Chereads / DirgAretha / Chapter 2 - bab 2

Chapter 2 - bab 2

"Biar gue yang ambil alih."Dirga menepuk bahu Aghara sambil tersenyum sinis, "lanjutin kegiatannya."

Pria itu kemudian mendekati Aretha membuat Dini menatapnya dengan puas karena tahu Dirga bukanlah pria yang mudah di kendalikan, pria itu bahkan menjadi ketua geng motor black piston di Bandung sejak SMA meskipun sekarang tidak seaktif dulu karena estafet jabatan yang ia berikan pada juniornya.

"Kamu, ikut saya!" pinta Dirga pada Aretha yang tidak bisa mengeluh apa pun.

"ish diakan yang nabrak gue waktu itu,tapi entahlah bagi Aretha, pria ini tampak menakutkan dan berbahaya seolah ada tanda di mana Aretha tidak boleh mendekat dan ia memang tidak bisa di dekati, suara seniornya itu terdengar dalam dan penuh penekanan hingga tanpa sadar Arethamengekor di belakangnya.

Bbuuukkkkkkk

Gadis itu menabrak punggung Dirga yang berhenti tepat di depannya hingga Aretha dengan refleks melompat selangkah ke belakang kemudian mengusap hidungnya yang sedikit sakit.

"Maaf kak." Lirih Asha.

Kenapa? Kamu masih mau balas dendam ke gue gara-gara saya nabrak kamu waktu itu,tanya Dirga?

Dirga berbalik dan membuang nafas dengan kesal hal itu membuat nyali Aretha  semakin ciut, ini hari pertamanya masuk kuliah dan ia sudah mengalami hal yang paling buruk belum lagi Aretga yang melewatkan sarapan paginya karena ocehan  maminya yang membuat ia memilih pergi begitu saja.

"Kamu tahu kamu terlambat dan pantas di hukum?"

"Iya, Aretha tahu kak."

Dirga tampak tidak suka dengan gaya bicara gadis itu yang selalu menyebut namanya dalam setiap percakapan. Terdengar menyebalkan dan lemah bagi seorang Dirga yang keras.

"Umur kamu berapa sampai harus sebut nama setiap kali jawab?"

"19 tahun kak."

"19 tahun, udah kuliah dan harusnya kamu cukup dewasa." Dirga menatap dalam pada Aretha yang terlihat ketakutan.

"Kenapa nunduk, lihat saya!"

"Siap kak." Gadis itu mengangkat kepalanya dan melakukan eye contact dalam beberapa detik yang dimenangkan oleh Aretha.

Dirga tiba-tiba mengalihkan pandangan setelah menatap mata berwarna cokelat milik Aretah yang tampak lembut dan hangat seakan dirinya dibawa masuk ke dalam diri gadis itu.

"Ekhem ... saya gak mau tahu, rubah cara bicara kamu di depan saya atau setiap kali kamu sebut nama kamu kaya gitu, kamu harus mendapat hukuman!"

"Tapi Aretha... aretha ... itu susah kak."

"Saya gak suka di bantah!" Dirga tiba-tiba mendekat dan sudah berada dalam jarak 30 cm dari gadis yang lebih pendek darinya itu.

Aretha sekali lagi refleks dengan melompat ke belakang hingga hampir jatuh karena tubuhnya tidak seimbang namun Dirga yang mencoba membantunya membuat Aretha semakin ketakutan, lengan pria itu besar dan Aretha dapat melihat otot dari balik blazernya. Dirga seolah mendapat penolakan dari juniornya itu dan hal itu sedikit banyak membuat harga dirinya terluka.

"Keliling lapangan sekarang juga!"

"Hah?"

"5 putaran."

"5 kak?" Aretha mengulang lagi ucapan Nathan

"6 putaran!" Nathan tampak santai meski Asha keberatan.

"Tapi lapangannya luas kak."

"7 putaran, sekali lagi kamu bantah hukumannya akan jadi 10 putaran."

Aretha tidak punya pilihan meski ia memasang wajah memelas sekalipun Nathan bukanlah orang yang mudah luluh seperti itu, Asha mulai berlari dengan rok 7/8 yang membuatnya sedikit kesulitan belum lagi matahari mulai naik dan membuatnya berkeringat.

"Tenang Aretha, setelah ini kamu bisa makan sepuasnya ...."

"Minum sepuasnya hosshh ... hosshhhh ...." Aretha menyemangati dirinya sendiri setelah selesai dengan setiap putarannya, meski nafasnya tersengal dan pandangannya mulai gelap karena terik matahari namun gadis itu berhasil menyelesaikan putaran ke tujuh.

Dirga yang menunggu Aretha di bawah tenda terus menatap gadis itu sambil tersenyum, ia mengira Aretha akan gagal karena gadis itu terlihat lemah namun ternyata Aretha menunjukkan bahwa ia bisa melakukannya dan anehnya Dirga tampak senang.

"7 putaran kak, hosshhh ... hoosshhhh ... hoossshhhh ...."

Dirga melempar botol minum kepada gadis itu yang tidak bisa diterimanya hingga membuat kepala Aretha terkena botol minum tersebut, gadis itu mengaduh dan tampak kesal pada Dirga namun tatapan pria itu membuat Aretha menunduk. Lagi.

"Haus, kan? Ambil!" perintah Dirga.

Ada dua alasan kenapa kali ini Aretha tidak membantah, pertama karena ia memang membutuhkan air minum itu dan kedua karena tatapan Dirgabenar-benar mengintimidasi dirinya. Gadis itu kemudian mengambil botol minum yang sudah menggelinding dan sedikit kotor mengelap bagian luarnya dengan rok bawah Aretha yang di angkat tanpa berpikir lebih dulu.

"Stop! Lu gila ya?" bentak Dirga.

Aretha yang kebingungan tiba-tiba diam dengan botol minum di dalam rok bagian bawahnya. Gadis itu terlihat semakin ketakutan ketika Dirga menatap marah ke arah dirinya.

Dirga dengan cepat menghampiri Aretha dan merebut botol minumnya kemudian menggosoknya pada celana jeans yang ia kenakan sedang Aretha terus menahan nafas karena Dirga yang terlalu dekat dengannya.

"Lu enggak punya otak atau gimana?" bentak Dirga setelah ia bangkit dari posisinya yang memberishkan botol minum Aretha.

Dirga memberikan botol tersebut sambil menekannya pada lengan Aretha karena ia kali ini benar-benar marah, ia tidak mengerti ada gadis bodoh seperti orang di hadapannya ini, gadis tidak peka dengan situasi dan lemah. Dirga benar-benar tidak menyukainya.

**

"Kadang, kamu harus kehilangan seseorang sebelum akhirnya menyadari betapa berartinya dia dalam hidupmu."

"Hei."Aghara menyapa Aretha yang tengah menikmati makan siangnya di sudut aula setelah para senior membagikan nasi kotak pada semua orang.

Gadis itu sendirian karena ia tidak mengenal siapa pun di sana, Aretha sepertinya Maba satu-satunya yang masuk kampus tersebut sedang teman-teman sekelasnya memilih universitas lain. Mungkin saja ada juga yang satu sekolah dengannya namun Aretha tidak kenal, ia tidak cukup bergaul di SMA juga karena ia menghabiskan banyak waktunya di kamar, sendirian. Meratapi rindu paling dalam.

Setelah memutuskan hubungan dengan aghara, Aretha tidak punya alasan lagi untuk datang ke sekolah meski beberapa teman dan sahabat Aretha datang membujuknya namun ia masih meratap perlu waktu dua bulan untuk Asha mau datang ke sekolah lagi, beruntung ia tidak dikeluarkan sebab sekolah memberinya kompensasi dengan mengerjakan semua tugas di rumah. Guru-guru Aretha datang namun tidak ada yang berani membahas tentang aghara, gadis itu masih hidup saja adalah keberuntungan besar.

"Kadang, kamu harus kehilangan seseorang sebelum akhirnya menyadari betapa berartinya dia dalam hidupmu."

"Hei."Aghara menyapa Aretha yang tengah menikmati makan siangnya di sudut aula setelah para senior membagikan nasi kotak pada semua orang.

Gadis itu sendirian karena ia tidak mengenal siapa pun di sana, Aretha sepertinya Maba satu-satunya yang masuk kampus tersebut sedang teman-teman sekelasnya memilih universitas lain. Mungkin saja ada juga yang satu sekolah dengannya namun Aretha tidak kenal, ia tidak cukup bergaul di SMA juga karena ia menghabiskan banyak waktunya di kamar, sendirian. Meratapi rindu paling dalam.

Setelah memutuskan hubungan dengan aghara, Aretha tidak punya alasan lagi untuk datang ke sekolah meski beberapa teman dan sahabat Aretha datang membujuknya namun ia masih meratap perlu waktu dua bulan untuk Asha mau datang ke sekolah lagi, beruntung ia tidak dikeluarkan sebab sekolah memberinya kompensasi dengan mengerjakan semua tugas di rumah. Guru-guru Aretha datang namun tidak ada yang berani membahas tentang aghara, gadis itu masih hidup saja adalah keberuntungan besar.