Seorang gadis tengah meraung pilu akibat siksaan dari seorang lelaki paruh baya dan dua anaknya.
"Tolong!"
Plak!
"Tidak akan ada yang menolongmu, bodoh. Hari ini adalah awal kehancuranmu, Maria!" ucap pria paruh baya tersebut yang sukses mengundang tawa dari kedua anaknya.
Maria, nama yang sangat indah, tapi sayangnya kehidupannya tak seindah nama tersebut. Lahir dari rahim wanita malam yang sering menjajakan tubuhnya, hingga Maria mendapat tekanan batin sejak kecil.
Bahkan, Maria sama sekali tak tahu wujud dari ayahnya sendiri. Dia lahir tanpa seorang ayah lantaran sang ibu juga bingung benih lelaki mana yang ia kandung. Sebab, ibu dari Maria sudah banyak kali melakukan hubungan badan sampai dia kecolongan dan lahirlah Maria.
"Maria, si anak haram yang sudah hidup di dunia selama delapan belas tahun. Hidupmu itu seperti sampah, Maria!" maki seorang gadis glamour yang seumuran dengan Maria.
"Aku bukan sampah ...,"
Plak!
Satu tamparan kembali dirasakan oleh Maria. Bahkan, kedua sudut bibirnya sudah mengeluarkan darah akibat brutalnya penyiksaan dirinya.
"Sampah dan anak haram. Julukan itu cocok untuk dirimu. Gara-gara ibumu yang murahan itu, Mamaku anfal. Aku tak akan membiarkanmu hidup!" teriak perempuan muda tadi sembari menjambak rambut Maria.
Air Mata Maria sejak tadi turun dengan derasnya. Hanya ada rasa sakit yang mendera di seluruh syaraf tubuh lemah itu.
"Jangan menjelekkan ibuku. Kamu bisa menghinaku sedemikian rupa, tapi jangan ibuku," sendu Maria.
Gadis itu tak rela jika ibunya yang selama ini berusaha menghidupi dirinya, dihina sedemikian rupa.
Ibunya memang seorang pelacur, tapi Maria tetap menyayanginya. Hanya sang ibu satu-satunya orang yang dia punya di dunia ini.
"Tanpa aku jelekkan, ibumu memang sudah jelek, Maria. Pelacur yang bergonta-ganti pasangan. Apa kamu tidak takut terkena penyakin yang di bawa oleh ibumu?" sinis perempuan itu sembari menjambak kasar rambut Maria.
Maria hendak melawan, tapi juga percumam tenaganya tak sebanding dengan tenaga ketiga orang yang menyiksanya ini. Maria lemah, butuh pertolongan.
"Kenapa tidak sekalian menjadikan dia seperti ibunya?" Suara serak dari seorang lelaki tampan membuat semua atensi mata mengarah padanya.
Dia adalah Edwin, anak sulung dari seorang pria paruh baya yang sejak tadi menyiksa fisik dan psikis Maria.
"Benar, Kak. Toh juga buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya," komentar perempuan itu sembari menatap bengis ke arah Maria.
Maria hanya bisa menggeleng pelan dan berdoa di dalam hati. Semoga ada seseorang yang bisa menolong dan membawa ia pergi dari gudang tempatnya disiksa.
"Bagus juga idemu, Ed. Untuk Clara, kamu pergi dulu ke rumah sakit, jaga Mama. Biarkan jalang kecil ini kami yang urus!"
Gadis yang bernama Clara tersebut langsung menuruti ucapan sang ayah. Ia pergi tanpa pamit. Namun, sebelum benar-benar berlalu, ia menyempatkan diri untuk meludah ke arah Maria.
"Dasar jalang sialan!" umpat Clara, kemudian berlalu begitu saja.
Setelah kepergian Clara, dua lelaki yang berbeda generasi itu lantas saling melempar seringaian tajam.
"Biar aku yang mengambil keperawanannya, Pa!" ucap Edwin membuat pria paruh baya di sampingnya mengangguk dalam.
"T-tidak. Jangan lakukan itu!" jerit Maria ketakutan.
Dengan tenaga yang masih tersisa, Maria mulai bangkit dan mencoba lari.
Bruk!
"Akh ... sakit!"
Edwin tersenyum culas ketika berhasil menarik kaki Maria hingga sang empu terjatuh tengkurap di lantai.
"Mau pergi ke mana? Aku belum mencicipi tubuh jalangmu itu!"
Edwin membalikkan paksa tubuh lemah Maria. Sang empu berusaha menendang apa saja, tapi sayangnya tak berhasil.
"Diam!"
Bugh!
Bugh!
Plak!
Beberapa pukulan dan tamparan telah Edwin layangkan hingga tubuh Maria benar-benar tak berdaya.
"Please, jangan lakukan itu. A-aku tahu kalau kamu lelaki baik," lirih Maria yang sudah tak bisa bergerak lagi.
Sayangnya, Edwin justru tersenyum miring dan mulai menarik kasar dress yang Maria kenakan hingga terkoyak.
Bunyi kancing yang terlepas dari kancingnya pun begitu terdengar jelas di sepenjuru gudang tersebut. Kancing tersebut berceceran di lantai.
"Tubuhmu sangat menggiurkan. Sangat cocok untuk julukanmu sebagai jalang!" komentar Edwin yang mulai membuka pakaiannya sendiri.
Maria menggeleng lirih ketika melihat sosok Edwin yang siap mengoyak keperawanannya.
"Aku akan membantu memegang tangan jalang ini!" ucap sang ayah membuat Edwin mengangguk.
Maria menangis histeris saat merasakan benda tumpul yang dipaksa memasuki intinya dan ....
"Akh ... sakit!" lolong Maria panjang dan mulai saat itu dirinya resmi sepenuhnya menjadi seorang wanita.
Maria dipaksa melayani nafsu bejat dari dua lelaki yang berbeda generasi hingga pagi menjelang.
"Aku benar-benar puas merasakan tubuh jalang ini," ucap pria paruh baya itu sembari menyalakan puntung rokok.
Sementara Edwin masih bermain dengan tubuh Maria. Maria sendiri sudah tak sadarkan diri dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
"Apa tidak dibunuh saja wanita ini?" tanya Edwin kepada ayahnya.
"Tidak perlu. Papa yakin, jika dia nanti akan bunuh diri. Kita tak perlu mengotori tangan untuk melakukan hal itu," balas sang ayah.
Beberapa saat kemudian, Edwin sudah menuntaskan nafsunya. Dia bahkan memberi cambukan beberapa kali di punggung Maria setelah mengenakan kembali pakaiannya.
Sementara Maria dibiarkan begitu saja tanpa ada kain yang menutupi tubuh polosnya.
"Dia cantik, tapi sayang, harus menanggung keburukan ibunya!" gumam Edwin ketika melihat wajah Maria yang posisinya tengah miring ke kanan.
"Gunting rambut panjangnya, Ed!" seru sang ayah sembari melempar gunting ke arah Edwin berada.
Edwin menerima dan mulai memangkas kasar rambut Maria hingga pendek sebahu. Keduanya lantas tertawa puas ketika melihat kondisi Maria yang mulai jauh dari kata sempurna.
"Apalagi, Pa? Aku benar-benar ingin membuatnya menderita hingga dia tak ingin hidup lagi," celutuk Edwin.
Sang ayah berjalan mendekat dan mengamati kondisi tubuh Maria.
"Ikat dia di tiang pinggir jalan. Siapa tau akan ada banyak lelaki yang akan memakai dirinya!"
"Ide bagus, Pa," ucap Edwin mulai mengangkat tubuh ringkih tersebut dan membawa keluar dari gudang itu.
Setelah selesai mengikat tubuh Maria, wanita itu langsung ditinggalkan begitu saja dalam keadaan mengenaskan.
Dua lelaki brengsek itu sangat gembira melihat Maria menderita.
"Selamat tinggal jalang kecil. Nikmati detik-detik kematianmu itu!"
Edwin mulai mengendarai mobil sportnya bersama sang ayah. Keduanya akan kembali ke mansion untuk membersihkan diri sebelum pergi ke rumah sakit.
Sementara di sisi lain, mata Maria mulai mengerjap pelan. Kepalanya sangat pusing dan pandangannya sedikit mengabur. Seluruh tubuhnya terasa remuk, hingga menangis pun sudah tak bisa mengeluarka air mata.
'Mama, aku ingin pulang. Tuhan, ini sakit sekali!' teriak batin Maria.
Seketika, mata wanita itu menajam. Urat-urat di tubuhnya menegang hebat. Rasa sakit ini tak akan pernah dia lupakan.
"A-aku bersumpah ... akan membuat kalian menderita setelah ini. Itu janjiku!"