Chereads / For a Youth / Chapter 113 - Situasi Aneh

Chapter 113 - Situasi Aneh

"Maya, siapa nama belakangmu?" tanya Dean.

"Eh?" Maya terkejut tiba-tiba ada yang tanya itu, di depan banyak orang seperti ini.

"Sayang, apa kau kenal dia?" Cherry memanyunkan bibir.

"Anak muda memang memiliki gairah yang menakutkan, ya," bisik Nina melihat Cherry yang terang-terangan menunjukkan cinta pada Dean.

"Anak zaman sekarang memang seperti itu," sahut Andra.

"Sepertinya pertemuan ini jadi suasana baru. Bukan begitu?" Nina tersenyum.

"Menurutmu begitu?"

Nina mengangguk.

"Nama belakang saya? Ada apa memangnya?" Maya balik tanya.

"Tidak hanya saja..."

"Apa itu penting?" sela Nico tiba-tiba.

"Sepertinya anda bertanya hal yang diluar konteks." sambung Tian.

Mereka semua terkejut melihat dua pria yang duduk di samping Maya melototi Dean dengan mata yang berapi.

Sano tersenyum dan berbisik.

"Sepertinya mereka ajudannya gadis itu. Kau kalah, Dean."

"Mohon maaf saya tidak bisa memberitahunya pada orang yang baru saya kenal," tegas Maya.

Nico dan Tian nampak terkesima.

"Apa kau punya kakak?"

"Bukankah anda terlalu banyak tanya? urusannya kan sudah selesai." Tian hampir emosi begitu juga Nico.

Dean melirik Tian, begitu juga Nico yang memberi tatapan tajam padanya.

"Ah maaf, aku hanya penasaran." Dean berakhir tersenyum ramah.

"Tidak ada. Saya tidak punya kakak. Saya anak tunggal." jawab Maya dengan tegas.

Tian dan Nico menoleh kaget.

"Kau tidak perlu memberi tahunya, May." kata Nico.

"Sepertinya anda sangat penasaran," Maya menatap Dean.

"Apakah terlihat seperti itu?" Dean membalas tatapannya.

Anggota Sky Lynx, keluarga Andra dan Roy, melihat keduanya terlihat seperti punya dendam pribadi.

"Apa kalian saling kenal?" tanya Elias.

"Tidak!" jawab Dean dan Maya bersamaan.

"Bukannya malah tambah mencurigakan ya kalian ini," tambah Onyx.

"Apa ini? Kau selingkuh?"

Dean meliriknya dan menatapnya seolah mengatakan bahwa bukan itu maksudnya.

"Om Roy!" panggil Zen tiba-tiba.

Semua orang tertegun, anggota Sky Lynx menatap zen yang tiba tiba memanggil Roy. Yang lain terlihat cemas, terutama Sano. Ia membisik dan meminta Zen untuk jangan bicara apapun.

"Iya, ada apa?" Roy menanggapi dengan ramah.

"Bolehkah aku...."

semua anggota Sky Lynx panik, yang lainnya penasaran.

"....mengambil biskuit yang ada di depanmu, hehe."

"ASTAGA!" teriak semua orang dalam hati. Mereka bernapas lega.

"Woi kau jangan bikin panik aja lah!" teriak Ian dalam batinnya.

"Bikin orang serangan jantung aja nih anak," batin Sano.

"Kenapa juga kau ajak dia kesini sih, Elias!" Onyx melotot ke Elias.

"Apa ini salahku? jangan melotot kau sialan!" balas Elias dalam hati seolah mereka bercakap-cakap.

"Ah tentu saja, Dik Zen." Roy dengan senyum lebar dan hangat memberikan piring biskuit itu pada Zen.

"Tadinya aku ingin ngopi berdua dengan anda, Tapi keadaannya malah begini, hehe" Andra tertawa garing.

"Maafkan saya. Aku juga senang bertemu anda." Andra dan Roy bersalaman khas pria dewasa.

"Anda tidak perlu minta maaf. Bukan maksudku menyalahkan anda."

"Tidak apa-apa. memang salah saya." Roy menoleh ke viola dan mengelus kepalanya. "Ayo minta maaf, terutama sama Kak Maya."

Tapi Viola malah makin cemberut.

"Maaf, Apa anda seorang dokter?" tanya Elias.

Roy menoleh ke belakang dan melihat jas dokter yang tersampir di kursinya. "Ya, saya seorang dokter."

"Kebetulan sekali, dia juga dokter, Om," sahut Zen.

"Benarkah?"

"Zen!" bisik Sano pelan. Ia menaruh jari telunjuk di bibir. "Sudah jangan bicara lagi kau bocah!"

"Cih!" tapi Zen malah membuang muka.

"Jadi anda juga dokter, ya," kata Roy pada Elias. untuk mengurangi kecanggungan yang makin menjadi.

"Iya, saya dokter pribadi, nama saya Elias."

"Saya bukan dokter umum, saya psikiater."

"EH?" Onyx, Ian, kara dan Zen terkejut.

"Baru kali ini aku melihat psikiater sungguhan," timpal Ian.

"Anda keren sekali..." sambung Kara.

"Ah tidak-tidak," Roy tersenyum ramah.

"Teus saja tersenyum menjengkelkan seperti itu pada semua orang, dasar badut!" umpat Viola pada kakaknya sendiri.

Semua orang terkejut.

"Viola!" Roy menggertakkan giginya.

Keadaan jadi makin canggung. Roy meminta maaf karena adiknya yang kurang sopan.

"Anda pasti kesulitan," kata Nina. "Dik Viola, jangan begitu pada kakakmu."

"Bukankah kalian harus kembali ke sekolah?" Dean memecahkan suasana. Ia menyuruh Ian, Onyx, Zen kembali. "Ah ya, aku lupa bertanya tentang anak manis ini." Dean melihat Kara.

"Dia? Manis? Apa kau buta?" teriak Ian. Kini suasana kembali canggung lagi.

"Ah maafkan adik saya yang kurang sopan," kini ganti Elias yang minta maaf.

"Astaga, anak-anak zaman sekarang memang begitu ya," kata Andra.

Situasi kembali canggung.

"Na...nama saya Kara.," Kara tiba-tiba memperkenalkan diri untuk mengurangi situasi canggung.

"Kara?" Dean dan Sano bertanya-tanya.

"Saya teman sekelas Onyx dan Ian. Kami tidak sengaja bertemu di sini tadi, haha, iya kan?" Kara mencubit tangan Onyx.

"Iya, iya, benar," jawab Onyx dengan setengah hati.

Ian memutar bola matanya malas.

Sano lalu berbisik di telinga Dean.

"Kita harus segera akhiri perbincangan ini, Dean. Ketua akan mencari jika kita tidak ada di markas."

Manajer resto itu datang dan mengira mereka keluarga besar. Ia bahkan terpana karena berisi pria pria tampan dan gadis gadis cantik.

"Aku tidak sadar ada keluarga besar di sini. Kalian akan mendapatkan hidangan spesial jika membawa keluarga besar lebih dari 10 orang, it's valentine day!"

Mereka semua tersenyum namun canggung dan tidak tahu harus bagaimana. Jika mengatakan tidak pasti membuat manajer itu kecewa.

"Kita bukan keluarga," ucap Cherry dengan enteng.

"Apa?" Manajer itu tampak kaget.

"Apa kau harus berkata begitu?" Elias menggeleng.

"Terima kasih atas hidangan spesialnya," Andra berdiri dan mengangguk sopan pada Manajer.

"Sepertinya dia bisa diandalkan," batin Dean.

Setelah itu Andra mengikuti manajer dan membicarakan mengenai reservasi keluarga dadakan di sana. Setelah beberapa saat ia kembali dan beberapa pelana datang membawakan camilan.

Maya, Nico, Tian, Zen, Ian, Onyx, Viola dan Kara nampak senang melihat ada banyak makanan di meja.

"Apa yang anda katakan pada manajer?" tanya Roy.

"Maaf semuanya, dia sudah terlanjur mengira kita keluarga. Jadi saya membuat reservasi untuk free table. Mereka memberi kita hidangan camilan biasa, bukan makanan yang berat."

Dean lalu berdiri dan membenahi kancing.

"Ah anda tidak perlu melakukannya. Aku akan mengganti semuanya."

"Tidak perlu. Saya akan merasa keberatan jika anda melakukannya. Maya sudah seperti adik bagi saya."

"Baiklah. Kalau begitu terima kasih." Dean kembali duduk perlahan

"Aku tidak suka disini, aku mau pergi!" Viola tiba-tiba berdiri dan hendak lari dari sana.

"Viola duduk sini dulu," pinta Roy.

"Viola!" panggil Maya. "Dengarkan kakakmu dulu."

Namun seorang badut mendekati Viola dan memberinya beberapa kupon naik wahana gratis.

"Apa ini? Kupon gratis?"

Semua orang menatap Viola.

Viola kemudian menjentikkan jarinya. Ia menoleh ke arah Maya dengan tatapan nakal. "Ayo kita naik wahana, May. Mumpung sudah di sini."

"Viola!" teriak Roy.

Maya berdiri. "Tidak apa-apa. Aku akan menemaninya, Kak Roy."

"Apa?" Tian teriak kaget.

"Apa kau sungguh mau ikut, May?" timpal Nico.

"Kenapa? Sepertinya menyenangkan."

"Masih ada tiga kupon lagi."

"Bolehkah aku ikut?" Kara tiba-tiba excited.

"Oi Kara! Kenapa kau ikut-ikutan?"