Chereads / Mysterious Sun / Chapter 4 - Tatapan di Koridor

Chapter 4 - Tatapan di Koridor

Suara telepon masuk sedari tadi membuat cowo yang sedang tertidur merasa kesal karena deringan itu. Ia men-off kan ponselnya. Cowo itu tetap bangun dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi. Selesai mandi ia langsung mencari baju sekolah.

L A Surya - bed nama di seragam sekolahnya. Ia merapikan pakaian. Lalu memperhatikan penampilannya sesaat di kaca. Ia pun langsung pergi membawa tas dan jaketnya. Surya menyalakan motornya dan pergi dari rumahnya.

Surya seorang cowo SMA yang sudah memiliki rumah pribadi. Memang dirinya yang menginginkan rumah sendiri dan rumah itu hasil dari pendapatannya sendiri. Orang tuanya tentu mengizinkan dirinya tapi dengan syarat pulang ke rumah seminggu tiga kali.

"Woy Arshaka."

Surya yang sudah berada di koridor sekolah sudah tidak asing dengan teriakan temannya itu.

Emilio Arven - teman Surya dari SD-SMA satu sekolah, dirinya tau siapa sebenarnya Surya. Tinggi dan ketampanan tidak bisa di duakan, tentu saja Surya lebih tampan. Memiliki sifat yang tidak bisa diam.

"Tugas Bu gendut sejarah, udah belum lo?"

Surya diam memikirkan apakah ada tugas atau tidak. Ia menggeleng karena menurutnya emang tidak ada tugas.

"Ada, belum kan lo, gue udah dapet contekan dari anak cewe," ucap Arven menunjukkan buku hasil contekannya.

"Buruan, kita kerjain," ucap Arven.

"Gue gak mau disuruh ke kelas sebelah buat ngapalin siapa aja istri presiden pertama," ucap Arven ngasal.

"Lo mau gak?!" Arven menonjok Surya.

Arven mendorong tubuh Surya supaya ikut dirinya untuk mengerjakan tugas itu. Awalnya Surya malas tapi ia tetap saja ikut karena dorongan Arven yang membuatnya kesal. Mereka berlari menuju kantin lalu duduk mengerjakan tugas itu.

"Buruan tuan Surya, karena waktu kita tidak banyak, tuan," ucap Arven mulai mencatat di bukunya.

"Buset emang anak cewe kalo nulis kaya mau pidato, wtf" ucap Arven.

Mereka menulis dengan cepat. Sesekali Arven terus mengoceh tidak jelas membuat Surya ingin menabok muka temannya itu.

"Lo nomor berapa?" tanya Arven.

"Empat," ucap Surya.

"Kok gue baru no dua, lo gimana bisa cepet."

"Tulis yang penting," ucap Surya.

"Kenapa lo gak bilang ke gue, cape sekali saya ini," ucap Arven menatap jengkel ke Surya karena tidak bilang-bilang.

Tangan yang cepat dan mata yang tak luput melihat dua sisi. Satu melihat contekan, satu melihat ke buku. Surya tidak grusukan seperti Arven di depannya itu.

"Parah, sisa tiga menit lagi masuk," ucap Arven melihat jamnya.

Surya memasukkan bukunya di tas lalu beranjak berdiri.

"Udah selesai lo?" tanya Arven.

Surya mengangguk.

"Gila gak nungguin gue, tungguin gue ke kelas," ucap Arven.

Surya tidak peduli ucapan Arven ia memilih pergi daripada menunggu dirinya.

"Temen luknat, tunggu buset, astaga gue udah baik banget sama itu orang malah gue ditinggalin," ucap Arven tak terima.

"Terjadi peperangan karena masalah ~ ah sudahlah bodo amat tulisan gue kaya cacing di perut yang penting gue nulis," ucap Arven.

Arven buru-buru memasuki bukunya dan berlari mengejar Surya.

"Tau gitu gak mau gue contekin," teriak Arven.

Surya mengangkat tangannya aba-aba dadah untuk Arven di belakangnya. Membuat Arven makin naik darah.

° ° ° °

"Karena hari ini materinya basket, bapak sudah ajarkan minggu lalu tekniknya, silakan kalian mencoba terlebih dahulu selama lima belas menit lalu akan bapak tes satu persatu, mengerti!"

"Siap pak!" seru mereka.

Kelas XI IPA 3 - kelas Feliza Alycesa sedang mengikuti pelajaran penjaskes, terik matahari di jam 10:54 WIB membuat para perempuan minggir duduk di bawah pepohonan, yang laki-laki mencoba teknik bola basket sebelum dicoba nanti.

"Woy cewe-cewe buruan coba!" teriak salah satu cowo sekelas.

semua cewe-cewe diam.

"Biasalah takut panas," sahut cowo lainnya.

Cesa berjalan menjauh dari area lapangan, ia menuju washtapel di sana lalu menyiram wajahnya, setelah ia mengelapnya dengan tisu yang tersedia khusus dari sekolah, ia melangkah pergi.

Tampaknya penilaian belum dimulai, Cesa juga malas untuk kembali ke sana, ia menyusuri koridor seperti ingin melangkah ke kelas.

"Sial lah, kenapa si guru itu nyuruh bawain ini, kan bisa suruh yang laki," gerutu seseorang di sana.

"Tau tu, tau gitu tadi gue gak nengok pas bapak itu manggil," ucap temannya.

Cesa duduk di bangku panjang koridor, meluruskan kakinya dan memegang lututnya.

"Cewe nerd!? wah beneran lo ya?"

Dua orang cewe itu mendekati Cesa, lalu meletakkan buku-buku itu di samping Cesa.

"Wah kebetulan ketemu, karena gue ada tugas lu gantiin kita berdua anterin buku ini ke kelas XII IPA 2."

Nesly Jergoe dan Hana Nazz - mereka dua orang salah satu dari sekumpulan Nextsix di sekolah ini yang selalu mengganggunya.

"Kenapa harus aku?" tanya Cesa.

"Ya kan gue ada tugas, jadi lo gantiin dulu okey. Cuma ke kelas XII IPA 2 kok, masa lo gak mau sih," ucap Nesly.

Hana menempelkan tangannya ke wajah Cesa lalu menggerakkan seperti menggebuk tapi pelan berulang kali.

"Kan cuma gantiin, baby," ucap Hana.

Lalu mereka pergi meninggalkan Cesa tanpa sepatah kata pun. Menyebalkan.

Cesa melihat sebanyak dua puluh buku cetak di sampingnya, mau tidak mau ia harus membawakan buku ini ke kelas XII IPA 2, kalau ia tinggalkan akan terkena masalah besar bila guru tau juga. Cesa menyeimbangkan buku-buku itu di pangkuan tangannya lalu melangkah dengan pelan-pelan.

"XII IPA 2? berarti kelasnya di atas," gumamnya.

Ia terus berusaha pelan-pelan berjalan bahkan menaiki tangga, hingga sampai di kelas XII IPA 2 tampak kelas itu kosong, ia masuk lalu menaruh buku-buku itu di meja depan, Cesa meninggalkan kelas itu.

Cesa menghentikan langkahnya, melihat di sebrang sana seseorang yang tampak tidak asing yang sedang bertelepon.

Tiga menit kemudian..

Cesa masih diam berdiri, mengingat siapa seseorang itu dan ia tersadar kalau orang itu cowo yang menyelamati ia tersiram air waktu itu. Cowo itu selesai menelpon dan tak lama ia melihat Cesa di sana, mata mereka bertemu seolah disengajakan.

"Kakak!?" Tak disangka ucapan itu keluar dari mulutnya.

Cowo itu melangkah ke arah Cesa dengan tatapan tak berubah, Cesa dengan tatapan tak lepas melihat kedua mata cowo itu. Ia semakin mendekat ke Cesa .. dekat .. dan hanya melewati Cesa saja.

Cesa langsung tersadar, ia berbalik cepat tapi cowo itu sudah menghilang.

"Tadi ~ kakak itu ke mana?" ucap Cesa menyapu penglihatannya di koridor itu.

Cesa menggelengkan kepalanya, ia langsung meninggalkan area kelas XII itu dan kembali ke lapangan karena namanya sudah dipanggil untuk penilaian penjaskes.