Chereads / The Gladiol / Chapter 67 - Orang Biasa

Chapter 67 - Orang Biasa

Brak!

Tiba-tiba terdengar suara jendela terbuka di atas.

Arvy keluar setelah memastikan Rey pingsan. Ia naik ke atas dan kembali mengunci basement.

Namun ia terkejut melihat jendela seukuran tubuh terbuka dengan angin yang sangat kencang hingga tirai beterbangan. Padahal kamarnya berada di lantai yang tinggi. Siapa yang membukanya dari luar? Tidak mungkin ia terbang dan sengaja berhenti di kamarnya kan?

"Apa yang sebenarnya terjadi sih?" Arvy melangkah mendekati jendela, angin sangat kencang dan mengibaskan rambut dan kaus tipisnya. Ia melihat seseorang tergeletak di luar jendela.

Arvy terkejut dan memutuskan keluar dari pintu menuju balkon samping apartemennya sempit yang dibatasi pagar. Ia mendekati pria yang pingsan itu. Ada tanda yang sama dengan Rey di telapak tangannya.

"Apa dia juga monster seperti Rey?" batin Arvy.

"Haruskah aku menempelkan tanganku di dahinya?"

Dengan rasa penasaran yang tinggi Arvy pun mencobanya, dan semua ingatan tentang Ramon, pilar, Rowlett, Rataka ada di sana. Semua orang-orang yang tidak ia kenal dan memiliki kekuatan aneh di luar nalar manusia biasa. Namun yang mengejutkan ia melihat Amy dan Alfa ada di ingatan itu.

"Arkgh!" Arvy kaget, ia hampir limbung. "Siapa orang ini? Kenapa dia mengenal Amy dan Alfa? Apa dia yang menyebabkan Alfa koma?"

Arvy menyeret tubuhnya ke dalam apartemen, lalu menguncinya di basement yang sama dengan Rey.

"Sekarang aku menculik dua monster, ah sial!" Arvy mengacak rambutnya. "Aku akan jadi buronan kalau begini. Tapi orang ini… dia tahu Amy dan Alfa. Aku harus mengurungnya."

Arvy mengikat Valen dengan tali. Ia merasakan keduanya masih hidup meskipun denyut nadi keduanya lemah. Ia lalu keluar dan mengunci basemen seolah tak terjadi apapun.

Drrrrttt drrrrtt….

Suara dering ponsel mengagetkannya. Arvy menuju ruang tengah dan melihat ponselnya tergeletak di meja kecil samping ruang menuju basemen. Tertera nama Dio di sana. Arvy mengangkatnya

"Ada apa, Dio? Tanya Arvy.

"Alfa sudah siuman, Kak."

"Apa yang sebenarnya terjadi?" batin Arvy makin curiga dengan keadaan yang aneh, meskipun ia lega Alfa akhirnya bangun dari komanya.

"Baiklah, terima kasih sudah memberitahuku. Bagaimana keadaannya? Adikmu juga bagaimana keadaannya?'

"Kami semua baik-baik saja. Alfa dibawa ke ruang inap. Aku menunggu di depan, sedang Amy di kamar mandi."

"Aku akan ke sana. Kau belum makan kan? Nanti kubelikan sesuatu agar kalian makan. Aku khawatir dengan kalian berdua."

"Terima kasih, Kak."

Alfa menutup ponselnya. Ia menyimpan ponselnya di saku celana, dan meletakkan kunci basemen di laci meja kecil itu.

Sementara itu Dio duduk dan menghela napas sembari menyandarkan kepalanya di kursi tunggu. Sedang, suster tengah memeriksa Alfa di ruangannya. Setelah merapikan infus dan peralatan untuk perawatan lanjutan, dua suster keluar dari ruangan itu. Sedang Amy yang berada di kamar mandi, ia menatap dirinya sendiri di depan kaca di dalam. Ia menepuk pipinya dan meyakinkan dirinya ini bukan mimpi bahwa Alfa baik-baik saja sekarang.

"Kau sudah bertahan selama ini," kata Amy sembari melihat satu serat fyber tipis menari-nari di pipinya, lalu berenang ke dahi dan matanya. Kini serta itu pudar perlahan.

"Aku tidak tahu ada apa dengan jiwa-jiwa yang merintih di dalam tubuhku. Tapi mereka takkan membuatku kesakitan, karena Alfa telah kembali padaku."

Amy menatap tajam mata pada pantulan dirinya di cermin. Seolah dua orang yang berbeda.

"Alfa…aku tidak peduli apa yang telah terjadi padamu. Fyber-fyber, kutukan mantra ilusi, ataupun masa lalumu yang tak kuketahui. Aku akan menahannya, aku akan menyimpan semua keingintahuan ini."

"Sepertinya kau mulai hidup normal. Kau sudah dibutakan cinta sekarang? Kau tahu, Amy? Semakin kau ingin melindungi seseorang, dirimulah yang akan semakin lemah. Alfa…akan jadi beban untukmu setelah ini," ujar pantulan dirinya di cermin, salah satu fyber pemberontak di dalam jiwanya. Dia adalah fyber yang sama dengan yang menggoda Arvy saat ia mabuk.

"Kalau begitu kau akan semakin berguna," balas Amy. "Kalau aku melemah bukankah kalian bisa lenyap. Dasar bodoh! Harusnya kau lebih kuat lagi, sialan! Lebih kuat! Lebih kuat! Lebih kuat sampai aku menjadi indigo paling kuat yang bisa mengalahkan orang yang membuat Alfa jadi seperti ini!" teriak Amy seperti berubah menjadi orang yang berbeda.

Pantulan dirinya di cermin terkejut melihat reaksi psikopat Amy. Sedetik kemudian ia menertawainya.

"Ah sepertinya aku salah terka. Bukan lebih lemah. Sepertinya kau akan lebih brutal kali ini. Bukan begitu kan, anak panti asuhan yang memusnahkan Marina, Amanda?"

"Kau tahu bukan aku yang membunuhnya," sahut Amy datar.

"Tapi kau pemicunya. Kau menyimpan bom waktu. Kau tidak tahu betapa semua indigo di dunia ini menginginkanmu, kan? Kau psikopat brutal, seorang gadis indigo dan fyber penghancur di tubuhnya. Aku adalah kau, kau adalah aku."

Pantulan di cermin itu tersenyum tipis puas setelah menyudutkan Amy.

"Kau tahu apa perbedaan kita?" tanya Amy.

Fyber itu menatapnya tajam.

"Aku adalah intinya, dan kau adalah budakku. Peran kita tidak akan tertukar. Kau paham fyber, sialan." Amy tertawa pelan dengan penuh kepuasan.

"Sialan! Sialan kau br*ngsek!"

Pantulan itu menghilang. Amy kembali pada dirinya. Ia mencuci wajahnya yang kusut dan menghapus sisa air dengan tisu. Kemudian dirinya keluar dari kamar mandi dengan menghela napas;

***

"Sepertinya kau memang hobi membuat orang susah, ya?" kata Rataka pada Alfa yang terbaring di ranjang baru. "Setelah semuanya kau malah enak-enakan tidur, dasar anak menyusahkan."

Rataka menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sembari memicingkan mata sebal ke arah Alfa yang tertidur.

"Aishhh bocah sialan ini."

Alfa tiba-tiba membuka mata perlahan.

"Kukira aku akan melihat Amanda, ternyata kau." Alfa tersenyum.

"Ha? Kau…." Rataka mengangkat tangannya membuat gerakan seolah akan memukulnya, namun ia urungkan setelah melihat senyum melegakan dari Alfa. "Kau kecewa karena melihatku untuk pertama kali setelah tidur panjang? Dasar sialan!"

Alfa tersenyum lebar. Ia tahu itu lelucon.

"Terima kasih."

"Kau menjadi manusia normal sekarang."

"Aku tahu."

"Kau tidak akan berguna lagi jika terus melakukan pekerjaan ghost hunter bersama Amy."

"Aku juga tahu itu." Alfa menghela napas. "Aku mungkin akan menjadi beban setelah ini. Tapi aku tetap berterima kasih padamu karena menyelamatkanku. Kupikir aku sudah mati."

"Jadi, apa rencanamu setelah ini?"

"Aku akan memikirkannya nanti. Aku juga tidak akan penasaran lagi."

"Penasaran? Padaku maksudmu?"

"Em."

"Ah bagaimana, ya? Kau menyebalkan sih!" Rataka memasukkan tangannya ke saku celana dan berlagak malas.

"Bukankah kau mengawasiku sejak kejadian di ruang UKS saat itu? Sekarang kau pura-pura lupa siapa aku, cih."

"Baru sadar sudah mengoceh. Kenapa? Kau sangat ingin tahu siapa aku?"