Chereads / The Gladiol / Chapter 129 - Deja Vu part 3

Chapter 129 - Deja Vu part 3

Brakkk!!

Suara truk yang menabrak itu sangat kencang dan kuat hingga menimbulkan tiang listrik itu condong hampir rubuh. Semua orang di jalanan yang menyaksikan tabrakan maut yang hampir menimpa seorang gadis di sana. Mereka berdatangan menghampiri Mark dan Amy, bersyukur bahwa keduanya baik baik saja.

Arvy Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mereka berlari sangat cepat, ia adalah bodyguard yang memiliki tingkat keamanan level A. Arvy dengan panik berlari menghampiri mereka.

"Kau tidak apa apa?" Mark membantu Amy duduk.

Namun Amy hanya diam dan menjawabnya, air mukanya nanar dan ketakutan. Tangan dan kakinya gemetaran. Kepalanya pusing. Entah kenapa ia seolah mengalami deja vu, seolah ia pernah mengalami ini sebelumnya.

"Aahh." Amy memegang kepalanya yang sakit.

"Amy!"

"Amy!"

Amy mendengar suara Mark dan Arvy yang bersahutan, berantakan di kepalanya, perlahan menipis dan bercampur seperti suara yang kecil dan samar. Ada ingatan ingatan samar di kepalanya.

"Amy! Awass mobil! Teriak Dio.

Sebuah mobil hendak menabraknya di jalan. Amy mendengar Dio berteriak. Mereka memakai baju seragam sekolah. Namun seseorang datang menyelamatkannya, menariknya persis seperti yang dilakukan Mark sekarang padanya. Merangkul tubuhnya dengan hangat dan membawanya ke tepian jalan.

Dia seorang pria yang asing. Menatapnya dan menatapnya, dengan kedua matanya yang indah namun menyeramkan secara bersamaan.

"Sayang sekali, kau tidak akan mengingatku setelah ini, Nak."

(cek bab 17)

"Ahhhh!" Amy merintih memegang kepalanya, sembari meringis kesakitan. "Siii…siapa itu? Apa itu tadi?! ingatan apa itu!"

Arvy berjongkok dan memegang kedua tangan Amy yang gemetaran hebat. Kesadaran gadis itu hampir hilang.

"Bertahanlah, Amy!" Arvy melihat kaki bagian lututnya yang berdarah. Ia membuka jaketnya dan memakaikannya untuk menutupi roknya yang pendek.

"Naikkan ke punggungku, Mark."

Mark mengangguk. Ia lalu memakaikan jaket Arvy dipinggang Amy lalu membantu mengangkat tubuhnya ke punggung Arvy. Arvy kemudian bergegas berlari membawanya ke mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Mark duduk di depan dan menyetir mobilnya, Arvy di belakang memeluk Amy yang pingsan.

"Kita ke rumah sakit Satria! Cepat!"

"Baik!"

***

Pyyaaarrr!

Sebuah papan pengumuman yang terbuat dari kaca di depan rumah sakit terjatuh karena dihantam angin dan pecah. Di rumah sakit cabang Satria, kota Dafarta, luar ibu kota, tempat Dio bekerja.

Pasien, perawat dan staf yang mendengarnya terkejut. Karena papan itu cukup besar. Staff kebun berlari menghampirinya. Dio yang kebetulan ada di lobi mendengarnya dan terkejut bahwa anginnya begitu kencang. Orang orang terkejut dan melihatnya dari balik dinding kaca. Di lobi dinding terbuat dari kaca, jadi jika berada di dalam, bisa melihat ke luar apa yang sedang terjadi. Dio mendekat ke dinding dan mendapati pecahan kacanya berserakan di mana mana bahkan melompat ke sudut sudut.

"Di mohon yang berada di dalam gedung jangan keluar dulu," satpam memberi peringatan melalui pengeras suara. "Pecahan kacanya menyebar kemana mana, berbahaya jika keluar."

Namun Dio tak mengindahkan, ia membuka pintu dan melangkah ke luar hingga kaca retak yang masih berada di atas jatuh dan menabrak pecahan kaca lainnya. Itu membuat pecahannya terlempar, dan tak sengaja mengenai pipi Dio hingga berdarah.

Suster yang tadi bersamanya panik karena Dio seenak jidat keluar dari gedung dan malah membuatnya terluka. Ia berlari keluar dan menarik Dio ke dalam.

"Apa yang kau lakukan Dr. Dio!"

Dio mematung dan menurut saja begitu ditarik. Ia seperti merasakan firasat buruk.

"Wajahmu terluka! Astaga! Bagaimana bisa kau melukai wajah tampanmu?" suster itu panik lalu berlari ke dalam untuk mengambil p3k. orang orang di sana juga panik dan Tidak habis pikir melihat dokter yang ceroboh sepertinya.

Ia merasakan ada hal yang tak beres.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" batin Dio.

***

Drrffftt drrfftt

"Kenapa anak ini Tidak mengangkat teleponnya sih?"

Alfa mondar mandir di apartemennya dari tadi. Ia melihat langitnya juga sudah Tidak hitam lagi, ya meskipun cuacanya masih dingin dan belum ada sinar matahari.

Alfa meneleponnya dan meneleponnya lagi, namun Tidak ada jawaban. Ia akhirnya melempar ponselnya ke kasur dan duduk di tepi ranjangnya sembari memegang tengkuk lehernya.

Tiba tiba ponselnya berbunyi, ia segera meraihnya dan menjawabnya.

"Amy!" panggilnya.

"Ini aku."

"Eh? Kak Arvy?"

"Amy ada di rumah sakit."

"APA?!"

***

Dr. Yohan keluar dari ruangan Amy. Arvy dan Mark berdiri dan menunggunya.

"Apa dia baik baik saja?" tanya Mark.

Yohan bertanya tanya siapa Mark. Arvy sadar ekspresi Yohan yang ingin tahu.

"Ah dia, dia kenalanku."

Mark manggut manggut.

"Tidak ada luka serius, luka di lututnya sudah aku plester. Dia baik baik saja, tubuhnya memang baik baik saja, tapi…" Yohan memiringkan kepalanya.

"Ada apa?" tanya Arvy khawatir.

"Sepertinya dia shock berat. Mungkin karena dia terlalu terkejut."

"Dia juga sempat berteriak kesakitan sambil memegang kepalanya. Apa dia sungguh baik baik saja?"

"Emmm aku Tidak yakin. Sepertinya Amy memiliki trauma pada kecelakaan lalu lintas. Tubuhnya baik baik saja, tapi dia tidak sadarkan diri cukup lama. Sepertinya ada yang mengganggu ingatannya."

"Trauma?" Mark memikirkan sesuatu.

"Terima kasih Dr. Yohan."

"Sama sama. Panggil aku kalau Amy sadar." Yohan meninggalkan keduanya dan berjalan ke arah yang berlawanan.

"Ah jadi dia yang namanya Yohan," kata Mark.

"Iya. Bisa dibilang dia dokter keluarga."

"Apa Amy akan baik baik saja? Dia membuatku sangat khawatir."

"Apa dia…" Arvy melirik Mark. "Membuatmu mengingat putrimu?"

Mark menoleh. Keduanya saling pandang. Mark tentu tak bisa menjawabnya.

"Tidak. Tentu saja tidak."

Keduanya berdiri dengan canggung.

***

"Amy! Awas mobil!"

Syaaaat

Seekor rubah berlari cepat ke arah Amy dan melewatinya begitu saja. Rubah berwarna keemasan dengan mata tajam menghadang mobil itu kemudian berlari menabrakkan diri hingga mobil tersebut oleng ke sisi jalan dan menabrak pohon. Rubah itu terlempar ke pepohonan dengan darah yang tercecer di jalan. Sesaat sebelum menghilang menjadi debu.

Seolah waktu berhenti. Udara berhenti, Dio mematung, daun-daun mengambang di udara dan asap dari depan mobil membeku. Seorang pria menghampiri Amy, menggendong tubuhnya yang pingsan terkapar di jalan ke tepian. Dio menggerakkan pupil matanya tanpa bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Ia menatap Amy dan pria asing itu.

Amy membuka matanya perlahan dan mendapati seorang pria dewasa menatapnya. Pria itu memiliki mata sipit yang tajam. Telapak tangan kanannya diletakkan di dahi Amy.

"Sayang sekali, kau tidak akan mengingatku setelah ini, Nak."

Sesaat kemudian ia berhembus seolah angin menyeretnya dalam diam.

Whuuushhh (cek bab 17)

"HAHH!"

Amy membuka matanya dengan panik.

Napasnya tersengal, dahinya berkeringat, kepalanya pusing dan sakit, seperti berputar putar. Ia memegang kepalanya sembari meringis kesakitan. Dia segera mengambil tasnya di meja samping dan mengeluarkan ponsel. Ia hendak menghubungi Alfa yang pasti sangat khawatir dengan keadaannya.

"AMY!" tiba tiba Alfa membuka pintu dan berdiri di sana.

Amy terkejut melihatnya sudah berada di sini.

"Mana yang sakit? Mana? Mana?"