Chapter 70 - 1 Bulan

Sudah satu bulan Arya mendekam di ruangan tempat latihannya. Saat ini Arya, seperti hari-hari biasanya, sedang menjalani latihan keras dari Roy.

Arya saat ini dapat mengendalikan perubahan tubuhnya dengan lebih baik dari pada sebelumnya. Kali ini dia dapat mengendalikan bagian mana dari tubuhnya yang ingin dia rubah tanpa masalah sedikitpun.

Arya sekarang hanya merubah bagian kedua tangan dan kakinya. Dia sedang bersiap menghadapi Roy yang sudah menyiapkan katananya di depan dadanya. Mereka berdua sama-sama mengawasi lawan mereka dengan baik sambil menunggu lawan mereka membuat gerakan.

Karena tidak ada dari mereka yang membuat gerakan menyerang selama 5 menit lebih, maka Roy akhirnya memutuskan untuk mengayunkan katananya. Arya bisa melihat serangan katana Roy yang sangat cepat itu dan menghindarinya dengan gerakan setipis kertas, dia kemudian memanfaatkan kesempatan saat katana Roy mengayunkan ke bawah untuk mengayunkan cakarnya ke arah Roy, tapi Roy dengan sigap merubah arah ayunan katananya dari bawah ke atas. Arya terpaksa melompat mundur untuk membuat jarak di antara mereka.

Akan tetapi saat Arya melompat ke belakang, Roy juga melompat ke arahnya dengan sangat cepat, lebih cepat sedikit dari gerakan Arya yang juga cepat. Roy kembali mengayunkan katananya, tapi Arya berhasil membelokan serangan Roy dengan cakarnya. Dengan kekuatan Arya yang sekarang, mustahil baginya untuk bisa menahan serangan Roy.

Arya kemudian memutuskan untuk melompat ke langit-langit untuk menjaga jarak di antara mereka dan menghindari tebasan selanjutnya dari Roy. Meskipun Arya bisa membelokan sedikit katananya, tapi Roy sangat mahir mengendalikan katananya hingga selalu bisa kembali mengarahkan bilah tajamnya pada Arya.

Di langit-langit Arya sedikit berjalan dengan menggunakan kakinya yang kuat, sebelum mendorong tubuhnya dengan kekuatan kakinya dan mendarat di tanah, tapi begitu dia mendarat, Roy tanpa memberikannya celah sedikitpun, langsung kembali menerjangnya. Katana Roy dan cakar Arya akhirnya saling bergesekan. Jika Arya telat sedikit saja tadi, Roy pasti langsung bisa menebas tubuhnya dan memberikan luka yang parah padanya.

Arya kemudian menggunakan kaki kirinya untuk menyerang Roy, tapi Roy dengan mudah menghindarinya, seakan-akan dia telah menunggu serangan tersebut. Dan benar saja, Roy langsung mengarahkan katananya pada kaki Arya dengan sangat cepat. Untuk menghindari serangan itu, Arya menggunakan kaki kanannya untuk melompat ke belakang. Meskipun dia bisa menghindari kakinya terpotong, tapi Roy masih berhasil memberikan luka kecil pada kaki Arya.

Luka goresan sama sekali bukan masalah bagi Arya. Hanya butuh waktu satu detik, lalu luka tersebut langsung menghilang tanpa bekas. Selama satu bulan ini, kemampuan penyembuhan Arya menjadi semakin hebat, kecuali luka dari peluru perak, Arya dapat menyembuhkan segala macam luka yang dialaminya dalam waktu hitungan detik, meski luka itu cukup parah.

Roy yang melihat bahwa serangannya tidaklah berarti, segera kembali menyerang Arya dengan katananya yang mengarah secara horizontal. Arya hanya memiliki tiga pilihan untuk mengindari serangan itu, yaitu menunduk, melompat atau menahannya dengan cakarnya.

Arya memilih untuk menundukan dirinya, lalu mencoba menyerang Rio dari bagian bawah tubuhnya dengan cakarnya, tapi Roy seperti sudah menduga hal tersebut. Roy langsung membelokan laju katananya ke arah Arya, begitu Arya menundukan tubuhnya.

Untung saja Arya sudah menduga bahwa Roy akan segera membelokan laju katananya, begitu melihat pergerakan Arya, jadi dia bisa mengambil keputusan untuk tetap berada di atas lantai agar dirinya bisa menghindari serangan Roy dengan lebih leluasa. Arya menggulingkan tubuhnya ke arah kiri Roy, lalu memutar tubuhnya, lalu memposisikan tubuhnya agar dia sekarang berada di belakang Roy.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Arya segera melayangkan kembali cakarnya pada Roy, sebelum dia sempat berbalik, tapi sepertinya Arya terlalu meremehkan Roy, karena pria besar itu segera memutar tubuhnya 180 derajat sambil mengayunkan katananya. Pada detik-detik terakhir, Arya berhasil mendorong bagian atas tubuhnya untuk menghindari serangan Roy.

Meskipun dirinya tidak mengalami luka yang fatal, tapi ada sebuah garis lurus yang terbentuk di perut Arya. Untung saja Arya tidak pernah memakai baju saat sedang berlatih dengan Roy, kalau tidak saat ini bajunya hanya akan memiliki sebuah lubang yang sangat besar di bagian perut.

Setelah menerima luka itu, Arya segera mengambil jarak yang cukup jauh dari Roy. Akan tetapi, Roy dengan sigap langsung menerjang ke arah Arya, dia terus mengayunkan katananya ke arah Arya dengan kecepatan yang sangat luar biasa. Jelas Arya tidak akan membiarkan Roy memberikan luka kecil apapun pada tubuhnya, jadi dia sebisa mungkin menghindari semua ayunan katana Roy atau menghalaunya dengan cakarnya.

Meskipun Arya sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak terluka, tapi pada akhirnya dia tetap menerima luka goresan kecil di berbagai tempat di tubuhnya. Meskipun setiap luka yang diterimanya akan segera sembuh dalam hitungan detik, tapi setiap kali Arya menerima luka, maka stamina dan konsentrasinya semakin berkurang. Sedikit demi sedikit Arya dibuat kewalahan oleh serangan Roy yang tidak pernah berhenti.

Mungkin karena sudah merasa bosan dengan mengayunkan katananya, Roy kali ini mencoba menusuk Arya dengan mengarahkan ujung katananya pada perut bagian kiri Arya. Dengan refleks Arya mengerakan tubuhnya ke arah kanannya, tapi itulah yang diincar oleh Roy. Pria besar itu melepaskan gengaman tangan kirinya pada katananya, lalu mengarahkan tinjunya ke wajah Arya. Meskipun Arya sudah mencoba untuk menghindarinya, tapi pada akhirnya tinju itu tetap bisa mengenai sisi wajahnya dan membuat tubuh Arya terpelanting ke belakang.

Arya segera mengatur tubuhnya agar tidak terjatuh ke tanah. Arya menggunakan tangan kanannya sebagai tumpuan, lalu mengangkat kembali tubuhnya dan memasang posisi bertarungnya kembali. Luka di wajahnya juga sudah menghilang dan Arya nampak siap melawan Roy kembali, kecuali katana Roy sudah menancap pada tubuh Arya tanpa dia sadari.

"Sepertinya latihan kalian sudah selesai, ya."

Arya dan Roy melihat ke arah sumber suara yang tiba-tiba terdengar. Mereka melihat Meister yang berjalan ke arah mereka, lalu memberikan tepuk tangannya kepada mereka. Baik Roy ataupun Arya sama-sama sudah merasakan keberadaan Meister sejak awal dia memasuki ruangan itu, jadi mereka sama sekali tidak terkejut dengan kehadirannya. Mereka sama-sama memutuskan untuk mengabaikan Meister dan hanya fokus pada latihan mereka.

Roy mencabut katananya dari perut Arya, lalu mengayunkannya untuk membersihkan darah Arya dari bilah katananya. Roy kemudian mengambil sarung katananya yang dia letakan di sudut ruangan, lalu memasukan pedang kesayangannya itu pada sarungnya.

Arya menatap perutnya yang tadi sempat tertusuk oleh Roy. Meskipun lukanya sudah menutup, tapi dia masih bisa merasakan sensasi bilah katananya pada tubuhnya. Sebetulnya ini sangat membuat Arya frustasi, karena meskipun sudah sebulan lebih mereka berlatih bersama, tak sekalipun Arya bisa melayangkan serangannya pada Roy.

Roy jauh lebih unggul dari Arya soal kecepatan, kekuatan dan pengalaman, satu-satunya yang bisa dia andalkan untuk melawan Roy hanyalah kemampuan meregenerasi lukanya yang sangat cepat. Meski begitu, Arya merasa bahwa mungkin Roy juga akan mengalahkannya dalam hal tersebut. Arya tidak pernah menggores tubuhnya, jadi dia tidak tahu seberapa hebat kemampuan Roy dalam menyembuhkan lukanya sendiri.

"Kau sudah menunjukan perkembangan yang sangat pesat, jadi kau tidak perlu memasang wajah pahit seperti itu!"

Arya tidak membalas perkataannya Meister, dia hanya mengambil posisi duduk di tanah. Arya memeriksa ruangan tempatnya berlatih. Satu-satunya hal yang mencolok di ruangan itu, selain orang-orang di dalamnya adalah cipratan darah segar yang bisa dilihat di bebarap bagian. Arya kembali merasa kesal saat dia hanya bisa melihat darahnya yang terjatuh di ruangan itu.

Arya memang tidak berencana untuk membunuh Roy, tapi jika dia tidak dapat melukainya sedikitpun, Arya merasa bahwa dirinya tidak akan siap untuk menghadapi dunia monster yang sangat kejam. Tentu saja itu artinya dia tidak bisa membalaskan dendam Ibunya.

"Aku tahu kau ingin segera membalaskan dendam Ibumu, tapi kau juga harus sadar bahwa orang yang kau hadapi selama latihan ini adalah orang yang sangat kuat dan memiliki pengalaman bertarung yang jauh lebih banyak dari pada dirimu!"

"Aku tahu.... "

Meister kemudian mengambil tempat duduk di samping Arya. Tidak ada aura bercanda yang biasanya dia keluarkan. Hal ini menandakan bahwa dia ingin membicarakan hal yang serius dengan Arya.

"Apa kau tahu alasan kenapa kau tidak pernah berhasil melukai Roy?"

Arya segera berpikir, setelah mendengar pertanyaan dari Meister. Jelas jawabannya bukanlah perbedaan pengalaman ataupun kekuatan di antara mereka, karena hal tersebut sudah disinggung tadi oleh Meister. Pria tua itu pasti ingin memberikan saran lainnya pada Arya yang tidak berhubungan dengan dua hal tersebut.

"Apakah itu ada hubungan dengan kemampuan fisikku?"

"Bukan masalah fisikmu, tapi mentalmu!"

"Begitukah, apakah itu karena Aku masih tidak terbiasa bertarung."

"Hampir tepat, tapi bukan itu masalah utamamu!"

"Lalu apa?"

"Kau masih takut menerima serangan Roy, kan?"

Arya tidak bisa menyangkal hal tersebut, harus dia akui, dia tidak ingin terkena serangan dari Roy. Dia hanya menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Meister.

"Itulah masalah utamanya! Kau takut terkena serangan Roy, tapi tidak dengan Roy... dia sama sekali tidak nampak gentar saat berhadapan denganmu! Hal itulah yang membuatnya bisa mendominasi pertarungan kalian tadi!"

Arya nampak memikirkan baik-baik perkataan Meister. Harus dia akui jika apa yang Meister dikatakan memang ada benarnya. Roy selalu nampak tenang saat berhadapan dengan Arya, meskipun Arya telah melakukan berbagai gerakan yang mungkin bisa membuatnya terluka. Pada akhirnya yang terluka hanyalah Arya yang selalu mencoba untuk menghindari serangan Roy saat dirinya gagal memberikan serangan.

"Kau bisa memikirkan hal itu untuk latihanmu besok, lebih penting lagi, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu!"

"Apa itu?"

"Apakah kau tahu jam berapa ini?"

Arya hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak mengetahui jam berapa saat ini, karena dia tidak melihat adanya jam di tempat ini dan tidak mungkin melihat keadaan di luar dari tempat ini, karena tempat ini berada di bawah tanah.

"Lalu kau juga hanya mengetahui bahwa ini sudah satu bulan berlalu sejak pertama kali kau datang ke sini, kan?"

Kali ini Arya menganggukan kepalanya. Itu memang benar. Dia tidak tahu tepatnya tanggal berapa hari ini, karena dia tidak pernah menghitung berapa banyak hari yang telah dia habiskan di ruangan ini.

"Satu pertanyaan lagi, bagaimana jika kau sebetulnya sudah berada di sini selama 2 bulan atau mungkin lebih dari itu, misalnya satu tahun!"

"Aku tidak mungkin berada di tempat ini selama satu tahun, karena hal itu mustahil terjadi, kecuali jika Aku tertidur sangat lama setiap harinya untuk mengembalikan keadaan tubuhku yang mengalami banyak luka akibat latihan! Aku masih sadar bahwa tidak mungkin waktu sudah berlalu selama itu!"

"Seperti biasa, kau selalu memberikan jawaban logis! Lupakan saja berapa lama sebenarnya kau berada di sini! Yang lebih penting, kau saat ini sudah semakin tumpul dalam hal menentukan waktu, benar, kan?"

Arya menganggukan kepalanya tanda bahwa itu memang benar. Meister menunjukan senyum puas akan jawaban Arya, lalu melanjutkan kembali apa yang ingin dia katakan.

"Lalu apakah saat ini kau tahu kapan biasanya latihanmu dimulai?"

"Setelah jam tutup Cafe, kan? Atau setidaknya dekat dengan jam tutup!"

"Aku terkejut kau bisa mengetahui itu, tapi kau benar!"

Tidak sulit untuk menyadari hal tersebut. Dia sudah sadar bahwa mereka tidak mungkin menutup Cafe secara tiba-tiba, karena hal itu akan menjadi hal sangat mencurigakan bagi ATS, karena saat ini Cafe mereka seharusnya sedang diawasi oleh anggota ATS. Tentu saja Ageha perlu membantu di Cafe, jika Cafe itu buka. Lalu karena biasanya Ageha datang untuk mengawasi latihan Arya dan Roy (meski terkadang ada juga hari dimana Ageha tidak menonton latihan mereka, seperti hari ini), maka Ageha pasti bisa melakukan itu karena waktunya sedang luang alias tidak berkerja. Maka itu artinya jam latihan Arya dan Roy dimulai di waktu sekitar jam tutup Cafe.

"Lalu apakah kau sadar jika manusia serigala dapat membedakan waktu antara siang dan malam, bahkan tanpa melihat ke matahari!"

"Apakah itu ada hubungannya dengan peningkatan kekuatan dari manusia serigala?"

"Kau benar, itu ada hubungannya!"

Arya memang merasa bahwa kekuatannya meningkat di waktu-waktu tertentu, contohnya adalah saat ini. Dia merasa bahwa kekuatannya meningkat dari beberapa jam yang lalu. Jadi sepertinya hal itu bukan hanya perasaannya saja.

"Saat kau berada di malam hari, kau akan merasakan bahwa kekuatanmu akan bertambah, tapi sayangnya untuk dirimu saat ini, kau akan sangat kesulitan untuk menyadari hal tersebut!"

"Kenapa?"

"Karena kau masih sangat lemah!"

Arya memalingkan wajahnya dengan tampang kesal. Dia tidak suka mendengar seseorang mengingatkannya tentang hal tersebut.

"Kau tidak perlu merajuk seperti itu! Aku tidak mengatakan kau lemah, karena kau kurang latihan atau masih kalah dari Roy, tapi karena kau masih belum bisa memanfaatkan dengan baik kekuatan malam!"

"Apa maksudmu?"

"Dalam 1 bulan ke depan, Aku akan melatihmu agar kau bisa memanfaatkan kekuatan malam untuk menambah kekuatanmu!"

Setelah itu, Meister menjelaskan pada Arya bagaimana cara melatih tubuhnya agar dapat menerima kekuatan dari malam hari. Dengan begitu sesi latihan Arya bersama dengan Meister dimulai.