Sudah setahun lamanya Roy melarikan diri. Mereka tidak bisa lagi hidup dengan nama mereka yang sebelumnya, jadi sekarang mereka menggunakan nama samaran. Nama Ibunya berganti menjadi Ummi, Roy menjadi Lintang, sedangkan adiknya menjadi Raka. Sedangkan nama keluarga mereka menjadi Burj.
Ibu meminta bantuan pada kenalannya untuk mengubah identitas mereka. Beruntung bagi mereka, karena mereka dapat mengganti identitas mereka tanpa masalah apapun. Meskipun sayangnya baik Roy atau adiknya tidak bisa melanjutkan kembali sekolahnya. Ibunya hanya membelikan mereka buku agar mereka dapat tetap belajar di rumah, tapi selebihnya mereka hanya bisa pergi ke perpustakaan, jika mereka ingin belajar lebih banyak lagi.
Hal itu bukan karena Roy atau Riki tidak ingin kembali bersekolah, tapi itu karena mereka mungkin akan mengalami masalah yang sama dan harus kembali menyembunyikan diri, jadi mendaftar ke sekolah hanya akan menjadi beban bagi mereka.
Ibunya berkerja di salah satu rumah makan, sedangkan Roy hanya akan membantu adiknya belajar, jika rumah makan tempat Ibunya berkerja sedang tidak membutuhkan bantuan Roy. Karena tubuh Roy yang besar, jadi biasanya pemilik rumah makan itu akan meminta bantuan Roy saat mereka membeli bahan makanan yang banyak atau sedang membeli berbagai perabotan baru. Meskipun bayaran yang diterima Roy tak seberapa, tapi dia cukup senang, karena bisa membantu Ibunya dan menabung.
Jika Roy sedang memiliki waktu luang, maka dia akan berlatih. Dia tidak memiliki rekan bertarung saat itu, jadi dia hanya melatih gerakannya dan melakukan olah raga ringan, seperti berlari, push up, full up dan segala macam hal lainnya.
Mereka hidup dalam kesederhaan sampai Roy berumur 15 tahun. Pada saat itu, bencana kembali terjadi.
Ibunya tiba-tiba saja pulang saat tengah hari. Hal tersebut sangatlah jarang terjadi, jadi Roy menatap heran pada Ibunya, adiknya yang bermain bersamanya juga melakukan hal yang sama.
"Ada apa, Ibu?"
Roy bertanya dengan nada khawatir. Dia menyadari bahwa Ibunya memiliki banyak keringat di dahinya dan wajahnya nampak sedikit pucat.
"Kalian harus cepat berkemas! Kita harus segera pergi dari sini!"
"A-ada apa, Ibu? Ke-kenapa kita harus pergi?!"
Adiknya bertanya dengan ketakutan. Roy juga memiliki pertanyaan yang sama dengan adiknya, jadi dia menatap Ibunya untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.
"Ibu baru saja membuat kesalahan... Ibu akan menceritakannya nanti, untuk sekarang... cepat berkemaslah!"
Meskipun masih ragu, tapi pada akhirnya Roy dan Riki menganggukan kepala mereka dan mulai mengemasi barang-barang mereka. Setelah selesai mengemasi barang, mereka segera pergi dari kontrakan yang sudah mereka tempati selama tiga tahun tersebut tanpa berpamitan pada siapapun.
Selama pelarian diri mereka, Ibunya mencoba untuk menghubungi kenalannya, tapi sayangnya tidak bisa. Hal tersebut tentu saja membuat Ibunya panik, tapi pada akhirnya Ibunya malah membuat telepon genggamnya dan melanjutkan pelarian diri mereka.
"Kenapa Ibu membuat HP, Ibu?"
Harga telepon genggam tidaklah murah saat itu, jadi tentu saja Roy heran kenapa Ibunya bisa membuang telepon genggamnya dengan sangat mudah.
"Ibu tidak bisa menghubungi satupun teman ibu, nampaknya mereka telah memblokir nomor Ibu! Jadi karena Ibu sudah tidak memerlukannya lagi, jadi Ibu membuangnya... siapa tahu hal tersebut akan menjadi pengalih perhatian yang bagus untuk ATS!"
Roy menatap Ibunya dengan khawatir. Dia sudah mengetahui bahwa ATS bisa melacak mereka dari nomor telepon Ibunya, tapi kenapa dia harus menelepon teman-temannya dulu? Lalu kenapa mereka semua memblokir nomor Ibunya? Banyak pertanyaan yang ada di kepala Roy saat ini, tapi pertanyaan itu hanya berputar di kepalanya, tanpa bisa keluar dari mulutnya. Dia tidak yakin apakah dia boleh menanyakan pertanyaan itu pada Ibunya atau tidak.
Sambil menggandeng kedua tangan anaknya, Ibu mereka membawa Roy dan Riki ke jalan-jalan yang sepi. Mereka sempat mengendarai angkutan umum dan berhenti di tempat yang tidak Roy ketahui. Sejujurnya Roy tidak tahu mau kemana mereka sebenarnya dan dia tidak memiliki keberanian untuk menanyakan hal tersebut pada Ibunya.
Hal yang sama juga terjadi pada adiknya. Selama perlarian diri mereka, adiknya tidak mengatakan apapun dan hanya nampak murung. Roy memang khawatir pada adiknya, tapi Ibunya nampak lebih mengkhawatirkan lagi. Keringat terus mengucur dari dahi Ibunya dan wajahnya semakin lama, semakin terlihat pucat.
Ibunya membawa mereka ke sebuah pasar yang sangat ramai dan padat. Roy berpikir apakah rencana Ibunya adalah membuat mereka tidak dapat terlacak dengan membaur dengan para manusia yang berkerumun di pasar? Roy tidak begitu yakin, tapi sepertinya Ibunya mengetahui bahwa mereka sedang diikuti oleh sesuatu, makanya dia memilih tempat yang ramai untuk menghilangkan jejak mereka.
Mereka hanya nampak seperti seorang Ibu dan dua orang anaknya, jadi mereka tidak akan nampak begitu mencolok. Meskipun Roy sudah memiliki tubuh yang sangat besar waktu itu, tapi ukurannya tidaklah begitu jauh dengan remaja umur 17-18 tahun, jadi dia tetaplah tidak mencolok.
Ibunya kemudian membawa mereka ke suatu toilet yang berada cukup jauh di ke dalaman pasar. Setelah mereka berada di dalam toilet, Ibunya kemudian membuka sebuah pintu rahasia yang berada di sana. Roy dan Riki merasa kagum dengan jalan rahasia yang berada di balik pintu yang baru saja terbuka itu.
Ini adalah pertama kalinya mereka melihat jalan rahasia di dunia nyata, jadi wajar saja bila mereka merasa kagum dengan hal tersebut.
Setelah mengeluarkan sebuah senter, Ibunya kemudian memimpin jalan ke jalan rahasia tersebut. Pintu rahasia ke jalan tersebut tiba-tiba tertutup secara otomatis saat mereka semua sudah melewati pintu tersebut dan membuat keadaan di sekitar mereka menjadi sangat gelap. Roy dan Riki sekali lagi dibuat kagum dengan cara kerja dari pintu rahasia tersebut.
Dengan menggunakan senter yang dibawa oleh Ibunya, mereka menyusuri jalan yang gelap dan berbau aneh tersebut. Roy tidak tahu bau apa itu, tapi bau tersebut sangat tidak nyaman di hidungnya dan membuatnya sangat mual. Hal yang sama juga dirasakan oleh adiknya.
"Bertahanlah... jika kita melewati lorong ini, kita akan berada di tempat yang aman!"
"I-iya, bu..."
Adiknya hanya dapat membalas perkataan Ibunya dengan suara gemetaran, karena ketakutan. Lorong itu pasti sangat menakutkan bagi anak kecil sepertinya. Sementara Roy hanya menganggukan kepalanya.
Karena mereka sudah berjalan cukup jauh, wajah adiknya sudah mulai terlihat sangat kelelahan, bahkan tak aneh jika dia akan pingsan kapan saja. Meskipun Ibunya sudah menyadari hal tersebut, tapi mereka tetap tidak berhenti. Sepertinya melarikan diri adalah prioritas utama baginya. Roy tidak bisa menyalahkan Ibunya, karena jika mereka berhenti, maka nyawa mereka juga bisa saja akan berhenti.
Mereka kemudian bertemu dengan jalan yang bercabang. Meskipun Roy dan adiknya nampak ragu untuk melangkahkan kakinya, tapi Ibunya dengan mantap melangkah ke arah kanan mereka. Roy dan adiknya segera mengikuti Ibunya.
"Ibu! Kemana kita akan pergi?"
Riki bertanya pada Ibunya. Meskipun Roy memiliki pertanyaan yang sama dengan adiknya, tapi pada akhirnya Roy tetap menutup mulutnya sambil memperhatikan percakapan mereka.
"Tempat rahasia Ibu dan Ayah!"
Wajah Roy dan adiknya langsung berubah begitu mendengar kata Ayah. Mereka sudah sangat lama tidak membicarakan tentang Ayah mereka. Mereka semua berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyinggung nama Ayah mereka dan bersikap seperti dia tidak pernah ada sebelumnya. Hal tersebut mereka lakukan bukan karena mereka tidak lagi menyayangi Ayah mereka, tapi hal tersebut hanya akan menyebabkan kesedihan pada diri mereka. Sama seperti yang terjadi saat ini. Wajah Roy dan Riki sama-sama terlihat sedih.
"Maaf, Ibu seharusnya tidak menyebut Ayah di saat seperti ini..."
"Tidak apa-apa, Ibu... tapi, tempat rahasia Ayah dan Ibu... kira-kira seperti apa tempat itu, ya!"
Adiknya berusaha nampak ceria. Roy dan Ibunya tahu bahwa itu hanya tindakan pura-pura. Mereka bisa melihat dengan jelas air mata yang bisa menetes kapan saja dari matanya. Mengingat Ayahnya pasti membuat dirinya sangat sedih.
"Tempatnya tidaklah begitu bagus, tapi tempat itu menyimpan kenangan yang sangat penting bagi kami... kalian tahu, Ibu dan Ayah juga pernah melarikan diri seperti ini... saat itu kami sedikit lebih tua dari Roy!"
"Eh, Begitukah... jadi saat itulah Ayah dan Ibu jatuh cinta, benar, kan?"
"Ya... kurang lebih begitu... kami sebetulnya melarikan dengan beberapa orang dan mungkin kebetulan atau sudah takdir, Ibu dan Ayahnya selalu berada berdekatan satu sama lain saat itu!"
"Apakah Ayah saat itu sangat keren?"
"Saat itu Ayah bukanlah orang yang memimpin kita semua, tapi dia nampak sangat bisa diandalkan, karena dia memiliki badan paling besar dari kita semua dan memiliki wajah yang menyeramkan!"
"Apakah Ayah bertarung melawan orang-orang jahat demi melindungi Ibu dan yang lain?"
"Ya, begitulah... meskipun kami berpisah dengan beberapa orang, tapi Ayah kalian selalu berada di dekat Ibu dan melindungi Ibu... meskipun dia nampak menyeramkan, tapi dia benar-benar nampak gagah saat berhadapan dengan para pengejar kami. Kami berdua pada akhirnya bisa meloloskan diri!"
"Ayah sungguh luar biasa!"
"Ya, kau benar!"
Roy tidak mengatakan apapun selama perjalanan mereka. Dia hanya menatap Ibu dan adiknya dengan senyuman di wajahnya. Dia merasa sangat senang saat mendengar mereka berdua yang kembali bersemangat saat membicarakan Ayah mereka.
Mereka berdua terus melanjutkan percakapan mereka tentang Ayah selama perjalanan dengan Roy yang hanya memperhatikan mereka.
Setelah mereka melewati berbagai jalan bercabang lainnya, mereka akhirnya bertemu dengan sebuah jalan yang mengarah ke permukaan.
Setelah membuka pintu rahasia dari bawah, mereka kemudian berada di sebuah gubuk yang nampak sangat tua. Meskipun ada banyak debu di sekeliling mereka, tapi tempat itu nampak cukup bagus sebagai tempat bermalam untuk mereka.
Ror memperhatikan bahwa langit di luar sana sudah menghitam, jadi sepertinya mereka tidak punya pilihan lain, selain menginap di gubuk itu. Mereka memang memiliki penglihatan malam, tapi tetap saja terlalu berbahaya untuk seorang Ibu dan dua anaknya berkeliaran di malam hari.
"Kita akan bermalam di sini untuk saat ini, besok kita akan melanjutkan pelarian kita... Ibu mau menyiapkan makan malam, apakah ada yang ingin kalian makan?"
Meskipun Ibunya mengatakan bahwa dia akan menyiapkan makan malam, tapi apa yang mereka bawa hanya makanan kaleng. Jadi apa yang Ibunya lakukan hanya membuka penutup kaleng tersebut tanpa memasak apapun. Meskipun terlihat seperti manusia, tapi pada akhirnya mereka adalah mahluk yang lain, jadi mereka akan baik-baik saja, meskipun mereka memakan daging yang mentah sekalipun.
"Ibu... bolehkan, Aku menanyakan sesuatu..."
Saat mereka tengah makan malam, akhirnya Roy membuka mulutnya.
"Apakah kau ingin bertanya alasan kenapa kita harus melarikan diri lagi?"
Seakan bisa membaca pikiran Roy, Ibunya dapat dengan tepat menebak apa yang ingin Roy tanyakan. Roy hanya menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Ibunya.
"Itu adalah kesalahan Ibu... saat sedang berkerja, secara tidak sengaja Ibu melukai tangan Ibu dan secara tidak sengaja rekan-rekan Ibu yang lainnya melihat luka Ibu yang cepat sembuh... mereka jadi menatap curiga pada Ibu... karena merasa khawatir, jadi Ibu segera meminta izin untuk pergi ke kamar mandi, tapi pada akhirnya Ibu malah pulang dan membawa kalian pergi... meskipun mereka belum tentu melaporkan Ibu, tapi Ibu tidak bisa mengambil resiko apapun.... Maaf, karena kesalah Ibu, kalian jadi harus mengalami hal seperti ini!"
Ibunya meminta maaf pada kedua anaknya dengan mata yang penuh dengan air mata. Sepertinya Ibunya merasa sangat bersalah pada mereka berdua. Padahal dia hanya melakukan kesalahan kecil, tapi dia harus menyebabkan kedua anaknya berada dalam bahaya.
Baik Roy ataupun Riki tidak menyalahkan Ibu mereka. Mereka tidak bisa melakukan apapun tentang kemampuan penyembuhan mereka yang memang jauh lebih hebat dari pada manusia biasa. Jadi luka kecil hanya akan menghilang dalam hitungan detik.
Roy kemudian menghapus air mata yang keluar dari mata Ibunya. Sepertinya Ibunya tidak sadar bahwa dia mengeluarkan air matanya di hadapan kedua anaknya, karena dia nampak sangat terkejut saat melihat Roy yang mengelus pipinya sebentar.
"Ibu, tak apa-apa... kami... baik-baik saja!"
Roy menunjukan senyumnya. Menyadari apa yang ingin dilakukan oleh kakaknya, adiknya segera menunjukan senyum yang sama dengan Roy.
"Iya, Ibu.... kami baik-baik saja! Selama ada Ibu, kami akan selalu baik-baik saja!"
Ibunya kemudian memeluk kedua anaknya dengan sangat erat dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya.
"Terima kasih, Roy, Riki! Ibu sangat menyayangi kalian berdua!"
Roy dan Riki kemudian membalas pelukan Ibu mereka. Mereka membiarkan Ibunya tetap menangis sampai dia jatuh tertidur kerena kelelahan. Sepertinya beban pikiran dan fisik saat mereka melarikan diri yang membuatnya nampak sangat kelelahan saat ini.
Mereka beruntung bahwa gubuk itu memiliki tempat tidur, jadi setelah membersihkan tempat tidur itu, mereka membawa tubuh Ibunya ke atas tempat tidur tersebut. Mereka membawa tubuhnya dengan hati-hati agar tidak membangunkannya.
Setelah memastikan bahwa Ibunya sudah tidur terlelap, Roy dan Riki kemudian menidurkan tubuh mereka di atas lantai gubuk dengan beralaskan selimut tua yang mereka temukan di gubuk tersebut. Mereka semua pada akhirnya jatuh tertidur dengan lelap di dalam gubuk tersebut.
Akan tetapi sayangnya hal itu tidak bertahan lama, pada tengah malam, insting milik Ibunya membangungkan wanita itu. Dia segera membangunkan kedua anaknya yang dia temukan sedang tertidur di lantai yang berada di samping tempat tidurnya.
"Roy, Riki... cepat bangun!"
Roy dan Riki segera terbangun, karena guncangan yang dilakukan Ibu mereka pada tubuh mereka. Dengan mata mengantuk, mereka menatap Ibu mereka dengan pandangan yang bertanya-tanya. Kenapa Ibunya membangunkan mereka dengan terburu-buru di tengah malam seperti ini? Kurang lebih begitulah arti pandangan yang mereka berikan.
"Roy, Riki! Segeralah pergi dari sini! ATS akan segera datang menyerang kita!"
Mata Roy dan Riki segera terbuka dengan sangat lebar saat mendengar kabar tersebut dari mulut Ibu mereka.