Rupanya sudah terdengar ke seluruh kota eksotik itu bahwa pejabat baru yang akan memimpin salah satu departeman pemerintah di kota itu memiliki anak perempuan yang cantik seperti bidadari. Kulitnya putih dan lembut, bibirnya merah seperti darah dan rambutnya yang sebahu menambah kecantikkannya. Bulu-bulu matanya juga lentik dan panjang. Semua terpesona jika melihatnya. Yohana yang duduk di sebelah gadis itu tak puas memandangi sosok di sebelahnya. Sebentar-bentar ia menatapi mulai dari rambut hingga kakinya.
Seumur hidup baru sekali ini Yohana melihat anak perempuan yang cantik. Hidungnya mancung, serta bibir yang indah, matanya bulat dan bersinar cemerlang. Yohana sering mengamati teman-teman sekolahnya yang cantik dan menarik, Ia memperhatikan cara berbicara, berjalan hingga tertawa. Kadang menjadi obsesi baginya ingin cantik, putih seperti itu. Kali ini seluruh perhatiannya tertuju pada teman sebangkunya. Kecantikkannya mengalahkan gadis-gadis pendatang yang ia perhatikan.
Terlebih nona pendatang yang ini sikapnya ramah, dan sering mengajaknya tertawa jika guru melakukan hal yang lucu. Tidak memandangnya sebagai makhluk unik. Yohana merasa nyaman duduk di sebelah nona pendatang. Bukan hanya Yohana yang penasaran dengan kecantikkan Sevia tapi teman-teman sekelas berbisik-bisik keheranan kok bisa anak secantik Sevia berada di kota kecil yang terpencil.
Sepulang sekolah kakak lelakinya menemuinya, "Vi, bilang sama Mama, Kakak ada acara dengan teman-teman Ya." Sevia hanya mengangguk, semua mata memandang mereka. Gadis-gadis terpesona pada kakak lelaki Sevia sedangkan yang siswa laki-laki takjub pada kecantikkan si nona pendatang. "Pasti ibu mereka sangat cantik sehingga anak-anaknya juga cantik dan tampan." Banyak yang berharap keajaiban bisa menjadi pacar.
"Deon kenalin adiknya dong." Teman-teman kakak lelaki Sevia ada yang berteriak sembari senyum dan melambaikan tangan. Deon hanya menoleh sekilas, tersenyum tipis. "Kenalan aja sendiri Bro, udah gede ini." Setelah menjawab Deon dan teman-temannya bergegas pergi. Mumpung Sevia berada di lorong sekolah, kakak-kakak kelas itu mengerubungi Sevia dan setengah memaksa menjabat tangan halus gadis itu.
Untunglah Bapak guru lewat dan membubarkan kakak-kakak kelas Sevia yang ingin berkenalan. "Sudah! Sudah! Kasihan sampai dirubungi begitu." Makasih Pak." Sevia tersenyum pada wali kelasnya yang baru saja turun dari kelas atas. Ada perubahan di jadwal masuk Sevia. Ada tambahan kelas, sehingga anak-anak kelas sepuluh bergantian masuk. Minggu ini kelas sepuluh a hingga c yang masuk pagi. Berikutnya nanti kelas sepuluh d dan g.
"Nona! Nona Pendatang! Ini bukumu, terima kasih ya." Yohana berlarian menuruni tangga ia menyerahkan buku milik Sevia. Tadi Yohana terlambat menyalin di papan tulis sehingga ia meminjam buku Sevia. Gadis itu menerima bukunya dan menatap Yohana, "Kenapa memanggilku nona pendatang?" Mata indah itu menatap tajam Yohana yang mengapit tas lebarnya, kemeja yang warnanya tak lagi putih serta rok lipit lebar yang dipakainya tampak gugup. Apakah gadis di depannya marah ia memanggil dengan nona pendatang?
"Maaf." Yohana menundukkan kepalanya bibirnya yang tipis mengatup. Sevia menepuk bahunya lantas tersenyum. "Panggil Sevia saja." Kata gadis itu. "Iya." Sevia memasukkan bukunya dan bertanya pada Yohana apakah akan pulang? Yohana bilang ia akan ke cafe milik temannya menunggu jemputan ayahnya. "Kalau begitu Aku duluan ya Nona Black Sweet."
Yohana menatap Sevia yang tersenyum lantas membalikkan tubuhnya bersama teman-teman yang lain menuju pintu gerbang. 'Nona Black sweet?' Aku baru mendengar panggilan itu. Yohana berlarian ke cafe Lee.
"Lee! Lee! Lee!" Yohana berteriak-teriak hingga gadis pemilik cafe itu muncul. "Eh torang Yohana? ada apa torang teriak-teriak?" Yohana menyeret Lee ke sebuah sudut dan menceritakan tentang nona pendatang yang namanya Sevia. "Beta sekarang sudah punya teman sebangku, cantik seperti bidadari Lee, namanya Sevia Aurora, dan wangi sekali bajunya." Yohana terengah-engah menceritakan tentang teman sebangkunya yang sangat istimewa.
"Oia Lee, dia tadi memanggilku Nona Blaksik, apa artinya, tapi dia tidak mau dipanggil Nona Pendatang." Jinni Lee mengerutkan keningnya, Yohana paling payah dalam pelajaran bahasa Inggris, setelah menyuruh Yohana mengulangi beberapa kali, Lee yakin yang dimaksud Yohana pastilah Nona Black Sweet. "Nona Black Sweet, nona hitam manis ha ha ha dia memanggil torang nona hitam manis Yohana." Gadis Papua itu melongo, "Nona hitam manis, hitam tetapi manis?" Mata Yohana berbinar cemerlang dan bibirnya tertawa lebar. "Berarti beta ini biar hitam tapi manis ya Lee ha ha ha." Lee hanya menarik bibirnya ke samping, tabiat hesteris anak ini tak hilang-hilang, hanya gara-gara itu ia sampai berterik-teriak memanggil dirinya.
"Lee, torang sekarang panggil beta Nona Black Sweet ya. Beta senang itu Nona pendatang kasih beta nama ha ha ha." Jinni Lee masih nyengir melihat keceriaan temannya itu. "Ok Nona Black Sweet, sekarang torang mau makan apa nih? Mie ayam, atau mie baso?"
Yohana mengeleng-gelengkan kepalanya, "Beta bosan makan baso torang terus, bagaimana kalau rendang padang? Adakah?" Jinni Lee langsung gusar. "Yohana, pergi sana ke restoran padang! Torang itu tidak tahu berterima kasih Mo, duduk dan minum di sini tapi mau beli nasi rendang.