Bab 3 Pesona Sang Duda
Pria dengan jenggot tipis, bertubuh atletis, rahang tegas dan matanya yang jernih sedang menatap hamparan kota di atas balkon apartemennya dengan cuaca yang mendung. Di dekatnya ada meja yang menumpuk beberapa map dan laptop berisi beberapa laporan perkembangan serta kemajuan hotel yang akan segera dikelolanya. Juga ada halaman tentang riwayat hidup karyawan yang bekerja di hotelnya. Seorang karyawati yang bekerja di restoran hotelnya, yang bayangannya selalu menghantuinya. Zelin Maheswari.
"Mengapa wanita itu selalu hadir dalam mimpiku?" Pria itu terus saja memandang jauh kedepan, dengan jari yang dia ketuk-ketuk di tiang balkon.
"David, kamu sedang apa di luar sana?" Suara itu membuyarkan lamunan, segera David menoleh.
"Sedang apa kamu di sini?" Pria itu menatap sinis tak suka dengan kehadiran wanita yang kini hadir di hadapannya.
Wanita itu Friska, wanita yang membuat hatinya David hancur berantakan. Meninggalkan David demi seorang pria kaya raya, yang kekayaannya tidak akan habis selama tujuh turunan dan tanjakan.
"Kudengar kamu sudah berhasil meraih omset besar dari hotel! Berarti kamu tidak jadi bangkrut?" Friska mendekati David.
"Bukan urusanmu," ketus nya.
Friska tidak menggubris perkataan David yang ketus padanya. "Ya, memang. Tapi, bukankah kamu masih mencintaiku?" Wanita yang tengah memakai blazer seksi itu menyentuh tubuh mantan suaminya.
David memang sangat mencintainya. Hampir dibutakan oleh cinta itu sendiri. Terlalu berlebihan saat mencintai Friska. Dua tahun dilalui David dengan kehancurannya sendiri. Bukan karena cintanya tak terbalas. Mereka pernah saling mencintai dan menikah hampir 10 tahun. Namun, Friska sendiri memiliki ego dan jatuh cinta dengan pria lain. Akhirnya mereka bercerai meskipun David merasa berat untuk berpisah. David sendiri adalah pria yang jika sudah jatuh cinta, ia akan setia bahkan katakanlah bucin.
"Sudah lewat," ucap David yang berjalan melewati mantan istrinya.
Friska merasa kaget sendiri, melihat sikap David yang pada akhirnya berubah. Wanita itu memiliki intuisi kuat kepada sang mantan suami.
"Benarkah itu? Bagus. Berarti kamu sudah move on dariku." Friska tersenyum saat mengatakannya. Tidak ada benci atau dendam apalagi sakit hati. "Apa dia cantik?"
David menoleh, "jangan ikut campur, Friska."
Friska mengedikan bahunya. "Aku hanya ingin tahu saja. Wanita mana yang mampu mendobrak pintu hatimu untuk menggantikan kehadiranku di dalam sini." Menunjuk dada David sampai menyentuhnya.
David hanya menghela nafas berat. Bagaimanapun hubungan pasangan mantan suami dan istri itu memang selalu akan baik-baik saja. Terlebih hubungan mereka memang merupakan ada ikatan lain sejak kecil. Persahabatan. Menikah selain karena cinta, yang paling utama adalah bisnis.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu. Nanti juga kamu akan cerita sendiri. Oya, aku hanya mau bilang kalau aku akan ikut suamiku ke Amerika. Urusan bisnis. Jangan kangen ya." Friska mengedipkan satu matanya dan mereka tersenyum.
"Hati-hati dan salam untuk suamimu." David lega karena pada akhirnya hatinya bisa berpaling dari Friska. Kini ada jalan baru yang harus ia lalui.
Setelah beberapa menit Friska pergi dari apartemen mewah milik David. Barulah ia sadar kalau hari ini adalah hari pertamanya bekerja menjadi CEO hotel di bawah naungan Grey Tower milik sang ayah.
"Aku akan bertemu dengannya hari ini," ucapnya yakin.
💘💘
Zelin berjalan seperti biasa saat memasuki lobby hotel. Ia juga sudah mendengar kalau akan datang CEO baru di hotel tersebut. Semua karyawan sudah siap dan berbaris dari semua divisi. Termasuk Zelin.
"Kamu kemana aja sih, hampir telat tahu," ucap Robi sang koki yang memang sangat peduli pada Zelin seperti anaknya sendiri.
"Macet, Pak. Tahu kan ini Jakarta." Zelin menjawabnya dengan santai. Sambil merapikan rambut juga apron yang ia kenakan.
"Kalau tahu Jakarta macet, berangkat lebih awal."
Zelin memutar bola matanya. "Pak, kita hanya akan kedatangan CEO ya, bukan presiden."
"Ya… tapi tetap aja, CEO itu presiden kita di tempat kerja." Robi memang senang sekali mengganggu Zelin.
Zelin sendiri sejak awal masuk kerja memang dekat dengan Robi. Bahkan Zelin menganggap Robi seperti ayahnya sendiri. Bukan hanya dengan Zelin. Robi memang baik dengan siapapun.
Waktu terus berjalan, tapi belum ada tanda-tanda kalau CEO baru akan segera tiba. Semua orang berbisik termasuk Zelin dengan Robi.
"Telat? Nggak bisa buat contoh yang baik," sindir Zelin.
"Ssshh… jangan ngomong sembarangan nanti nyesel."
"Faktanya gitu, Pak. Harusnya CEO itu bisa menjadi panutan untuk para karyawan. Dia itu kan wajah perusahaan, yang mengurus semua keputusan yang ada pada hotel ini. Kalau hari pertama aja dia udah telat, gimana bisa jadi panutan. Bisa-bisa hotel ini ruwet," bisik Zelin.
Robi memukul bahu Zelin pelan. "Udah dibilang jangan sembarangan. Kamu itu karyawan baru. Ya… yang kamu bicarakan itu memang ada benarnya. Tapi, kita tidak boleh berpikir jelek dulu. Siapa tahu ada kendala saat di jalan. Semua itu bisa aja terjadi," bisik Robi kepada Zelin.
"Kamu juga belum tahu kan, sebelum kamu masuk kesini, hotel ini hampir kolaps. Hotel ini adalah anak naungan dari Grey Tower. Tahu kan? Pengusaha yang tersohor yang duitnya gak berseri. Rumor yang beredar, anaknya Pak Grey itu yang akan menjabat langsung sebagai CEO."
Mendengar perkataan Robi membuat Zelin merasakan deJavu.
"Salah satu direktur grey tower menyelewengkan uang perusahaan. Dan katanya nggak dipecat tapi dicopot jabatannya dan berakhir menjadi karyawan biasa. Bersyukur lah orang itu. Udah buat ulah, masih diterima di perusahaan. Meskipun turun jabatan. Kalau aku jadi orang itu mending keluar. Karena malu kalau terus ada di perusahaan." Robi mendecak kesal dengan ucapannya sendiri.
Entah mengapa jantung Zelin berdebar dan telapak tangannya basah. Padahal hujan baru saja turun dengan begitu derasnya. Ada perasaan tidak enak yang ia rasakan. Sepertinya akan terjadi sesuatu, tapi entah apa. Ia pun gelisah sendiri jadinya.
Saat Zelin sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tibalah rombongan para petinggi hotel tersebut. Paling depan ada dua bodyguard, karena memakai setelan jas namun di telinganya memakai earphone. Lalu di belakangnya pria yang juga memakai jas namun lebih rapi dan elegan. Di sisi kanannya ada seorang pria berkacamata yang diduga sekretaris karena membawa banyak dokumen di tangannya. Dan di belakangnya ada seseorang yang sangat tidak asing bagi mata Zelin.
Pria itu tersenyum saat melewati Zelin dan Robi. Namun setelah itu memasang tampang cool lagi saat sudah melewati mereka berdua.
"Itu CEO baru kita. Tamu 905," bisik Robi pada Zelin.
Robi bingung karena Zelin tidak menanggapinya. Dan saat itulah Robi ikut melihat arah pandangan yang membuat tatapan mata Zelin sulit berpaling. Namun, Robi merasakan kalau itu bukan hal baik. Terlihat dari wajah Zelin yang tidak nyaman dan gelisah.
"Siapa pria itu?" Robi kembali berbisik pada Zelin saat melihat pria yang ikut iring-iringan para petinggi hotel namun di bagian paling belakang.
"Mantan suamiku."
"Oh, mantan." Robi menanggapi dengan santai. Namun beberapa detik kemudian dia tersadar. "APA?! MANTAN SUAMI?"
----Bersambung----