Chereads / The Gladiol / Chapter 77 - Tak Terduga

Chapter 77 - Tak Terduga

"Pergilah sebelum aku mengejar dan membunuhmu. Jangan sampai kita bertemu lagi."

Rey melihat mata orang itu berubah merah, sama seperti dirinya ketika berubah. Namun entah mengapa Rey bergidik ngeri melihatnya, seolah kekuatannya berkali kali lipat darinya. Rey akhirnya tak mendapat jawaban tentang semua pertanyaan yang ia lontarkan, namun ia tak akan membuang kesempatan saat harus menyelamatkan nyawanya dari monster.

Setelah itu Rataka pun tak melihat Rey lagi.

"Anak itu memang menyebalkan, tapi menarik. Dia takut melihat lawan yang lebih kuat darinya tapi menyerang lawan yang lemah." gumam Rataka mengingat Rey. "Aku tidak penasaran lagi apa yang dia lakukan, asal tak mendekati keluarga Satria."

Ia berjalan ke dapur dan mengambil sebotol wine. Lalu duduk di meja pelanggan sembari minum. Diingatnya kembali mengenai Rowlett, bocah yang sebenarnya bernama Roni itu

"Si…siapa kau sebenarnya?" dengan sisa tenaga Rowlett berusaha mencari tahu siapa Rataka.

"Sudah kukatakan kan tadi. Aku seorang kidal. Katakan itu pada kakakmu, ah tidak. Maksudku katakan itu pada Ramon." (Bab 63)

"Bukan anak itu yang ingin membunuhku. Si Valen sialan itu… aiishhh dasar." Taka meminum alkoholnya.

Bagaimana anak yang tidak tahu siapa dirinya ingin membunuhnya. Valen itu ahli adu domba dia akan ikut kubu di mana ia dapat kekuatan yang lebih besar. Makanya Ramon tak membuatnya menjadi pilar karena sifatnya. Valen adalah pendamping pilar karena Rowlett masih muda, jadi yang menyuruh untuk membunuh Rataka adalah Valen, namun ia menggunakan nama pilar demi kepentingan pribadinya.

Mendadak Rataka juga mengingat si pilar nomor 2 yang disebut Alfa saat ia habis dipukuli.

"T…tuan? Apa itu kau, Tuan nomor 2?" tebak Alfa saat itu sesaat sebelum ia benar-benar pingsan dan koma. (bab 48)

"Rey, dia bukan sekutu sekte segitiga merah. Aku akan mengecualikannya, Valen hilang, Roni menjadi pilar bernama Rowlett, dan si nomor 2 adalah atasan Alfa.

***

"Loncatlah," perintah seseorang pada Valen malam itu di atap gedung apartemen yang kebetulan adalah tempat Arvy tinggal.

"Ka…kak. Kau serius menyuruhku seperti ini?"

"Kalau begitu temukan Rowlett dna bunuh dia."

Pria itu adalah pilar harimau nomor 2. ia memakai tudung yang menutupi wajahnya.

"Kakak aku mohon."

Hari itu hujan semakin deras. Karena itulah lingkungan tersebut sepi,

"Kalaupun ada suara, tidak akan ada manusia yang keluar rumah. Jadi lompatlah dengan aman. Dengan begitu kau akan tenang."

"Kakak! Kakak! Kenapa kau memperlakukan ku seperti ini?!" teriak Valen tak percaya setelah semua perbuatan kotor ia yang melakukannya tanpa ada satupun pilar yang membantunya dan hanya menyuruh nyuruh layaknya bidak.

"Jadi ini semua salahku?" Si nomor 2 mencekik dan mengangkat tubuh Valen ke udara. Ia melangkah dan mendekati pagar. "Kau membiarkan Rataka mengambil pilar yang harusnya kau jaga tapi sekarang kau bertanya apa salahmu?"

Si nomor 2 berbicara sangat pelan dan lembut namun menekan dan mematikan. Cekikan itu semakin kencang dan kaki Valen tak bisa berpijak di tanah. Ia kesulitan bernapas apalagi menjawab.

"Jadi demi dirimu sendiri kau harus mati. Kalau kau tidak mau, aku bisa membawamu ke Tuan Ramon."

"Ti…tidak….jangan ke…tu…an Ra…mon. Ukh." Valen tak bisa bernapas.

Sesaat kemudian, Pilar nomor 2 melepaskan cekikannya, dan dengan kecepatan kilatan mata Valen terjatuh. Pria itu tak melihat ke bawah ataupun memeriksanya, karena suasana kacau karena hujan. Ia pun tak mengira Valen akan tersangkut di balkon samping jendela kamar orang lain.

"Arghh!" Valen memegang kepalanya yang nyut nyutan. Setelah terkena mantra penghubung, ia dilempar dari atap gedung, pantas saja kekuatannya melemah. Dan itu butuh waktu yang cukup lama meskipun ia tak jadi mati.

"Kau benar benar loncat dari gedung? Mau bunuh diri?" tanya Arvy.

"Bukan urusanmu! Kau sendiri, mau kau apakan pria yang kau culik itu?"

"Bukan urusanmu!"

Tiba-tiba terdengar suara dari basemen, itu adalah Rey. Arvy berlari ke sana dan diikuti Valen yang penasaran.

"Arvy…selamatkan aku…" Rey menangis.

Arvy berjongkok. "Kau…sebenarnya apa yang terjadi? Kau mengganggu Gita dan setelah itu tak terdengar kabar lagi. Dulu aku dengar anak-anak menggunjingmu dan keluargamu yang katanya pindah ke luar negeri. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau ada di ibu kota?"

"Gara gara aku mengganggumu dan pacarmu waktu itu, aku dikejar seseorang." Rey mengatakannya dengan gemetaran, bibirnya pucat dan wajahnya ketakutan.

Arvy mengikatnya karena berjaga-jaga kalau dia berubah menjadi monster (manusia fyber) lagi. Ia menemukan Rey tergeletak di dekat halaman depan apartemen saat suhu. Sejak itu ia membawanya masuk dan memberinya makan. Ia terlihat sangat kelaparan dan bajunya compang camping, mirip orang gila yang tersesat.

"Aku akan membawamu ke rumah sakit tapi kau harus berjanji jangan berubah lagi jadi monster. Rey, kumohon sadarlah."

"Monster?" batin Valen.

Bukannya paham apa yang dikatakan Arvy, Rey malah ketakutan melihat orang asing berdiri di belakangnya, yaitu Valen. Ia berteriak teriak ketakutan dan meminta pertolongan dari Arvy seolah olah Valen akan menyerangnya.

"Bisakah kau keluar?" pinta Arvy pada Valen.

Valen berdehem dan ia menuruti permintaan Arvy.

"Apa mereka main drama?"

"Kau harus kembali ke keluargamu atau berobat ke rumah sakit."

"Tidak! Tidak! Di sana tidak aman! Orang itu akan memburuku! Aku akan mati!"

"Rey!"

Arvy memegang bahunya dan meneriakinya. Barulah Rey diam. Ia memang benci pada Rey, namun kondisinya membuatnya bersikap sebaliknya. Ia bingung apa yang harus dilakukannya. Sedang kejadian itu sudah bertahun tahun yang lalu. Bagaimana sejak saat itu ia menjadi seperti ini? Dan siapa sebenarnya yang Rey maksud akan membunuhnya? Siapa yang memburunya? Arvy pun terpaksa merawatnya dengan mengurungnya.

Ting tong! Ting tong!

Arvy menoleh. Ia terkejut setengah mati.

Sedang Rey masih menangis tersedu. Meskipun pelan, itu akan terdengar ke lantai atas. Ia panik dan bingung. Seseorang terus memencet bel.

"Kau ada tamu," kata Valen masuk lagi ke basemen. "Kau harus menenangkan pria itu gila itu."

Arvy panik.

Valen menggeleng melihat Arvy yang tak melakukan apa-apa dan malah melamun. Ia maju dan mengangkat tangannya ke udara.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Tuba tiba

Buagh!

Dengan satu pukulan dari Valen, Rey pun pingsan. Arvy menoleh dan menatapnya tidak percaya.

"Aman kan sekarang?"

"Kau…"

"Keluarlah. Aku akan di sini."

Arvy tak bisa mempercayainya namun juga tak bisa lari dari situasi ini.

"Bagaimana aku bisa percaya padamu?"

"Oi! Kau pikir aku melakukan ini untuk membantumu? Aku melakukannya untuk diriku sendiri dasar bodoh. Cepat keluar kalau kau tidak mau membuat keributan. Aku akan mengawasi bocah ini. Lagipula tidak ada untungnya aku menemui temanmu."

Arvy bangkit dan memeriksa Rey sekali lagi. Ia benar benar tidak sadarkan diri.

"Baiklah. Aku akan keluar."

Arvy keluar lalu menaiki tangga menuju atas. Ia sengaja tak mengunci basemennya.

Ia melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Kak Arvy, kenapa lama sekali?"

"Dio?"