"Pak?" panggil Lavina menundukkan kepala untuk meniti wajah Gyan yang menghindari pandangannya.
Bibir gadis itu mengerucut, alisnya pun mengerut tidak mengerti apa yang dilakukan oleh Gyan yang mengajaknya berbicara empat mata usai misa. Sudah lima belas menit berlalu, tapi tak satupun kata keluar dari mulutnya justru bising kendaraan yang menjadi pemecah keheningan di antara mereka. Meskipun di parkiran depan bangunan gereja masih ramai dengan mobil dan motor para jemaat, namun Lavina ingin sekali pulang untuk meratapi kelanjutan nasibnya di bar.
"Kalau enggak ada yang dibicarakan, saya mau pulang, Pak," pamit Lavina. "Kasian tante Meili nungguin."
"Mereka udah pulang duluan!" seru Gyan saat Lavina hendak pergi.