Chereads / Putri Sandera Dan Raja Serigala / Chapter 31 - Milikku. Kau Adalah Milikku.

Chapter 31 - Milikku. Kau Adalah Milikku.

Ronan begitu sabar menunggu Arielle selesai tertawa. Sejujurnya ia sedikit merasa kesal karena Arielle menganggap ucapannya barusan hanya bualan belaka. Ronan bersungguh-sungguh akan membawa semua kelinci di seluruh kerajaan ini jika Arielle ingin mengecupnya.

Arielle pun memegangi wajah pria di depannya. Satu kecupan ia berikan di pipi kiri, kanan lagi, lalu hidung, kemudian kening. Arielle menarik tubuhnya untuk mencari bagian yang aman untuk dikecupnya lagi.

"Aku menyarankan kecupan terakhir di bibir," kata Ronan.

Wajah Arielle semakin merona. Ia menggeleng malu-malu. Arielle berniat memberi kecupan terakhir di pipi kiri pria itu lagi tetapi Ronan dengan cepat menoleh. Arielle sudah mengantisipasi dengan meletakkan telapak tangannya pada bibir pria itu sehingga saat wajah Ronan mendekat, bibir pria itu hanya bisa mengecup telapak tangan Arielle.

Ronan mengerutkan kedua alisnya merasa kesempatannya untuk mengecup bibir gadis itu hilang begitu saja. Arielle terkekeh pelan membuat Ronan semakin kesal. Ia ingin menghukum gadis itu sebentar…

Ronan mendorong telapak tangan Arielle dengan wajahnya sehingga kini bibir keduanya hanya dipisahkan oleh telapak tangan Arielle. Ronan perlahan menjulurkan lidahnya dan menjilati telapak tangan gadis itu membuat Arielle membelalakkan matanya terkejut.

"Yang Mulia?" panggil Arielle berbisik karena jarak wajah keduanya sangatlah dekat.

Ronan tak memperdulikan panggilan Arielle barusan. Kini tangannya meraih tangan Arielle untuk tetap berada di tempat. Ronan memejamkan matanya membayangkan telapak tangan yang dicumbunya itu adalah bibir Arielle. Sesekali Ronan memberikan gigitan kecil.

Arielle terlalu terkejut untuk bergerak. Ia tak tahu harus melakukan apa. Telapak tangannya terasa panas dan basah. Meskipun begitu ia tak bisa membohongi debaran jantungnya.

Wajahnya merah padam. Ia tak tahu sensasi apa yang tengah ia rasakan saat ini tetapi tubuhnya terasa hangat. Ini semua terlalu baru baginya. Ia ingin mendorong tubuh pria itu. Namun sebagian dirinya meminta agar Ronan tak pergi menjauh.

"Yang… Mulia…" panggil Arielle sedikit mendesah.

Mendengar itu Ronan membuka sedikit matanya dan mendapati Arielle begitu merona dengan tatapan yang sayu. Ia kembali memejamkan matanya dan menggigit telapak tangan itu menyalurkan hasratnya yang tertahan.

Ronan tak tahu apa yang terjadi. Ikatan di antara keduanya seperti berada di luar batas akal sehat. Sesuatu yang magis dan lebih kuat terus mendorong Ronan untuk selalu mendekap Arielle. Ini terasa sangat benar. Ia memiliki banyak pengalaman dengan wanita di masa lalu namun tak ada yang membuatnya kecanduan seperti ini.

Satu yang Ronan tahu… Arielle harus menjadi miliknya. Apa pun yang terjadi.

"Milikku. Kau adalah milikku," ujar Ronan dengan geraman.

Ronan terus mencumbu telapak tangan Arielle hingga pintu kamar Arielle diketuk dari luar. Pria itu sedikit terengah saat melepaskan tangan Arielle dari bibirnya.

Ronan ikut merona melihat wajah Arielle yang memerah. Ronan ingin bibir itu. Wajahnya lebih didekatkan namun ketukan tadi kembali terdengar membuat Ronan membatalkan niatnya.

Niat awalnya menggoda gadis itu justru membuatnya kehilangan kontrol akan dirinya. Ronan mengecup pipi Arielle pelan. Ia merasa bersalah karena membuat Arielle tak nyaman.

"Maaf, jika aku sudah berlebihan," katanya pelan.

Arielle tak membalas, ia masih terlalu bingung dengan apa yang terjadi. Ini adalah hal teraneh yang pernah ia lakukan. Jantungnya berdebar sangat cepat. Wajahnya terasa panas dan entah kenapa ia jadi malu diperhatikan lekat oleh pria di depannya.

Ronan bangkit dan mengeluarkan sapu tangan putih dari sakunya. Ia mengusap telapak tangan gadis itu. Terlihat jelas bekas gigitannya di sana.

"Aku akan menyuruh William membawa keluarga kelinci itu kemari. Sekarang, hangatkan tubuhmu terlebih dahulu."

Ronan mengusap pipi Arielle yang memerah. Ia meraih topengnya yang sempat ia buang begitu saja kemudian dikenakannya kembali. Ronan pun meninggalkan Arielle seorang diri. Gadis itu segera menghembuskan nafas panjang merasa lega. Dipegang dadanya yang berdetak dengan ritme cepat.

"Apa yang terjadi?" tanya Arielle terkejut.

Ia melihat telapak tangannya dan terdapat bekas gigitan di sana. Lagi-lagi wajahnya memanas mengingat apa yang Rona lakukan. Ia menggenggam sapu tangan milik Ronan erat saat pintu kamar terbuka. Arielle tersenyum menyambut Tania untuk menutupi kegugupannya.

Tania datang dengan membawa troli makan malam untuk Arielle. Ia sedikit khawatir melihat wajah merah gadis itu.

"Tuan Putri, apa Anda terserang demam?"

"Aku? Kurasa tidak," jawab Arielle.

Tania yang khawatir mendekat dan meletakkan telapak tangannya pada leher Arielle. Gadis itu memang terasa hangat. Mungkin ini akibat dari bermain salju?

Tadi Lucas bilang bahwa sebelum kembali ke istana, Arielle bermain salju hingga membasahi seluruh pakaiannya.

Tania juga sempat melihat Arielle yang menggigil kedinginan di gendongan sang raja tadi.

"Anda harus segera mengganti pakaian, Anda."

Arielle memilih diam membiarkan Tania melakukan apa pun itu. Mulai membantunya mengganti pakaian yang lebih hangat, menambah kayu bakar di perapian hingga membasuh wajah Arielle dengan air hangat. Ia tidak ingin majikannya terkena demam.

"Bagaimana bisa Anda bermain salju di sini? Suasananya saja sudah sangat dingin," ujar Tania sambil menyiapkan makan malam untuk sang putri.

"Aku tidak bermain salju," balas Arielle membela dirinya.

"Lalu?"

Arielle bangkit meninggalkan selimutnya yang hangat. Ia mengitari ruang kamarnya dan berjalan ke arah gorden dekat jendela kaca. Ia berjongkok di pojok ruangan dan mengangkat sebuah kelinci berbulu putih seputih salju.

Tania tak bisa berkata-kata, ia meletakan kedua tangannya di pinggang membuat Arielle tertawa melihatnya.

"Anda mengambil hewan untuk dirawat lagi?" tanya Tania.

Arielle mengangguk dan menciumi hewan berbulu itu dengan gemas.

"Ini adalah kebiasaan buruk Anda, suka mengambil sembarang hewan untuk dirawat."

Arielle tidak bisa membantah karena itu adalah kenyataan. Saat dirinya ingin berbalik membawa si kelinci, Arielle melihat keramaian di taman istana Whitethorn. Arielle pun membuka pintu balkon, membuat Tania terkejut. Wanita itu segera mengambil mantel tebal milik sang putri.

Di taman istana Whitethorn beberapa ksatria tengah berlarian mengejar bulatan bebulu warna putih mirip kelinci yang berada di gendongannya. Di dekat air mancur berdiri sang raja yang sama sekali tak berniat membantu.

Arielle menggigit bibirnya menahan tawa melihat William yang terjungkal ke dalam tumpukan salju. Ia jadi teringat dirinya tadi.

Ronan sama sekali tampak tak terkesan atau berniat membantu. William pun bangkit kemudian menoleh ke arah Ronan yang melengos seakan-akan tak melihat William yang baru terjatuh. Seorang ksatria berhasil menangkap salah satu anak kelinci dan diletakkanya di sebuah keranjang di dekat kaki sang raja.

William mendongak ke arah balkon kamar Putri Arielle dan mendapati sang putri tengah berdiri menggendong satu ekor kelinci lain di balkonnya.

Ronan mengikuti arah pandang William. Ia melihat Tania keluar tergesa-gesa untuk memasangkan mantel kepada gadis itu. Meski dari jarak yang cukup jauh, ia tahu Arielle tengah melihat ke arahnya. Gadis itu menunduk hormat kemudian masuk ke dalam kamarnya.

"Bukankah tahun lalu Anda menyuruhku membuang mereka ke hutan?" tanya William yang merasa kesal harus menangkap para kelinci yang melompat gesit.

"Aku tidak suka ditanya. Lakukan saja apa yang aku perintahkan."

William mencebik kesal.

"Ya ya ya, Yang Mulia," gerutunya.