Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 84 - MENGINAP

Chapter 84 - MENGINAP

Raave segera bangkit. Melepas jas. Menggulung lengan kemeja, sambil melangkah ke toilet. Ia cuci mukanya. Sesekali bercermin. Wajahnya memerah. Namun tak terlalu tampak, setelah membasuh muka lagi.

Segera keluar dari toilet, mengeringkan muka dan tangan. Kembali memakai jas. Lelaki itu menyugar rambutnya dengan jari. Ia rapikan lagi kemeja dan dasi. Segar dan menawan. Ia tatap Gio. Sambil menyimpan ponsel di saku jas, "Meeting Bagian KEuangan?"

"Yes, Sir!"jawab Gio. Ia tenteng notebook sang Boss dan beberapa berkas. Sementara Raave sudah membuka pintu ruangan. Gio mengikuti dengan sedikit berlari.

Kediaman Pranaja

"Nona Sera, Anda bekerja di rumah ini, sudah berapa lama?"tanya Aira. Sera memijati tangannya.

Gadis itu tersenyum, "Baru dua tahun, Nona Aira. Panggil saja nama saya, Nona. Saya hanya Asisten di sini."

Aira tersenyum, "Memangnya kenapa kalau kupanggil Nona Sera?"

"Terlalu sopan. Saya sungkan. Saya baru di sini, sebelumnya Ibu saya yang jadi Kepala Asisten di sini, Nona. Namun yaa.. Dua tahun lalu pensiun. Saya penggantinya."cerita Sera.

"Oh begitu. Berarti nanti kamu juga akan jadi Kepala Asisten di sini juga?"tebak Aira.

"Ah, jika saya memenuhi kualifikasinya. Karena syaratnya benar-benar berat, Nona." Sera menunduk.

Aira mengusap lengan gadis muda itu, "Kamu harus semangat!! Jangan menyerah, dulu Ibumu bisa, kenapa kamu tidak..!!" Ia menyemangati.

"Terima kasih, Nona." Sera mengusap mata yang tergenang. "Nona, Sebelumnya Mr Raave tak pernah, hingga membawa seorang gadis ke sini. Maksudnya, ditempatkan di kamar ini. Juga meminta seluruh asisten menjaga dan merawat. Nona Aira ini pasti sangat istimewa di mata Tuan Raave." Sera berseloroh. Tersenyum senang ke arah Aira.

Aira menunduk sekilas. "Aku hanya sekedar dekat saja, Sera."

"Ah, mana mungkin dekat sampai begini, Nona. Lagipula, Anda juga sudah pernah masuk ke kamar Tuan kan. Setahu saya, dulu pernah ada gadis yang hampir masuk kamar Tuan, dia marah besar."cerita Sera bersemangat.

"Oh begitu, benarkah?" Aira berpura-pura terkejut. Ia juga tahu itu, sebenarnya. Memang dia seorang, yang pernah masuk dan tidur di ranjang Raave. Dua kali.

"Iya..! Nona Aira kalau menurut saya, kekasih Mr Raave. Benar begitu, kan?" Sera menggoda Aira.

Aira tersipu malu. Mengulas senyum simpul. "Kamu ini, bisa saja Ser..! Sudah, aku ingin tidur sebentar." Ia alihkan pembicaraan, menutupi kegugupan dan malu.

"Ah, Anda malu, Nona. Hehe.. Baiklah, saya akan temani di sini." Sera sedikit terkekeh geli.

Aira merem begitu saja. mungkin pengaruh obat. Pulas dan nyaman rasanya.

Beruntungnya, rumah Raave yang lebih mirip istana ini sedang tak ada penghuninya. Jika tidak, Ia tak akan mau dirawat di sini. Mau ditaruh dimana mukanya.

Sorenya..

Raave keluar dari mobil dengan membanting pintu. Setengah berlari ke lift. Hanya satu tujuannya. Kamar Aira. Sambil membuka jas dan dasi, lelaki tampan itu melangkah pelan ke kamar di sebelah kamarnya.

Ia dorong pintu perlahan, usai mengaktifkan Sistem lewat ponsel.

Sera merebahkan kepala di samping Aira yang terlelap.

Raave duduk di sisi lain ranjang. Ia usap kepala sang gadis.

Sera yang tahu Tuannya datang, segera bangun. Ia tatap Aira. "Nona masih tidur, Tuan."ujarnya.

"Hm. Baru saja?"tanya Raave.

"Tadi habis ngobrol sama saya. Siang tadi."jawab Sera apa adanya.

Raave sedikit kaget. "Dari siang? Jam berapa??"

"Ehm, habis makan siang kok tadi. Sekitar jam 11an lebih ,Tuan." Sera mengingat.

Raave melirik jam. "Ini jam 5 sore. Lama juga." Tatapannya khawatir. Ia coba bangunkan gadis itu. Ia tepuk lembut pipinya. "Ai.. Aira..!"panggilnya agak keras. "Bangunkan dia, Sera!!" Ia perintahkan Asistennya ikut membangunkan sang gadis.

Sera mengguncang pelan tubuh Aira. Namun gadis itu tak bangun juga.

Raave mulai panik, pun Sera. Ia tak mengerti. Menurutnya bagus bagus saja, sang Nona tidur dalam waktu lama.

Lelaki itu sampai mengangkat separuh tubuh Aira. "Aira..!!"panggilnya semakin lantang.

Kecupan bertubi-tubi didaratkannya pada pipi, bibir dan dahi Aira. Berharap gadis itu bangun. Tak peduli pada sang asisten, yang memandanginya khawatir sekaligus kagum.

Aira mulai membuka mata perlahan, mengerjap. Sang lelaki yang sudah ditunggunya, yang pertama kali dilihat. memandanginya panik. "Raave..? Kamu kenapa?"tanyanya polos. Membelai wajah lelaki berjambang itu.

Raave bernafas panjang, lega. Selega-leganya. Ia tersenyum haru. "Aku baik saja. Kamu tidur dari siang tadi. Aku hanya khawatir."jawabnya, mengatur nafas. Membaringkan gadis itu lagi ke ranjang. Sera ijin keluar.

Aira bangun, duduk bersila menghadap Raave. "Aku sudah boleh pulang? nampaknya sudah membaik." ia berkata dengan sangat hati-hati. Terkadang, Raave tak bisa ditebak reaksinya.

Lelaki itu mendekat. "Kamu yakin, tak ingin lebih lama di sini??"suaranya dalam dan sedikit aneh.

Aira linglung sendiri. Ia tatap lelaki di hadapannya lekat. Tersenyum sungkan, "Aku tak ingin lebih merepotkanmu, juga Nona Sera."

Raave menjauh. "Hm. Besok. Biar diantar Luke, setelah sarapan, minum obat." seperti perintah untuk Aira.

Gadis itu mengangguk begitu saja. Seolah terhipnotis oleh manik mata hitam pekat sang lelaki tampan, yang begitu mengintimidasi.

"Good..! Aku mandi dulu!" Raave tersenyum, beranjak. Melangkah keluar dengan pandangan masih sesekali pada Aira.

Sementara si gadis masih berkutat dengan kelinglungannya. Namun akhirnya tersadar juga. "Dasar Raave..!"gumamnya pelan. Ia lirik ponsel. Beberapa pesan dari Zii. Heboh. Tak ada orang di rumah.

Aira terkekeh. Juga ada Bu Wina. Sudah akan pulang. Mungkin besok pagi atau sore. Kakaknya sudah membaik dan bagus kondisinya. Gadis itu mendesah lega. Memang merepotkan sekali jika Bu Wina pulang desa.

Ia jadi harus bermalam di kamar mewah luas ini. Aira memutar bola mata. Ia beranjak, menuju kamar mandi. Mencuci muka dan ganti baju. Malas mandi. Kebetulan Sera tadi menyiapkan kaos dan celana Rose.

Tapi...

Aira terbelalak. Kaosnya sangat pas, bisa dibilang ketat. Dan celananya. Gadis itu memanggil Sera, yang kebetulan sudah masuk ke kamarnya lagi.

"Ada apa, Nona Aira?"

"Sera, bisakah kamu carikan baju Kak Rose yang agak longgar dan celananya.. Oh GOD. Lihat. Ini sangat pendek sekali!" Aira menutupi paha mulusnya yang terpampang.

"Ini aslinya dipakai Nona Muda ga ketat, Nona Aira. Anda berisi soalnya. Maksud saya, Anda..."

"Gemuk.. Gitu??" Aira mendelik.

"Bukaaannn.. Anda montok. Jadi yaa.. Ketat." Sera menutup mulut, terkikik geli.

"Apaa..montok?? Oh terserah apa katamu, Ser. Please. Carikan aku baju lain!" Aira memohon.

Sera mengangguk, "Siap Nona!" bergegas keluar. Bertemu Raave di depan pintu.

Lelaki itu heran. Ia masuk, dan tak menemukan gadisnya dimanapun. "Ai..!!"panggilnya. Duduk di sofa.

"Ya, aku di kamar mandi."jawab Aira, berteriak.

"Kamu mandi?"tanya Raave.

"Tidak, malas! Ganti baju, sama cuci muka!"

"Oke." Raave menunggu sambil bermain ponsel. Sepuluh menit berlalu, Aira tak keluar juga, membuat Raave heran.

"Masih lama?"

"Maaf, aku sedang menunggu baju ganti dari Sera."

Raave mendekati kamar mandi. Mengetuk. "Kenapa? Tadi katanya sudah disiapkan untukmu. Baju Kak Rose"

"Terlalu pendek dan ketat, Raave!"jawab Aira lagi.

Raave terkekeh. "keluarlah! Coba kulihat!"

Aira mengumpat dalam hati, dirinya sendiri dan Sera yang terlalu lama. Ia keluar dengan hati hati.

Raave yang semula tergelak tanpa suara, seketika terdiam melihat gadisnya keluar. Ia melongo.

Tshirt ketat, perutnya hampir terlihat. Dada yang penuh dan seksi. Hot pant kain katun super pendek. Memamerkan paha mulus nan bersih. Ia menelan ludah berulang kali. Jantungnya memompa lebih kencang.

Aira yang malu, segera masuk lagi ke toilet. Mengunci pintu.

'Nampaknya, semua gadis yang pernah bersamaku, kalah oleh yang satu ini.' batin Raave resah. Mereka terlalu terobsesi punya body goals bak model Internasional. Tubuh yang cenderung agak kurus. Diet dan semacamnya.

Sedangkan Aira, Ia makan apa saja, ya, karena selain Ia sendiri sakit, yang butuh banyak nutrisi, gadis itu hanya membatasi tak makan terlalu banyak lemak. Dan mengimbangi makan buah dan sayur, saat terlalu banyak mengkonsumsi daging.

Menurut pengakuannya, ini malah agak kurus, dikarenakan Ia sering ambruk, beberapa waktu ini. Raave mengulas senyum takjub. Memandangi pintu toilet.

Sera datang. Segera masuk ke kamar mandi, menyerahkan pakaian untuk Aira.

Beberapa saat kemudian, Aira keluar, oblong nyaman, celena jeans selutut. Gadis itu tersenyum puas. Mengusapi oblongnya.

"Puas??" Raave menggodanya. Melipat tangan di depan dada. Tersenyum maut.

Aira mengangguk mantap. "Makasih banget ya, Sera."ucapnya senang. Menatap sang asisten.

Sera menunduk hormat dan tersenyum, "Sama-sama Nona. Saya permisi ya, Sudah ada Tuan." Ia melangkah keluar dari kamar.

Aira duduk di sisi Raave.

"Kamu masih lemas?"tanyanya meraba kening Aira.

"Tidak terlalu. Udah minum obat juga. Tinggal ngantuknya, hehe.."jawab gadis itu.

Raave terkekeh. "Jika besok pagi kamu masih juga tak bangun seperti tadi, maka kamu harus di sini lebih lama."bisiknya. Ia mendekat, mengecup bibir gadis itu dalam.

"Kok gitu??" Aira protes.

"Ini rumahku, terserah aku kan. Hm??!" Raave mengerling. Ia berdiri, menggandeng tangan Aira, mengajaknya keluar dari kamar.

Aira mendengus. "Mau kemana?"

"Kamu ingin kemana? Bosan kan di kamar terus?" Raave berjalan santai, tak peduli mata mata para asistennya yang mengekori sedemikian rupa.

Ia turun lewat lift. "Makan di luar? Atau jalan-jalan?" Raave memberikan opsi. Ia sampai di depan pintu masuk utama. Luke menunggu.

Sejujurnya, Aira hanya ingin santai, sambil nonton film, mengudap cemilan. Begitu saja, sederhana. Tak perlu keluar rumah.

Tapi Ia sangat tahu, bahwa semua itu bisa dilakukan hanya di kamar jika di rumah besar ini. Tinggal perintahkan asisten mengantarkan cemilan,minuman. semua peralatan nonton tv, Audio dan sejenisnya itu sudah tersedia di kamar yang ditempatinya.

"Terserah aja"jawab Aira akhirnya.

Raave membukakan pintu. Aira masuk, duduk nyaman di kursi mobil Raave yang begitu empuk. Sang lelaki duduk di sampingnya. Menggenggam tangannya.

Aira menyandarkan diri di pundak Raave yang lebar. Sekilas ia tengok, hari sudah gelap. Mau kemana malam begini?pikirnya. Jika wisata kuliner, ia akan menolak dengan halus. Gadis itu bersiap.

"Kemana, Sir?"tanya Luke.

Raave tersenyum, "Terserah kamu, Luke." Ia tatap Aira. "Brown sugar coffee? Jelly Ice? "tawarnya. Menyebutkan beberapa nama minuman kekinian, yang ia tahu.

Aira menegakkan kepala, "Boleh!"balasnya senang. Berbinar menatap Raave.

"Ditemani Roti Bakar toping apa saja??" Raave mengedipkan sebelah mata. Ia seolah mengerti, selera sang gadis. Pastilah mulutnya tak nyaman karena obat, jadi mungkin makan yang ringan, dan minum yang segar segar saja. Cari aman.

Aira mengangguk antusias.

"Hm, kau dengar Luke!!"ujar Raave. Ia belai pipi gadisnya, yang bersandar lagi.

Luke menoleh sekilas. "Siap Tuan dan Nyonya! Eh, maksudnya, Tuan dan Nona!"jawabnya terkikik geli.

Luke melaju kencang.

**