"Kakak!" teriak Maria begitu mendapati Reni dan Rian berjalan di lorong. Suaranya yang amat nyaring itu sempat mencuri perhatian. Meski sesaat.
"Aku duluan," ucap Reni dingin. Ia segera pergi dari sana.
"Kak Reni kenapa?" tanya Maria.
Rian diam saja tak menjawab. Ia sebenarnya marah dan kesal. Kenapa Maria dan Tama mengambil keputusan sepihak seperti itu.
"Kakak kenapa?" tanya Maria.
"Ayo pulang!"
Maria mengangguk dan segera berjalan mengikuti langkah kaki kakaknya. Ia mencoba mencuri pandang ke Rian. Aneh, pikirnya.
"Sore ini aku ada pemotretan di restoran om Heru. Kakak antar aku ya? ya?!"
Rian menghentikan langkahnya sebelum mencapai pagar. Ia berbalik menatap tajam Maria.
"Kenapa?"
"Ng?"
"Kenapa harus BOHONG?!" Rian mencengkeram bahu Maria dan mengguncang tubuh adiknya. Semua yang ada di sana langsung melihat.
"Bo ... bohong apa?"
"MARIA!!" Rian menatap mata adiknya. "Kalau kamu begini. Bagaimana aku bisa berharap posisi lain di hatimu?"
"Ng?"
"Maria!" Tama datang dengan setengah berlari. Rian segera beranjak dari sana meninggalkan Maria. "Rian kenapa?"
Maria mengendikkan bahunya. "Kakak nggak jadi ekskul jahit?"
"Nggak jadi. Gurunya sakit. Jadi diganti besok. Ayo!" Tama menggandeng tangan adiknya dan pulang bersama.
xxxxx
Keesokan harinya.
"Bukannya mereka kakak adik?" bisik para siswa ketika melihat keempat orang yang tengah berjalan di lorong.
"Mereka angkat. Tama saudara angkat Maria. Ayah Maria yang memungutnya. Katanya ibunya Tama meninggal. Kalau Rian dan Reni tetangga mereka. Rumah mereka bersebelahan dan selalu bersama sejak kecil."
"Kalau gitu, nggak kaget kalau mereka jatuh cinta. Tapi kasihan ketua OSIS kita."
"Iya. Padahal dibandingkan Tama. Ketos itu langitnya."
"Enak aja! Tama itu keren dan baik juga ya!"
"Tapi hobinya aneh gitu. Siapa yang suka."
Maria yang merasa kupingnya panas segera melihat ke arah ketiga kakaknya. Lalu, ia melihat ke kaca. Tak ada yang salah pada mereka.
"Ayo! Sebelum kantin penuh!" Tama mencengkeram kepala adiknya. Memutar tubuh Maria dan mendorongnya.
"Tapi aku ngerasa aneh. Kayak mereka lagi pada ngomongin gitu."
"Pede banget jadi orang. Tapi kalau mereka ngomongin lu idiot mungkin."
Perkataan Tama. Membuatnya dan Maria tertawa. Namun, tawa mereka terhenti ketika melihat ekspresi si kembar.
"Kalian kenapa?" tanya Tama.
"Nggak papa. Ayo makan!"