Chereads / The Legend of Lian / Chapter 2 - Suatu Keajaiban

Chapter 2 - Suatu Keajaiban

"Bagaimana?" seorang pria paruh baya dengan pakaian kebesaran bertanya kepada sang bawahan yang adalah seorang tabib.

"Ampun yang mulia, Putri Xinjiang sudah tiada." ucap sang tabib membuat beberapa orang di belakang pria paruh baya tadi menahan senyuman. Entah apa yang ada di pikiran mereka hingga senang saat mendengar berita kematian.

"Eungh" Tiba-tiba suara lenguhan lemah ini mengejutkan semua yang berada di sana, hingga mereka terpaku memerhatikan.

Perlahan tapi pasti kelopak mata indah itu terbuka menampilkan iris mata berwarna kuning keemasan yang begitu indah.

Bola matanya bergerak liar menelisik ke seluruh penjuru ruangan. Sedetik kemudian alis indah itu menukik tajam, spontan dia bangkit terduduk. Total abai dengan segala rasa sakit yang seketika menyerang tubuhnya.

"Siapa kalian?" tanyanya dengan suara dalam upaya terkesan sangat dingin. Kontras sekali dengan wajahnya yang nampak manis, diusianya yang menginjak 11 Tahun.

"Apa yang terjadi?" pria dengan jubah kebesaran itu mengabaikan pertanyaan sang gadis, dia memilih untuk menatap tajam tabib yang sebelumnya memberikan kabar kematian.

"Ampun yang mulia, hamba perlu memeriksa Putri kembali." tabib itu berlutut memohon ampun, membuat kesalahan di hadapan penguasa adalah sesuatu yang fatal. Kepalanya mungkin akan lepas sebentar lagi jika dia membuat kesalahan yang sama.

Tabib itu berjalan mendekati gadis tadi setelah mendapat anggukan kepala dari pria berjubah. Dia membungkuk sejenak lalu meraih tangan sang putri dengan sapu tangan, sementara orang-orang yang sebelumnya berada di sana hanya mampu terdiam memerhatikan.

"Putri, apa anda ingat nama anda?" tanya tabib itu sopan kepada sang gadis yang adalah seorang putri bernama Xinjiang.

"Aku..." Putri Xinjiang menggantungkan ucapannya, berpikir sejenak apakah dia harus mengatakan namanya.

"Tidak tahu." Namun pada akhirnya dia memutuskan untuk bungkam, ada baiknya diam saja dalam situasi yang belum dia mengerti seperti saat ini.

"Kalau begitu..." tabib tadi kembali membungkuk lalu berbalik menatap pria berjubah.

"Yang mulia ini keajaiban, Putri Xinjiang kembali hidup bahkan keadaannya sudah jauh lebih baik. Namun Putri Xinjiang harus kehilangan seluruh ingatannya. Hamba tidak mengerti apa yang terjadi, namun sepertinya Tuhan masih ingin berbaik hati untuk putri Xinjiang." ucap tabib itu seraya membungkuk kepada pria berjubah yang adalah seorang Raja.

"Baiklah kalau begitu, kau boleh pergi." ucap Raja seraya melambaikan tangannya, tabib tadi pun pamit pergi meninggalkan kamar sang putri.

"Sebenarnya... apa yang terjadi?" tanya Putri Xinjiang menatap mereka yang berada di ruangan sana satu-persatu dengan begitu intens.

"Kau tidak ingat maka tidak perlu mengingat, lupakan dan pulihkan dirimu Putri Xinjiang! "ucap sang Raja dengan tegas lalu berbalik dan pergi keluar di ikuti orang-orang di belakangnya yang memberikan tatapan tidak suka pada putri Xinjiang. Namun sang putri tak acuh akan itu.

"Akh..." tiba-tiba rasa sakit menyerang kepalanya tanpa bisa dia tahan. Lantas tangannya terangkat memegang kepala yang terasa seperti akan pecah.

***

"J*lang kecil... Kau berani bermain-main denganku? "

"A-aku tidak."

"Kau iya!!"

***

"Hentikan tangisanmu, itu terdengar memuakkan."

"Maaf..."

***

"Bisakah anda berhenti menunjukkan wajah menjijikkan anda itu, Tuan Putri?"

"Maaf."

***

"Jangan membantah, ingat kedudukan mu Putri Xinjiang!!"

"Maaf yang mulia."

***

"Menggelikan sekali, dia seorang putri namun memelas meminta makan kepada kita yang hanya seorang pelayan. Benar-benar membuat perutku tergelitik."

***

"Jangan menyentuh pakaianku, kau membuatnya kotor. Dasar sampah!"

"Hiks... aku tidak!"

***

"Maaf tidak pernah bisa membantumu... Aku berjanji akan menjadi lebih kuat. Tunggu waktu itu tiba!"

"Janji?"

"Janji."

***

"Aku ingin ikut Ibunda hiks..."

"Maka mati saja sana!"

***

"Jangan memanggilku Kakak, kau pembunuh!"

"Bukan aku Kak hiks..."

***

Putri Xinjiang memegangi kepalanya yang terasa semakin sakit kala suara-suara itu terdengar memasuki gendang telinganya. Kini dia paham dengan situasi yang dia alami.

"Sshh..." dia meringis dengan segala rasa sakit yang tak kunjung reda.

"Tapi... kenapa harus aku?" bertanya dengan nada lirih, pandangannya mengabur dan seketika kegelapan menelan penglihatannya. Dia pun pingsan di sana.

***

"Ibu, j*lang itu kembali hidup. Bagaimana jika dia memberitahu Yang Mulia?" tanya seorang gadis berusia 12 tahun kepada ibunya dengan tatapan penuh ketakutan.

"Tenang saja putriku, kau tidak dengar perkataan tabib tadi? Dia kehilangan ingatannya, jadi untuk sementara j*lang itu tidak akan bersuara. Namun secepatnya kita harus melenyapkan sampah menjijikkan itu, Yang Mulia Raja terlalu melindunginya." ucap ibu dari gadis itu, membuka matanya yang berwarna coklat terang.

"Kau benar Ibu, kita aman untuk sementara. Kita harus menyingkirkannya sebelum acara musim semi tahunan nanti." ucap gadis itu seraya menyeringai.

"Ya, segera kirimkan surat kepada mereka!"

***

Sementara itu terlihat sang Raja yang sedang duduk di singgasananya. Menatap lurus ke depan kemudian pandangannya teralih ke gelang giok berwarna hitam kehijauan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Wei'er maafkan aku, aku hampir kehilangannya dan gagal menjalankan keinginanmu." gumamnya seraya mengusap gelang itu dengan raut wajah tidak terbaca.

Dia adalah seorang Raja yang memimpin Kerajaan Feng. Dia memiliki 2 Istri, Permaisuri dan Selir. Ratunya memiliki 2 anak, Selirnya juga memiliki dua anak.

Anak pertama dari Ratunya adalah pemuda yang kini menjadi Pangeran Mahkota, lalu anak keduanya adalah Gadis yang menjadi Putri Mahkota di kerajaan lain karena akan segera di nikahkan ketika usianya cukup matang.

Sementara anak pertama selirnya adalah perempuan dan anak kedua selirnya itu laki-laki.

Raja sendiri bernama Feng Zhuting, sering di panggil Raja Ting oleh para menterinya. Sementara di luar sana dikenal dengan sebutan Raja Angin.

Sebagai seorang Raja, dia harus bijaksana dan pintar mengontrol emosinya. Tidak pernah sekalipun menunjukkan perasaannya secara gamblang.

Namun karena hal itu pula dia dikenal sebagai Raja yang tidak berperasaan.

TBC

Bogor 12 Juni 2022

Lira Nur