Suasana begitu canggung jika harus bertemu wanita paruh baya yang mengenakan baju batik. Di meja kayu berbentuk lingkaran dengan suasana outdoor hotel yang diterpa angin sepoi-sepoi ini, masih saja membuat atmosfernya panas. Tapi, penampilan rambut hitam yang diurai tak menampakkan bahwa wanita itu sudah berumur setengah abad lebih. Pulasan lipstik burgundy menghiasi bibirnya kini melempar senyum ke arah gadis yang terlihat kebingungan.
Sementara sang anak lelaki yang jarang pulang ke Surabaya, duduk agak berjauhan dengan Lavina, berharap tidak menerima barisan pertanyaan yang mungkin sedang dirangkai oleh ibunya. Tapi, melihat ekspresi bahagia seperti bunga Tabebuya, membuat Gyan sudah menafsirkan apa yang akan terjadi.
"Sudah berapa lama?" tanya Meili--ibu Gyan--seraya menopang dagunya meniti garis wajah Lavina. "Gimana caranya kamu bisa mencairkan kutub es ini?"
