"Maaf ya, Pak."
Lavina membuang ingus dengan tisu, mengabaikan ekspresi datar Gyan. Seharian ini dia puas menangis seraya menonton sepuluh film horor dari berbagai negara. Tiga tumpuk mangkok mi instan masih tergeletak di depan televisi bersama satu ceret air dan gelas bermotif bunga. Gyan yang melihat Lavina melampiaskan kesedihannya dengan cara 'aneh' hanya bisa menggeleng.
"Kamu pikir dengan menangis bisa mengembalikan semuanya? Patah hati juga enggak bikin kamu mati, Lavina!" olok Gyan membuat gadis itu semakin mencucurkan air mata. "Mana pakaian saya?"
Gadis yang hidungnya sudah memerah bak tomat baru masak di pohon menggeleng pelan. "Boro-boro saya nyuci, Pak. Yang ada saya cuma makan, tidur, nangis, makan, tidur, nangis."
