Oktober 1999
Sarah adalah seorang murid SMA. Badannya tinggi ramping, wajahnya mungil, matanya bulat besar, bibir se-merah mawar dan rambut hitam gelamnya dapat membuat semua orang bahkan pak presiden terpesona.
Dia adalah seorang bunga mekar nan kembang. Pintar, cantik, dan baik bagai sesosok dewi. Siapapun yang menjadi pacarnya adalah orang paling beruntung di dunia ini.
โโ Dan aku berharap akulah orang tersebut.
Sayangnya, aku sudah tiada lagi di dunianya. Atau dengan kata lain, aku dan dia dulu pernah hidup sedunia tetapi kini tidak lagi.
Itu karena hidupku sudah berakhir sejak dulu sekali. Mengapa?
Alasannya sangat memalukan hingga aku tidak bisa mengatakannya di depan umum. Yang perlu kalian ketahui hanyalah aku tidak mempunyai penyesalan lagi di dunia.
Namun, itu tidak melepaskanku dari yang namanya urusan tertinggal. Perasaan rumit ini.. aku tahu jelas, ini perasaan apa. Alasan mengapa aku masih berada disini adalah karena Sarah masih hidup di dunia ini.
Terus terang, hubunganku dengan Sarah tidaklah seperti yang kalian kira. Aku bukanlah pacarnya atau bahkan temannya.
Hanya sekedar pengagum rahasia yang jatuh cinta padanya. Itulah yang membuatku berada di dunia ini.
โโ Aku memiliki sebuah urusan tak terselesaikan, yakni menyatakan cintaku padanya.
Namun baik aku mati atau hidup, aku tidak pernah berbicara dengan Sarah. Selalu saja aku melihatnya dari kejauhan.
Sama seperti hari kemarin dan sampai aku mati pun, aku tidak berani mendekatinya. Anehnya, segerombolan murid seketika melihatnya di lorong segera mendekatinya seakan-akan dia memiliki magnet penarik perhatian.
Itu membuatku bertanya setengah serius rahasia mereka memiliki 'keberanian' yang seperti itu.
"Woah!! Lihat- Sarah datang!"
"Ih, cantiknya dia! Iri deh~"
"Malaikatku sudah tiba! Hallelujah!!"
Aku memutar bola mataku, terbiasa dengan suara tinggiyang memekakkan teligaku. Mereka selalu mengerumuninya. Tanpa mereka sadari, mereka membuatnya lelah. Aku tidak menyukainya ketika Sarah terpaksa tersenyum.
TAP, TAP, TAP..!!
Terutama pacarnya yang bebal nan bodoh. Aku menjulukinya pangeran tampan hanya di muka sajaโ Pangeran David yang tidak berguna.
"KYAAA!! DAVID!!"
"Dia datang! dia, dia- OMG!!"
Sepopuler dengan Sarah, dari penampilan luar, mereka adalah pasangan yang cocok. Tetapi dari dalam, Sarah benar-benar frustasi dan marah padanya gara-gara sikapnya yang tidak peka.
"Dav, apa yang kau lakukan disini? Kupikir kau sedang-"
"Sarah, maaf. Aku sedang mencari seseorang saat ini. Bisakah kita berbicara lain kali?"
David adalah orang aneh. Walaupun dia populer, aku tidak mengerti mengapa dia tidak memiliki teman. Mungkin itu dikarenakan sikapnya yang ku cap 'buruk'.
Sikapnya yang terus terang dan blak-blakan sehingga kadang terdengar kasar...
"Siapa? Apa itu.. lebih penting daripadaku?"
"!!.. Tentu saja tidak. Tapi aku berhutang budi padanya"
Itu menjengkelkan sekali!!
"B, Begitu.. Maaf, apabila aku mengganggumu"
David mengangguk kecil, berjalan melalui Darah yang mematung terabaikan. Darahku serasa hampir mendidih gegara pria ini.
Behutang ya? Jangan konyol. Dia tidak pernah berhutang pada siapapun. Setidaknya, aku tidak mengakuinya berhutang.
"Ah, Rangga!"
David melambaikan tangannya pada orang yang ia cari. Tidak membalasnya, ia mendekati sosok tersebut dengan langkah seceria matahari pagi.
"Rangga, kok mukamu masam? Kau lagi bad mood ya?"
"Diam. Kamu itu terlalu nggak peka sama Sarah"
Orang yang ia cari tidak lain adalah aku, Ranggaโโ Teman David satu-satunya. Sekaligus, dia adalah penyebab kematianku.
Sialnya lagi, dia adalah satu-satunya orang yang dapat melihatku saat ini.. dan dia tidak tahu bahwa aku sudah mati.
"Jangan sok ramah, David. Kita saja baru bertemu 8 bulan yang lalu"
"Haha, benarkah 8 bulan? Kupikir sudah satu semester"
"Terserah."
Jikalau aku tahu aku akan terjebak dengannya di akhirat, maka aku berharap aku pernah menampar wajahnya ketika aku hidup dulu.
โโ Alangkah baiknya apabila aku tidak pernah menyelamatkannya. Andai saja aku tidak menukar nyawaku dengannya.
Mungkin saja, aku masih bisa hidup sampai sekarang. Iya kan?
.
.
.
Jangan konyol. Aku akan merasa lebih buruk dan menyesal sampai-sampai aku tidak mampu hidup lagi dan menghadapi Sarah. Tapi bukan berarti aku ingin mati juga gara-gara idiot satu ini.
Menyebalkan. Di tempat pertama, mengapa aku harus terlibat dengannya? Aku berencana untuk menjadi seorang penonton.
Tapi.. Aku
... Akan menyesalinya bukan?