"Yellen!!" Teriak seorang wanita, menggoyang-goyangkan tubuh putrinya yang masih terlelap dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh.
"Emmh.." sahut Yellen membalikan badan menjadi memunggungi Siska.
Sudah mulai gemas dengan sikap putrinya yang pemalas, dengan jahil Siska mengkelitiki pingganya membuat Yellen repleks memundurkan tubuhnya.
Brukkkk
Awwwww ringis Yellen mengusap pinggulnya yang sakit.
"Mami..." keluh Yellen mengkerucutkan bibirnya kesal.
"Apa?!" balas Siska tenang sambil bersedekap.
"Sakit tahu!. Bagaimana kalau pinggangku retak, lalu aku masuk rumah sakit. Terus Mami nanti cemas, dan bersedih karena aku sakit." cerocos Yellen membuat Siska menautkan sebelah halis.
"Lihat jam. Mau jam berapa kamu sholat subuh?" Tunjuk Siska ke arah jam.
Kepala Yellen menoleh ke arah jam. Spontan matanya langsung membulat.
"Mami!.kenapa tidak membangunkan ku dari tadi." panik Yellen langsung berlari ke kamar mandi, untuk mengambil wudhu.
Siska hanya menggeleng kecil melihat sikap putrinya.
"Entah dari mana sikap pemalasnya. Bahkan kamarnya, terlihat seperti kapal pecah." keluh Siska menepuk dahi, melihat sekeliling kamarnya yang tidak pernah tertata rapih.
"Dulu juga kamarmu seperti ini." sahut Haris dari belakang, sambil memegang dasi lalu menyodorkannya pada Siska.
Siska terdiam sejenak, kemudian membenarkan perkataan Haris.
"ahh..ya juga. Dulu kan aku paling malas bersihin kamar." setuju Siska terkekeh.
"Ternyata dia memang anakku." aku Siska kemudian tertawa.
"Kenapa mas berangkat pagi sekali?" Tanya Siska sambil memasangkan dahi ke leher Haris.
"Mas harus berangkat ke luar kota. Apalagi Azam kembali lagi ke Mesir, jadi kamu tahu sendiri lah?, Mas yang harus turun tangan."
Kepala Siska memangut-mangut.
"Seperti apa yah sekarang Aksa. Mungkin dia sangat tampan.." ucap Siska yang tiba-tiba teringat Aksa yang tidak lain putra Mayang.
Haris tertawa kecil membuat Siska jadi bingung.
"kenapa tertawa?" tanya Siska bingung.
"Tampannya seperti Azam. Sikap dinginnya seperti Mayang. Ramahnya seperti Azam, juga pintarnya seperti Mayang. Dan satu lagi, dia anak yang bijaksana seperti Azam dulu. Bahkan anaknya sangat teliti akan sesuatu seperti Mayang yang selalu seperti detective." jelas Haris membuat Siska terperangah karena kagum.
"Mereka memang pasangan yang cocok!" puji Siska gemas dengan kedua pasangan itu.
"Mamiii!!!!" teriak Yellen dari kamar mandi, membuat Siska dan Haris tersentak.
"Yellen!"
Haris segera berlari, kemudian mencoba membuka gagang pintu kamar mandi berkali-kali.
"Yellen!!, buka pintunya nak!!" Pinta Haris menggedor pintu beberapa kali dengan panik bahkan Siska sudah tidak kalah paniknya.
Brakkk
Pintu terbuka, karena Haris mendobraknya. Dengan panik mereka menghampiri Yellen yang sedang berdiri di pojok dinding dengan takut.
"Ada apa?!" Panik Haris melihat putrinya.
"Itu.." tunjuk Uellen ke arah kecoa yang ingin menghampiri Siska.
"Aaaaaaarrrrrrrrrgghhhhh." teriak Siska ikut menjerit. membuat wajah Haris Berubah masam.
"Ibu dan anak sama saja." batin Haris jengkel.
******
Di meja makan Aksa sedang duduk. Tatapannya masih fokus melihat makanannya, bahkan ia tidak berucap atau sekedar beranjak sebentar dari tempat duduknya.
"Aksa.." panggil Mayang melirik putranya lembut.
"Iya."
"Bagaimana dengan sekolah barumu?. Apa kamu suka?"
Aksa terdiam sebelum ia kembali membuka bibirnya.
"sekolahnya bagus." balas Aksa singkat.
"Kamu seperti ayahmu. Selalu menjawab singkat jelas dan padat." ucap Mayang terkekeh, sambil mengingat kenangannya dengan Azam.
"Aku berbeda dengan ayah." Bantah Aksa, tampa mengangkat wajahnya untuk melihat raut wajah ibunya yang terkejut.
"Kenapa kamu seperti membenci ayahmu sendiri?" Tanya Mayang pelan kemudian mendekati Aksa.
Dengan cepat Aksa berdiri.
"Karena Aksa bukan seperti ayah." tambahnya lagi membuat hati Mayang menohok sakit.
"Dia terlalu baik untuk kamu benci nak." sahut Mayang menatap putranya sedih.
Aksa memalingkan wajah ke arah lain.
"Ayah tidak pernah ada untuk Aksa." jujur Aksa menahan sakit di hatinya.
"Dia bekerja dan mengajar di sana nak!. Dia sedang memberi manfaat ilmu kepada semua orang. Harusnya kamu bangga." ucap Mayang memegang pundak putranya.
"Untuk apa memberi manfaat ke pada orang lain!. Sedangkan keluarganya saja yang membutuhkan kehadirannya, ayah tidak pernah ada." tutur Aksa kecewa.
Mayang tersentak, kembali menatap putranya pilu.
"Sudahlah Bu.., Aksa tidak ingin bertengkar dengan ibu, Aksa tak mau menyakiti hati ibu." pinta Aksa memohon.
"Kamu pikir. Membenci ayah juga tidak termasuk menyakiti ibu!"
Aksa bungkam "Aksa..ayah sangat menyayangimu, walau dia jarang bersama kita. Percayalah, hatinya selalu ada bersama kita." kata Mayang menjelaskan ke pada putranya secara perlahan.
"Sebaiknya aku berangkat sekolah." mencium punggung Mayang, kemudian berbalik.
"Assalamu'alaikum." alih Aksa memilih pamit pergi.
"Sikapnya terlalu sama seperti Azam." gumam Mayang menghela nafas berat.
*******
Gerbang sekolah sudah hampir tertutup, membuat Yellen cepat-cepat berlari untuk menghadangnya.
"Pakkkkkk....jangan tutup gerbangnya!!!" teriak Yellen berlari, dan
"Hap." dia bisa menahan pintu gerbang itu sebelum tertutup.
"Tolong bukakan gerbangnya pak." pinta Yellen memelas.
"Kamu sudah telat Yellen. Ini pelajaran buatmu, karena kamu sering telat masuk!" Tegur satpam kembali ingin Menutup gerbang.
"Tapi kan, tidak tiap hari aku telat!" Bela Yellen kesal.
"Pokonya kamu sudah telat titik." Teguh satpam tidak bisa di ganggu gugat.
"Assalamualaikum pak. Boleh saya masuk." salam seorang pria yang langsung di beri senyuman ramah satpam.
"Tentu saja, silahkan nak Aksa." sahut satpam sambil membuka pintu gerbang dengan senang.
Yellen melongo, hatinya sudah mendumel jengkel.
"Kalau begitu aku juga masuk!" Pinta Yellen tegas.
"Tidak bisa!" Tolak satpam kembali menutup gerbang.
Kaki Aksa melangkah melewati koridor sekolah. Semua orang sudah menatap Aksa dengan kagum, bahkan tidak banyak gadis sudah langsung meleleh melihat Aksa yang lewat.
Bagaimana tidak? di sekolah Aksa terkenal dengan ketampanan dan kecerdasannya. Semua kegiatan di sekolah ia ikuti, membuat hampir sebagian siswi, berlomba-lomba untuk masuk kegiatan sekolah hanya untuk bertemu Aksa.
"Dia sangat tampan." puji seorang wanita dengan gemas.
"Dia juga sangat pintar. Katanya di sekolah dulu, dia menjuarai lomba mate-matika se asia, dan dia mendapatkan juara satu. Bukankah itu keren!!" Sahut satu gadis lagi dengan heboh.
Tidak lama Yellen melewat. Dari tatapan kagum, wajah mereka berubah menjadi muram. Bahkan ada beberapa orang yang sudah berbisik-bisik dan itu membuat telinga Yellen jadi panas.
"Apa dia tidak gerah dengan baju panjangnya?"
"Kalau saranku, lebih baik dia pakai mukena aja sekalian. Kan sama-sama lebar, benar kan Shob?" Kata gadis itu membuat kedua sahabatnya tertawa.
Mendengar pembicaraan gadis yang sedang bergosip, Roy melirik Aksa yang tadi ikut duduk di sebelahnya.
"Menurut lo gimana Aksa!. Kalau menurut gue, Yellen itu berlebihan. padahal kan kita masih 3 SMA, harusnya dia lebih banyak bergaul, dan kurangin dikit dalam hal pakaianya yang terlihat gerah itu." kata Roy yang kebetulan sedang duduk dekat Aksa.
Aksa diam enggan menjawab. Ia lebih memilih memejamkan mata sambil bersedekap, kakinya di silangkan untuk mendapatkan kenyamanan duduk.
"Lo itu tidur yah!" Tegur Roy karena Aksa tidak merespon ucapannya.
Terdengar helaan nafas berat.
"Lo lagi bicarain orang?" Tanya Aksa melirik Roy.