"Berikan data orang tersebut," perintah Jeno dengan tegas dan berharap ingin mendapatkan jawabannya cepat.
"Hah? Sepertinya aku pernah mengenalnya. Dimana, ya?" gumam Sekertaris Chandra sambil menatap wajah Leo di layar komputer.
"Benarkah? Kamu mengenal dia? Katakan, siapa dia sebenarnya?!" Jeno menyuruh Sekretaris Chandra untuk tidak lama berpikir.
"A-ah. Kenapa kamu bertanya tentangnya?" tanya Sekertaris Chandra dengan ragu.
BRAK!
Jeno menarik kerah Sekertaris Chandra, dengan erat dan penuh amarah.
"Sejak kapan kamu bertanya dahulu saat aku memerintah? Ingat, kamu sedang bekerja! Cepat, beritahu aku dia apapun yang kamu tahu! Semuanya!" teriak Jeno. Dia benar-benar marah saat ini. Manusia yang tidak pernah marah, sekalinya marah menyeramkan.
"B-baik. L-lepaskan dulu."
Jeno pun melepaskan kerah Sekertaris Chandra dari genggamannya yang kuat itu, dengan sangat kasar.
"D-dia teman SMA ku. Kami adalah teman sejak SMA sampai masuk bangku kuliah. Tapi pada saat semester dua, dia pindah ke Amerika. A-aku benar-benar tidak kabarnya setelah itu. Aku bersumpah, Jeno," jelasnya dengan nafas berat.
"Lalu, kenapa ada Manda di sini? Apakah Manda juga sahabatnya?" tanya Jeno dengan mata yang dingin dan mengancam.
"Benar. Tapi mereka tiba-tiba saling mencintai dan berakhir berpacaran."
"Mereka LDR?" tanya Jeno.
"Leo memutuskan Manda tanpa alasan. Sudah. Hanya itu saja yang aku tahu, Jeno. Mau kamu memaksakan seberapa keras pun, aku tidak bisa menjawab apapun," ucap Sekertaris Chandra dengan menundukkan kepalanya.
Bugh! Bugh!
"Bohong! Kamu menyembunyikan sesuatu dariku, 'kan?! Hah?! Kamu menyembunyikan fakta lain karena dia temanmu! Benarkah, 'kan?!"
Jeno meninju wajah Sekertaris Chandra beberapa kali. Hanya karena dia menjawab pertanyaan itu dengan info yang singkat. Sekretaris Chandra bingung, jawaban apa yang diinginkan Jeno. Padahal dirinya sudah jujur.
"Aaaaa!!!" teriak seorang wanita yang merupakan staf perusahaan. Wanita itu berusaha memberikan berkas dokumen yang Sekertaris Chandra minta. Tapi yang dilihat wanita itu malah aksi penindasan Jeno pada Sekretarisnya.
Semua orang yang mendengar jeritan itu datang ke tempat Jeno. Mereka berusaha menahan Jeno agar tak bertindak lebih jauh lagi.
"Pak! Pak! Berhenti, Pak."
"Ada apa ini?"
"Sekretaris Chandra, apakah kamu melakukan kesalahan?"
"Bangunlah, Jeno. Tidak biasanya kamu marah sampai memukul temanmu sendiri," kata Chepy–Paman Jeno.
Chepy berusaha menenangkan Jeno yang sangat berkobar dalam amarahnya. Jika Chepy tak menghentikannya, Jeno bisa-bisa ikut terbakar karena emosi yang membludak itu.
Sementara Sekertaris Chandra, dia dibawa oleh beberapa staf laki-laki untuk mendapatkan pengobatan di ruang rawat Perusahaan ini.
Kembali lagi ke Jeno. Dia masih tidak berbicara saat beberapa kali Chepy tanya kenapa. Dan pada akhirnya, Chepy membiarkan Jeno jika ingin pulang. Tapi Jeno menggelengkan kepalanya tidak mau.
"Maaf, Paman. Aku mau menghampiri Sekretari Chandra," izinnya yang langsung ditahan oleh Chepy.
"Tenang saja. Aku hanya ingin minta maaf padanya," kata Jeno berusaha meyakinkan Chepy.
Jeno pun berjalan di iringi Chepy dan dua pengawal di belakangnya. Takut, jika Jeno memukul Sekertaris Chandra lagi. Nanti Perusahaan akan terlihat tidak baik karena bosnya saja tidak memiliki sikap yang baik.
Sret!
Jeno membuka gorden putih itu. Di sana terdapat Sekertaris Chandra dengan satu perawat. Perawat tersebut sedang mengusap luka lebam di sekitar wajah Sekertaris Chandra.
"Chandra," panggil Jeno dengan dingin.
"Ah, No. Ma-maaf. Aku benar-benar hanya tau itu saja. Pasti kamu penasaran karena melihat video itu, ya? Dari mana kamu mendapatkannya? Lalu, apakah Manda tidak pernah cerita soal Leo padamu?" tanya Sekretaris Chandra dengan bibir yang perihnya itu memaksa bicara.
"Sudah selesai. Ini obat salep untukmu. Dipakai dengan rutin, ya," kata Perawat lalu meninggalkan mereka berdua.
Jeno pun duduk di satu ranjang lagi. Dia bercerita bahwa selama berpacaran dengan Manda sampai sudah tunangan, Jeno dan Manda tidak pernah menanyakan masa lalu masing-masing. Bahkan Jeno sendiri yang bilang mau seburuk apapun masa lalu Manda, dirinya akan terima dengan baik.
Walaupun bukan aib bagi Manda, tapi soal Manda dengan Leo, tiba-tiba dia ingin mengetahui lebih jauh.
"Tentang bagaimana Leo bisa meninggalkan Manda dan apa yang Manda lakukan setelah itu. Aku ingin tahu itu," pinta Jeno kepada Sekretaris Chandra.
"Kamu tahu, 'kan? Manda introvert? Tapi setelah itu, dia lebih menutup diri lagi. Manda tiba-tiba tidak mau bermain dengan kami lagi. Manda tidak mau berlibur saat libur di kampus waktu itu. Dia juga akan marah jika tangannya aku sentuh. Manda benar-benar beda setelah itu. Sampai dia bertemu denganmu, Manda mulai bisa berinteraksi lagi dengan laki-laki. Termasuk aku."
Chandra tak tahu lebih jauh tentang perubahan Manda kali itu. Tapi Indri tahu banyak tentang Manda. Kala itu, hanya Indri yang mampu dekat lagi dengan Manda. Sisanya, tidak ada. Karena lelaki semua.
Saat Leo pergi ke Amerika Serikat pun, Leo tak memberitahu semuanya. Leo hanya meminta dengan waktu yang mendadak supaya semua temannya dapat mengantarkan Leo sebelum penerbangannya. Tapi Leo, tetap tidak mengatakan apapun perihal kenapa dirinya pindah. Leo hanya diam sama halnya dengan Manda.
Semua orang mengira bahwa Leo dan Manda ada suatu masalah. Mereka mengira karena persahabatan mereka sangat lama, lalu tiba-tiba berpacaran dan putus, itu membuat keduanya canggung. Jadi Leo memutuskan untuk pergi ke Negeri bersama orang tuanya yang sudah tinggal lebih lama.
"Kamu tahu rumahnya saat dia tinggal di sini?" tanya Jeno penuh harap.
Pertanyaan itu diangguk Sekretaris Chandra. Dan Chandra pun mengajak Jeno untuk ke tempat rumahnya dulu.
Mereka pergi menggunakan mobil dan masih menyisakan banyak pekerjaan sebenarnya. Tapi karena Jeno sangat ingin tahu, Sekertaris Chandra pun menurutinya.
"Yang ini rumahnya," kata Sekretaris Chandra sambil menunjuk rumah besar tersebut.
Krek!
"Terbuka! Ayo, kita masuk saja," ajak Jeno saat gerbang terbuka.
Rumah tersebut terdiri dari tiga lantai. Dengan pintu gerbang yang minimalis. Tapi saat masuk ke dalam, halamannya sangat luas. Saking luasnya, halaman depan yang hijau dan segar itu bisa dipakai untuk bermain golf.
Kemudian, masuk ke sebuah rumah yang desain modern simple itu. Jeno sebenarnya terkagum-kagum saat melihat rumah tersebut. Walaupun rumahnya melebihi rumah yang kini dia lihat. Tapi gaya rumah tersebut adalah standar baginya.
Mereka terus berjalan di atas rumput hijau dan tampak terurus tersebut.
"Apakah di sini ada tukang kebun?" tanya Jeno kepada Sekretaris Chandra.
"Sepertinya tidak. Secara semua keluarganya sudah pergi ke Amerika. Tapi kenapa semuanya tampak bersih, ya," jawab Sekretaris Chandra yang sama bingungnya.
Tak mau terlalu berpikir banyak, Jeno pun terus melangkah maju untuk melihat apa lagi yang berada di luar. Ternyata dia menemukan kolam mini dengan beberapa patung hewan di pinggirnya. Benar saja. Di dalam kolam tersebut tidak ada air. Hal ini membuat Jeno yakin, kalau rumah ini sudah tidak berpenghuni.
Tapi melihat rumah itu sangat bersih, Jeno kembali ragu. "Ada orang yang tinggal di rumah ini."
"Kenapa? Tetapi mereka semua sudah pergi," kata Sekretaris Chandra.
Sampai seseorang berperawakan tinggi sedang lari menuju tangga lalu menghilang.
"Hey! Benar! Ada orang! Kamu melihatnya, 'kan? Ayo, kejar dia!" perintah Jeno dan langsung memaksa pintu terkunci itu supaya terbuka.
Drrt!
"Halo, Bu?"
"Jeno! Pulanglah! Keluarga Bi Yayu mendapatkan foto mayat Bi Yayu!"