan Papa kamu ya, sayang. Papa hanya syok, pasti Papa akan kembali baik–walau Mama sendiri tidak tau kapan waktunya tiba." kalimat terakhir dikecilkan. Hanna harap janinnya tidak mendengar kata-katanya yang terakhir itu.

Bruk.

Langkah Hanna terhenti saat merasa tubuhnya sudah kehilangan keseimbangan. Matanya terbelalak, dia sangat takut jatuh, tapi kini dia mengalaminya.

Hingga sebuah tangan terulur sebelum pinggulnya mengenai lantai. Tangan besar nan hangat dari seorang pria bermasker hitam segera menariknya ke pelukan.

Sejenak Hanna terpaku bersama pria yang menabraknya itu. "M-maaf, boleh lepaskan?" tanya Hanna dengan berbisik. Dia takut ada kesalahpahaman antara dirinya dan pria di hadapannya ini.

"So-sory. Aku ga sengaja menyenggolmu," balas pria itu canggung.

"Tidak apa. Baik, aku akan pergi, ada yang perlu. Ini buru-buru," Hanna memberi alasan.

***

Hanna baru saja sampai di depan rumah suaminya. Rumah berlantai dua yang seolah menjadi neraka untuknya.

Hanna menghela nafas. Keadaan rumah sangat sunyi seperti biasa. Hanna tidak melihat mobil milik Jefan di parkiran samping rumah. Hanna cukup lega karena tidak perlu bermasalah dengan pria penuh ego itu.