"Maya?!"
"Kau mengenalnya?"
"Kau dengar Cherry hilang di taman bermain kemarin-kemarin?"
Mary mengangguk.
"Kami semua mencarinya dan tidak sengaja terlibat dengan gadis ini dan teman-temannya."
"Apa?" Mary kaget. "Pantas saja Dean seperti mengetahui sesuatu."
"Forenzo..." Sano membaca formulir itu. "Nama belakang mereka sama. Richy Forenzo."
"Kenapa kau menyebut namanya lantang begitu?" Mary merasa ngeri.
"Dean, apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?" batin Sano.
Flashback.
"Kau serius akan melakukannya?"
Richy mengangguk.
"Apa rencanamu?"
"Aku akan masuk jadi anggota. Lalu jadi member di house utama. Aku akan jadi pion mereka tepat di bawahnya."
"Terlalu bahaya, Rick."
"Aku harus menyelidiki tentang gadis itu! Raya bukan gadis biasa. Dia tahu cara menembak, dia juga menggunakan pisau dengan sangat baik. Citranya sangat sempurna. Semua orang memujinya. Makin membuatku curiga. Apa kau yakin gadis yang akan jadi tunangan Elias itu adalah gadis biasa?"
"Aku juga tidak percaya, tapi..."
"Kalau begitu jangan bilang pada yang lain. Aku akan menyusup sendirian."
"Aku tidak bisa membiarkanmu dalam bahaya!"
"Kalau aku kenapa-kenapa, kau harusnya yang paling tahu, Sano."
"Apa?"
"Kau harus jadi action recording-ku."
Sano menghela napas. Tidak ada yang bisa menghentikan Richy jika dia sudah bertindak. Richy adalah partner Sano dahulunya. Dan Dean adalah partner Elias. Richy berlatih boxing, karakter, silat serta bela diri lainnya. Ia bisa menggunakan pisau dengan baik dan juga ahli menembak. Selain itu IQ nya di atas rata-rata, dia sangat cerdik dan sering membuat strategi pertahanan.
"Aku percaya padamu. Tapi jika kau dalam bahaya, aku akan mengerahkan semua anggota kita."
"Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Richy menepuk pundak Sano sembari tersenyum, namun itu membuatnya makin khawatir.
Flashback end
Sano segera kembali ke house utama dan menemui Dean. Namun pria itu tidak ada di sana, ia berada di kantor.
Drffttr drrfft
Ponsel Dean berbunyi. Ia masih berada di balkon bersama Elias.
"Haruskah kita kembali?" usul Elias yang melihat Dean mendapat telepon.
"Sano meneleponku. Kau kembali saja dulu."
Elias lalu turun meninggalkan Dean di balkon.
"Ada apa?"
"Dean, kau dimana?"
"Di kantor."
"Kenapa kau mencarinya? Apa karena gadis bernama Maya?"
"Apa?" Dean terkejut Sano mengetahuinya.
"Aku mendengarnya dari Mary."
Keduanya bertemu di rumah utama. Mereka berbicara di ruangan kerja Dean.
"Aku akan membantumu tanpa sepengetahuan Elias dan yang lain," kata Sano.
"Aku pasti akan menangkapnya. Dia sudah keluar dari penjara tahun lalu."
"Apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?"
"Sano!" teriak Dean. "Aku harus menjadikannya umpan untuk menarik pembunuh itu keluar. Jika dia memang terbukti menyembunyikan kakaknya, aku tidak ada pilihan lain."
"Makanya aku tanya, apa yang akan kau lakukan? Menculiknya? Membunuhnya? Atau apa?!"
Dean diam.
"Jika melakukannya kita tidak ada bedanya dengan Black Bird. Kenapa selalu mengorbankan gadis yang tidak bersalah? Apa kita sepengecut itu?"
"Aku tidak bilang akan membunuhnya."
"Sama saja. Jika kau berencana menculiknya, aku tidak setuju. Tapi jika kau ingin memburu Richy, aku ikut. Gadis bernama Maya itu, lupakan dia. Anggap tidak pernah ada. Aku tidak mau ada korban lagi."
Dean terdiam. Keduanya saling diam sesaat. Hingga Dean berdiri dan memberi perintah.
"Pindahkan Zen, Ian dan Onyx ke asrama."
"Kenapa sampai seperti itu?"
"Aku tidak mau kehilangan anggota keluarga lagi, San."
"Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Dean?"
Beberapa hari kemudian, Sano mengantar Zen ke asrama, lalu mengantar Ian dan Onyx.
"Aku tidak percaya kita tinggal di asrama. Apa mereka benar-benar mengusir kita?" protes Ian sembari menatap sekeliling kamarnya yang sempit.
"Aku di bawah," Onyx melempar tasnya di ranjang bagian bawah sedang Ian melompat naik ke ranjang atas.
"Oi, apa kau tidak mencium ada yang aneh di rumah?"
"Lalu apa yang bisa kita lakukan? Kau dan Zen cuma bisa mengacau."
"Terus kau? Kau diam saja saat mendengar Sano mengatakan kita harus ke asrama."
Onyx melihat keluar jendela.
"Aku ingin mencobanya."
"Ha? Mencoba apa?"
"Mencoba tinggal dengan gadis-gadis," kata Onyx sembari menelan ludah dengan susah payah.
Ian turun dan melihat arah pandangan Onyx. Ia juga ikut mematung. Mereka melihat ke gedung lain, gadis-gadis sedang menjemur pakaian di lantai atap. Gedung asrama laki-laki dan perempuan berseberangan agak jauh.
"Aku ingin tinggal di asrama selamanya," Ian seolah akan meneteskan air liur.
Flashback
"Dia kerabat jauh dari keluarga Abraham, namanya Raya," kata Gabriel sembari menggandengnya ke tengah. "Dia akan jadi tunangan Elias."
Gabriel menyampaikan di depan seluruh anggota Sky Lynx. Namun Elias hanya menatap gadis itu datar. Ia tahu itu hanya untuk bisnis ayahnya. Jadi dia tidak excited sama sekali.
"Terima kasih semuanya sudah menyambutku. Aku akan menjadi calon tunangan Tuan Muda Elias dengan baik." Raya tersenyum lebar dan ramah.
Dengan cepat, Raya akrab dengan Zen yang masih kecil, juga Ian dan Onyx yang masih SMP. Ia sangat ramah dan pandai memasak. Saat anggota lain sakit, dia merawatnya dengan baik dan penyayang. Mulai dari menyiapkan makanan, menyiapkan air hangat. semuanya merasa senang dengan kedatangan Raya yang sempurna bak tuan putri. Suaranya lembut dan tingkah lakunya baik, juga tidak pernah meninggikan suaranya kepada orang lain apalagi marah. Saat Zen memecahkan gelas, dengan lembut Raya mengelus puncak kepalanya dan tersenyum padanya. Lalu memberinya gelas susu yang baru. Ia memiliki citra sebagai seorang istri yang diimpikan semua orang.
Bahakan Elias pun jatuh cinta padanya dengan perlahan, melalui perlakuan-perlakuan kecil seperti menyeka keringatnya, menyiapkan makan malam, mengusap bajunya saat tertumpah makanan, menemaninya latihan di gym dan latihan menembak. Semua kegiatan Elias di kawal oleh Raya. Elias masih muda dan perasaannya berdebar seiring dengan Raya yang melayaninya dengan baik.
Dean menghabiskan waktunya di kantor sejak masih muda, berbeda dengan Elias yang saat itu masih fokus pada kuliah kedokterannya. Dean tidak terlalu sering bertegur sapa dengan Raya. Sano juga merasa Raya bisa diandalkan, apalagi di house utama tidak ada perempuan. Namun hanya Richy yang menaruh kecurigaan, ia memperhatikan Raya saat memasak, keahlian tangannya saat memegang pisau, cukup mencurigakan. Saat tersenyum, saat bertutur kata, semuanya ia perhatikan, ia merasa Raya terlalu sempurna, seolah-olah robot yang memang di setting untuk menjadi princess. Ia menyelidikinya namun berakhir tidak mendapatkan apapun. Karena itu, cuma ada satu yang ia curigai, yaitu Black Bird.
Saat hari pertunangan tiba, Richy menghadirinya sebentar. Sedang Dean sibuk berbicara dengan tamu undangan dari mitra perusahaan. Mereka lalu berfoto bersama saat acara resepsi berakhir. Itu adalah foto yang sama yang dimiliki Richy, yang ditemukan Maya di boks-nya.
Malam harinya setelah cara pertunangan berakhir, Elias dan Raya berada di kamar.
"Kau benar-benar membuatku tenggelam," Elias menatap Raya dengan penuh perhatian.
"Tenggelam?"
Elias mengangguk.
"Kenapa? Apa karena aku cantik?"
Elias tersenyum. Ia memegang pipi Raya dengan lembut.
"Maaf karena aku pernah mencurigaimu."
Raya tertegun mendengarnya. Ia berusaha mengendalikan ekspresinya. Ia lalu melingkarkan lengannya di leher Elias. Keduanya bertatapan mesra.
"Aku akan selalu bersamamu. Kau akan jadi dokter yang hebat suatu hari nanti, Elias."
"Raya...." Elias tenggelam dalam pesonanya. Ia mendekat dan mengecup bibirnya. Keduanya berpelukan erat.
Tanpa Elias sadari, Raya mengeluarkan belati dari balik gaunnya. Ia mengangkatnya dan bersiap menusuk punggungnya. Namun ia melihat pantulannya di cermin, tangannya menjadi kaku. Ia melihat dirinya dipenuhi dengan topeng. Wajah menjijikkan yang ingin ia buang. Raya tak kuasa melakukannya. Ia benar-benar tenggelam dalam cinta pria yang harus dibunuhnya.
Flashback end